Jakarta,Koranpelita.com
Deklarasi Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) digelar di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu, (5/7/2020). Forum ini menghimpun 23 smelter nikel dengan kapasitas terpasang 3.79 juta MT NPI pertahun dan 0.8 juta MT Pertahun sedang dalam pembangunan atau total hampir 90 persen kapasitas semelter nasional, disamping beberapa perusahaan tambang nikel dan turunannya mulai bergabung.
Adapun susunan pengurus terpilih FINI, sebagai berikut.
Ketua : Dr. Ir. Alex Barus, MA, MBA
Wakil Ketua 1 : Ir. Agus Suhartono, MSC
Wakil ketua 2 : David
Sekretaris : Lily Dewi Candinegara, SS
Bendahara : Eddy Santoso Setiawan
“Tujuan dibentuknya FINI adalah agar bisa menjadi forum komunikasi dan koordinasi yang terpercaya dan berdayaguna dalam membangun industri nikel Indonesia yang berkelanjutan, berwawasan kebangsaan, memiliki daya saing dan peduli terhadap lingkungan sesuai dengan semangat Undang Undang No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian yaitu menciptakan struktur ekonomi yang kukuh melalui pembangunan industri yang maju sebagai motor penggerak ekonomi yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan sumber daya yang tangguh,” kata DR Alexander Barus Ketua Umum terpilih FINI.
FINI kata Alexander diharapkan bisa maju bersama seluruh pemangku kepentingan mewujudkan tujuan tersebut. Sampai saat ini industri nikel Indonesia menyumbangkan devisa yang sangat besar untuk pendapatan negara. “Kami ingin memberikan kontribusi positif dalam membentuk hubungan usaha yang saling menguntungkan dengan sektor penambangan dan industri turunan nikel dalam negeri Terutama dalam menjaga keseimbangan dan kemajuan bersama bisnis antara usaha turunannya,” ujar pria yang akrab di sapa Alex ini.
Lebih lanjut Alex mengatakan, dalam mencapai tujuan tersebut, strategi FINI adalah dengan menjadi media komunikasi dan koordinasi bagi kepentingan anggota agar terjadi interaksi yang saling menguntungkan. Kepentingan ini bisa dalam rangka pelaksanaan usaha dan menyebarluaskan serta mensosilalisasikan informasi mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, industri pengolahan dan pemurnian nikel. Termasuk industri pengguna nikel khususnya yang berhubungan dengan misi dari perkumpulan ini.
“Sebagai salah satu negara pemilik bijih nikel terbesar di dunia, sudah sepatutnya Indonesia memikirkan berbagai strategi pengolahan bijih nikel yang diharapkan bisa memberikan nilai tambah lebih besar untuk seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Indonesia saat ini adalah salah satu negara penghasil bijih nikel terbesar di dunia. Data menyebutkan bahwa Indonesia memiliki cadangan 25 persen dari kebutuhan nikel dunia. Makanya, sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaan potensi nikel harus diatur oleh negara dengan bijaksana untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.
Dengan tujuan tersebut, melalui Undang-undang No. 4 tahun 2009 pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menghentikan ekspor bijih nikel di awal tahun 2014 yang memang merupakan masa 5 tahun persiapan menuju industri, dengan mewajibkan para penambang untuk membangun industri pengolahan dan pemurnian. Industri pengolahan dan pemurnian ini guna meningkatkan mutu mineral serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
Beberapa pihak telah mulai membangun industri smelter nikel dengan keterbatasan dana dan teknologi. Oleh karena itu, kemudahan investasi menjadi harapan para pengusaha industri nikel untuk dapat membangun dan menjalankan amanah undang-undang tersebut.
Dari keterbatasan tersebut, kebijakan pemerintah membuka kembali keran ekspor akan sangat merugikan negara dalam jangka panjang dan investor sebagai pelaku industri. Jaminan terhadap keberlangsungan investasi diragukan. Jika bijih nikel ore tetap diekspor maka akan berpengaruh pada cadangan bahan baku untuk pabrik yang sudah dibangun dengan investasi yang tidak sedikit.
Tiingginya permintaan yang tidak sebanding dengan jumlah cadangan nikel yang tidak bisa diperbarukan membuat pemerintah Indonesia menaruh perhatian khusus dengan menerapkan kebijakan strategis bukan hanya kepentingan sesaat. Pada kuartal IV tahun 2019 pemerintah menerbitkan kembali larangan ekspor bijih nikel yang efektif diberlakukan pada Januari 2020.
Alex mengatakan, pelarangan ekspor nikel tersebut dikukuhkan melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM nomor 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Tambang Mineral dan Batubara. Kebijakan ini berdampak sangat positif bagi tumbuhnya hilirisasi industri nikel Indonesia.
“Dalam proses hilirisasi biji nikel diolah hingga menjadi bentuk lanjutan dengan nilai lebih tinggi yang saat ini sudah mencapai produk stainless steel. Sebelumnya kita tidak pernah membayangkan Indonesia mampu memprodiksi stainless steel. Bahkan Indonesia tidak mustahil menjadi produsen katoda Li-batt terbesar dunia yang bersumber dari Ni kadar rendah. Tumbuh kembang industri hilirisasi nikel diharapkan bisa memberi efek domino positif terhadap perekonomian Indonesia khususnya area sekitar Industri dan nasional pada umumnya ,” jelasnya.
Saat Pandemi COVID-19 ini lanjut Alex, industri nikel ikut terdampak. Namun tidak terlalu besar. “Saat ini 80-90 persen kita tetap bekerja,” katanya optimis.
Bahkan dari 23 perusahaan smelter, total kapasitas terpasang 3,9 juta produksi nikel ton pertahun. Serta masih ada yang sedang dalam proses pembangunan. “Tahun lalu ekspor 7 miliar dolar AS. Tahun ini 8-10 miliar dolar AS. Jadi ini menjadi bermanfaat untuk penerimaan. Mengurangi defisit neracara perdagangan. Selain itu, investasi, sampai saat ini 15-16 miliar dolar AS,” terangnya.
Alex menambahkan, pihaknya dari industri smelter membuat forum, untuk berkoordinasi. Komunikasi diantara anggota.“Kita ingin industri smelter ada sinergi dengan industri hilir. FINI bisa menjadi partner yang produktif dengan pemerintah.Jadi cita-cita kita untuk membangun produk nikel, terutama produk hilir yang high tech bisa cepat dilakukan,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional, Kementerian Perindustrian Dody Widodo, mengatakan bagaimana industri nikel ini memberikan manfaat sebesar-besarnya buat anak cucu kita.
“Forum ini diperlukan untuk menghadapi tantangan dari luar. Seperti tuduhan dumping dan sebagainya. Kemudian forum ini juga menyambungkan komunikasi tidak hanya dengan penambang. Tapi juga dengan pemerintah,” katanya.(Vin)