Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH
Pelarian Joko Candra akhirnya berakhir. Banyak, bahkan banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari kasus Joko Candra dengan segala dimensinya. Tentang moralitas pejabat, tentang aturan hukum yang begitu tertata tetapi tetap dapat diselundupkan, tentang kepiawaian yang bersangkutan mengakali dan mengukur mental para pejabat penegak hukum dan sebagainya. Satu hal menarik yang akan tetap menjadi pelajaran abadi adalah tentang bagaimana kasus ini tetap memperkuat tesis tentang efektifitas aturan.
Bahwa aturan tertulis kendatipun sudah begitu tertata, tetapi tetap kalah dan dikalahkan oleh mental aparat. Tesisnya sederhana tetapi tetap abadi. Bahwa aturan yang baik tetapi dijalankan oleh pejabat yang tidak baik, akibatnya lebih buruk daripada peraturan yang tidak baik, tetapi dijalankan oleh pejabat yang bermental baik. Tesis klasik, yang masih tetap abadi dan kiranya harus ditekankan sebagai bagian dari penegakan hukum secara konsisten.
Keterlibatan Banyak Pihak
Istimewa, dari kasus buron kelas paus (tidak sekadar kakap) seolah menggurita, melibatkan banyak pejabat tinggi negara. Di samping sedapatnya para pejabat negeri ini melepaskan diri, tetapi demi kebenaran dan keadilan, satu per satu pejabat yang diduga terlibat demi terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu terus diusut.
Deretan aksi pelanggaran hukum secara teknis mulai dari pembuatan e-KTP kilat, ‘surat jalan’ berkop Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan (Rokorwas) PPNS, terhapusnya notice hingga yang terbaru beredar dokumen surat bebas Corona merupakan pelanggaran hukum yang dalam standar normal “tidak masuk akal”.
Di dalam proses ini, warga masyarakat hanya bisa mengelus dada. Kendatipun satu pesatu diklarifikasi, bagaimana akhir dari drama kolosal Joko Candra ini, masih berlangsung dan bereproses Bersama waktu. Sekaitan dengan ini, sebagaimana diketahui dan harus dimaklumi, sederet nama pejabat ikut dimintai keterangan mulai dari lurah, jenderal, kalangan jaksa hingga staf Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri terus didalami. Bahkan, beberapa pejabat itu telah dijatuhi sanksi dan harus menanggalkan jabatannya.
Orang orang yang berhubungan dengan dia pun ditelisik keterlibatannya dalam tindak pelanggaran hukum. Kuasa hukumnya Anita Kolopaking pun tersandung. Pada akhirnya pengacara ini pun tak bisa berkelit dan dicekal untuk ke luar negeri. Keberadannya dinilai merupakan orang yang juga terlibat dalam kaburnya sang buron hingga tertangkapnya kembali.
Keterlibatan Polri
Agaknya paling heboh dari kasus Joko Candra ini adalah keterlibatan penegak hukum, dalam kaitan ini adalah institusi Polri. Penyidik Bareskrim Polri menyatakan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai tersangka atas kasus membantu pelarian buronan Djoko Tjandra.
Prasetijodiduga telah membuat dan menggunakan surat palsu. Istilah dugaan ini tentu sudah diperhalus sedemikian rupa semata sebagai cara untuk menyampaikan asas praduga tak bersalah. Faktanya dan tak bisa dipungiri, sudat pelariannya itu ditandatangani oleh pejabat dimaksud.
Dugaan sebagaimana dimaksudkan sebagai bahasa normatif ini bukan tanpa bukti kuat. Sebagai konsekuensinya, pejabat ini terjerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 ayat 1 dan 2 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. Bahkan sebagai pejabat penegak hukum, hukumannya bisa ditambah dengan sepertiga. Kendatipun masalahnya tidak sederhana sebagai pembantu melarikan dri sang buron. Namun secara institusi, benar benar merupakan kebijakan yang tidak masuk akal. Bahkan ada yang menytakan saking ekstremnya ada yang tidak normal dalam kejiwaan sang pejabat.
Namun itu tidak penting, dalam arti antara perilaku atau kebijakan yang diambil dengan citra dan marwah kepolisian secara umum. Peristiwa ikutan yang merupakan babak berikutnya dari pelarian sang buron, benar benar mencoreng nama institusi Bhayangkara itu harus menjadi momentum untuk bersih bersih di lingkungan Polri. Hal ini membutuhkan kerja keras para petinggi Polri untuk memulihkan nama baik Polri, dan memulihkan marwah Polri di mata masyarakat agar istilah Profesional, Modern, dan Terpercaya (Promoter) itu tidak hanya jadi sebuah motto, tapi juga menjadi tindakan nyata. Tak sekadar sebagai jargon pepesan kosong, tetapi benar benar diterapkan dalam tindakan nyata.
Apa lagi, Kepolisian Republik Indonesia merupakan pilar penting tegaknya hukum di Indonesia, dalam rangka terselenggaranya penyelenggaraaan Negara untuk tercapainya masyarakat adil makmur sesuai Cita cita UUD 1945. Menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dari segala gangguan yang berpotensi menggerus eksistensi negara.
Pelajaran Berharga
Pelarian terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali ini memang telah berakhir. Ia pada hari Kamis, 30 Juli 2020 berhasil ditangkap jajaran polri. Buron kelas paus ni dijemput oleh aparat kepolisian di Bandara Halim Perdanakusuma setelah sebelumnya ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia. Sebelumnya, diketahui bahwa kasus Joko Candra kembali menyeruak setelah ditemukannya jejak buronan tersebut pada 8 Juni 2020 lalu. Djoko disebut bebas keluar masuk Indonesia meskipun memiliki status sebagai buronan. Ia berhasil ditangkap setelah kurang lebih 11 tahun berada dalam pelarian.
Di dalam pelariannya itu ia sempat mengembangkan bisnisnya. Asetnya sangat besar, khususnya di negara Malaysia berupa properti yang juga mengundang keanehan, bagaimana bisa bertindak seperti itu, sementara statusnya sebagai buron. Sebagai pejajaran, kendatipun disesalkan adalah urgensinya retrospeksi. Pada satu sisi, semua pihak, khususnyapara penegak hukum pantas lega. Namun itu tadi, kiranya tertangkapnya buron ini dijadikan pelajaran berharga untuk introspeksi penegak hukum. Warga masyarakat lambat laun akan percaya lagi kepada penegak hukum, jika para pihakn yang terlibat dalam statusnya sebagai buron sekian lama ini diadili dan dijatuhi sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Kepercayaan yang terdegradasi ini hendaknya dijadikan sebagai momentum berharga untuk membuktikan bahwa penegakan hukum di tanah air tidak pilih kasih. Pembuktian ini penting sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan dinamika penegakan hukum yang dimaklumi tidak sesnantiasa mulis. Namun tantangan yang muncul hendaknya dijadikan sebagai dasar motivasi untuk memperkokoh tindakan. Bukan untuk mengendorkan semangat yang menyebabkan penegakan hukum justru mundur ke belakang. (Penulis Notaris tinggal di Sampit)