Catatan Alumnus FHUI Dasman Djamaluddin
Hari ini, Kamis, 16 Juli 2020, salah seorang penggagas dan deklarator UI Watch, Chandra Motik Yusuf akan hadir di bagian penyidik Polda Metro Jaya.
“Hari Kamis ini Chandra Motik juga dipanggil resmi. Beberapa alumni akan temani dengan jaket kuning,” ujar Taufik Bahaudin, pada hari Selasa, 14 Juli 2020 lalu sebagaimana dikutip “rmol.id.”
Dalam keterangan tertulis Taufik Bahaudin yang diterima redaski, tidak disebutkan terkait kasus apa pemanggilan itu.
Sejak awal disampaikan, UI Watch adalah lembaga yang ingin mengembalikan jati diri UI sebagai kampus perjuangan, dan akan membantu pemerintah bersama-sama seluruh elemen masyarakat membangun bangsa dan negara.
“Kita kemarin pesan juga ke petinggi-petinggi bahwa UI Watch terbuka, maka jangan perlakukan yang enggak pantas dan seterusnya,” ucap Taufik Bahaudin.
Untuk Kamis, saat ke Polda Metro, lanjut Taufik Bahaudin, Chandra Motik akan didampingi sekitar 5 sampai 7 alumni dengan jaket kuning.
“Kita enggak akan terima kalau dimainkan dengan panggilan-panggilan yang bukan urusan kita,” tegas
Alumni Universitas Indonesia (UI) Watch didirikan pada 2 Febuari 2020 dan dideklarasikan pada 5 Juli 2020.
Akademisi UI Taufik Bahaudin mengatakan, Senin, 13 Juli 2020, pimpinan EO Deklarasi UI Watch dipanggil oleh penyidik Polda Metro Jaya untuk di-BAP.
Sebagai Alumnus FHUI, saya kenal pertama kali dengan
Dr. Chandra Motik Yusuf, S.H., M.Sc adalah ketika ikut kampanye Bakal Calon Ketua ILUNI FHUI 2008-2011di Bugs Café, Pondok Indah, pada hari Kamis, tanggal 10 Juli 2008.
Acara tersebut dihadiri oleh alumni FHUI dari berbagai angkatan. Adapun lima calon ketua ILUNI FHUI yang terdaftar yaitu, saya sendiri, Dasman Djamaluddin, S.H., M.Hum, Dr. Chandra Motik Yusuf, S.H., M.Sc, Asrul Harun, S.H., M.Kn, Gandjar Laksmana Bonaprata Bondan, S.H., M.H. dan Chudry Sitompul, S.H., M.H.
Akhirnya yang terpilih adalah Chandra Motik. Beberapa tahun berikutnya setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Ketua Iluni FHUI, ia terpilih sebagai Ketua Iluni UI. Oleh karena itu, di lingkungan Iluni FHUI dan Iluni UI, namanya tidak asing lagi.
Chandra Motik merupakan nama yang familier di telinga namun siapakah Chandra Motik?
Ia adalah sosok perempuan feminim tercantik di antara kelima kandidat tentunya karena ia merupakan satu-satunya kandidat perempuan waktu kampanye Ketua Iluni FHUI waktu itu, yang terkenal dengan rambutnya yang indah. Chandra Motik bekerja sebagai penasehat ahli kepala staf TNI AL bidang maritim dan hukum dan sebagai legal consultants law firm miliknya.
Kita akui, sejauh ini banyak beragam peristiwa yang terjadi menyangkut anak UI. Sebagai contoh di tahun 2018, mengenai UI meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait aksi kartu kuning yang diacungkan Ketua BEM UI, Zaadit Taqwa. UI berharap kejadian tersebut tak terulang sekaligus memanggilnya untuk meminta penjelasan.
“Kami berharap aksi-aksi kekritisan dapat disampaikan, ada wadahnya ada forum yang tepat, dengan demikian UI menyesalkan kejadian itu. Kami sebetulnya minta maaf ke pak Presiden atas kejadian ini dan berbesar hati melihat kondisi semangat dari anak ini,” kata Direktur Kemahasiswaan UI waktu itu, Arman Nefi di Balairung, Depok, Jawa Barat, Sabtu 3 Februari 2018.
