Palangkaraya, Koranpelita.com
Untuk menggali masukan Rancangan Peraturan daerah (Raperda) Perlindungan Budaya dan Tanah Adat, Panitia khusus (Pansus) III DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) kunjungan Kerja ke Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng)
Kunjungan kerja tersebut dinilai perlu guna bahan untuk menambah referensi dan acuan perbandingan dalam membentuk raperda nantinya.
Kunker kali ini dipimpin Ketua Pansus III, H M Lutfi Saifuddin, didampingi Wakil Pimpinan DPRD Kalsel, Hj Mariana S.AB, Hj Karmila dan anggota pansus lainnya, serta dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, I Gede Arya Subakti, dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel, Drs. Abu Hanafie, Selasa, (28/7/2020).
Rombongan diterima Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalteng Esau, S.Si beserta jajarannya bertempat di Aula DHL kantor provinsi setempat.
Pada pertemuan hari itu, Ketua Pansus III, HM Lutfi Syaifuddin memaparkan, berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada tahun 2019 dapat 171 komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang tersebar di 13 Kabupaten/Kota di Kalsel.
Selama ini mereka menjadi kelompok masyarakat yang masih rentan dan lemah kedudukannya dari berbagai aspek kehidupan ekonomi, hukum, sosial budaya dan HAM.
Sehingga pansus III menilai Pemerintah Provinsi Kalsel, perlu untuk memberikan payung hukum, perlindungan budaya dan tanah adat sebagai bagian kesatuan masyarakat adat dalam rangka memberikan kepastian dan keadilan hukum terhadap hak atas budaya dan tanah adat masyarakat adat di Kalsel.
“Keberadaan Raperda Perlindungan Budaya dan Tanah Adat ini ditujukan untuk memberikan pedoman yuridis dalam upaya perlindungan budaya dan tanah adat di Provinsi Kalsel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia”, kata Lutfi.
Lutfi Syaifuddin yang juga ketua Komisi IV DPRD Kalsel ini menambahkan, adanya kunjungan kerja ini, maka banyak sekali informasi dan masukan guna pengkayaan bahan untuk menyusun raperda dimaksud nantinya.
Sementara, Ketua Yayasan Pemberdayaan dan Pengkajian Masyarakat dan Masyarakat Adat Kalimantan atau YPPMMA-KT Simpun Sampurna alias Dadut menyebutkan, untuk memberikan kepastian hukum terhadap hak atas budaya dan tanah adat masyarakat maka perlu dua hal, pertama melalui perda dan kedua pergub.
“Saran saya untuk hati-hati dalam penyusunan Perda sehingga Perda bisa diakui, maka Perda Penetapan Masyarakat Hukum Adat judulnya. Kerena judul memegang peranan penting dalam perda karena judul merupakan subjeknya” ingat Dadut. (Sar/Ipik)