Pihak kampus kuning itu belum menjatuhkan sanksi terhadap Zaadit. UI akan memanggil yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi.
“Saya juga akan ketemu dulu karena… tentu karena kami menyesalkan kejadian ini ya,” ucap Arman.
Arman yakin peristiwa ini tak disusupi agenda politik. Ia mengatakan, aksi ini murni inisiasi BEM UI.
“Iya saya yakin BEM, tapi cara penyampaiannya kurang tepat,” katanya.
UI menyesalkan aksi yang dilakukan Zaadit. UI berharap kejadian serupa tak terulang, apalagi hal itu terjadi dalam forum resmi.
“Kami dari UI menyesalkan sekali kejadian seperti itu nggak baik dan nggak elok untuk seorang calon sarjana di tengah acara yang sangat resmi lakukan aksi seperti itu. Kami berharap aksi-aksi kekritisan dapat disampaikan, ada wadahnya ada forum yang tepat, dengan demikian UI menyesalkan kejadian itu,” jelas Arman.
Arman mengatakan, UI mempersilakan mahasiswanya untuk bersikap kritis. Asalkan, kata Arman, kritis tersebut pada tempat dan waktunya.
“Kalau kritis, oke saya berikan peluang. Oke kalau Anda nggak kritis bukan mahasiswa juga perlu dikritisi. Tapi cara kita orang timur kalau kritis ada tempatnya juga di forum yang lagi apa namanya cukup formal dan itu undangan dan lambang negara terus kita lakukan seperti itu. Jadi kalau kritis silakan, tapi tempatnya harus dilihat,” ucap Arman.
“Harapan saya, kejadian seperti ini jangan diulang lagi, ini ibaratnya mencoreng muka kita sendiri, nggak bagus. Sebenarnya sudah dengan protokol presiden bisa atau nggak anak-anak ini bertemu dengan presiden untuk menyerahkan hasil kajian, biasanya last minute ‘kan ya, ternyata boleh,” ucap Arman.
Aksi ‘kartu kuning’ ini dilakukan setelah Jokowi menyampaikan orasi ilmiahnya pada acara Dies Natalis ke-68 UI di Balairung, Depok, Jabar, Jumat 2 Februari 2018. Zaadit langsung dihalau Paspampres yang berada di lokasi.
Sebagai Iluni FHUI dan FIB UI, memang saya sering menyaksikan dari dekat perkembangan di kampus perjuangan itu. UI selama ini dianggap sebagai kampus perjuangan yang selalu tampil mengawali perubahan di Indonesia. Jatuhnya Presiden Soekarno dan Soeharto pun diawali di kampus perjuangan ini.
Memang harus diakui, tidak selalu mahasiswa atau Iluninya bersatu dalam mencapai tujuan. Hal ini misalnya terlihat dari dukungan hak angket di DPR baru-baru ini. Jaket kuning terpecah dua. Di kampus UI, Depok, kita saksikan mahasiswa dan alumni UI menentang hak angket. Di DPR, terlihat pula kehadiran Alumni UI yang mendukung hak angket.
Memang benar, jika perguruan tinggi sudah mengarah ke bidang politik, maka sudah tentu mahasiswa dan alumninya terpecah dua. Pro dan kontra atas gagasan yang dikemukakan. Mahasiswa dan Alumni UI harus merenungkan hal ini. Bersatulah demi mengembangkan ilmu dan teknologi yang sedang dan sudah dipelajari.
Benar ucapan Presiden Jokowi dalam pidato Dies Natalis Ke-68 UI, Depok, Jumat, 2 Februari 2018, bahwa ketika kita tak mampu mengikuti perkembangan dan perubahan, banyak yang tergilas.
Pernyataan Presiden ini menurut saya benar, kita meskipun sudah dianggap maju di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi jauh tertinggal dari Republik Rakyat Tiongkok yang kemerdekaannya belakangan dari kita. (Penulis wartawan senior tinggal di Jakarta)