Oleh: Robertus H. Jehadu
Sistem Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Kalteng Menggunakan Sensor Gas CO, CO2 dan Sensor Suhu Berbasis Mikrokontroler
Kebakaran hutan dan lahan telah menjadi perhatian masyarakat global tahun-tahun belakangan ini sebagai isu lingkungan dan ekonomi. Kebakaran hutan dan lahan dianggap sebagai sebuah potensi ancaman terhadap pembangunan berkelanjutan karena dampak dampaknya terhadap ekosistem, kontribusi terhadap peningkatan emisi carbon dan dampak dampaknya terhadap aneka hayati. Kebakaran hutan menghasilkan emisi CO2, CO, partikulat, dan hidrokarbon. Lebih lanjut kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap degradasi hutan dan lahan di daerah tropis.
Kalimantan Tengah merupakan wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan, karena sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah merupakan wilayah lahan gambut yang mudah terbakar, Provinsi Kalimantan Tengah memiliki sebaran lahan gambut yang besar dengan luas mencapai 2.743.158 ha, dengan kedalaman 0-2 m seluas 1.157.163 ha dan kedalaman di atas 2 m seluas 1.585.995 ha. Berdasarkan data PKHL Kementerian Lingkungan Hidup RI luas wilayah yang terjadi kebakaran di Kalimantan Tengah dari tahun 2014 sampai 2019: tahun 2014 :4.022,85 ha, tahun 2015 : 583.833 ha, tahun 2016 : 44 6.14 8 ha, tahun 2017: 42 1.743,82 ha, tahun 2018 : 47.432,57 ha, tahun 2019 :134.227. Hingga saat ini Kalimantan Tengah masih merupakan salah satu wilayah yang mempunyai resiko tinggi terhadap kebakaran hutan dan lahan
Sistem peringatan dini sangat penting dalam pengelolaan bencana kebakaran hutan dan lahan.
Hal ini dikarenakan upaya penanggulangan bencana yang lebih mahal dibandingkan upaya pencegahan dan risiko kerugian dari dampak yang terjadi akan lebih kecil. Beberapa contoh pemanfaatan sensor gas untuk kebakaran hutan dan lahan yaitu, prototype deteksi dini kebakaran hutan (Sd2kh) dengan sensormatik, informasi sebaran titik panas berbasis WebGIS untuk pemantauan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, prototipe pendeteksi dini kebakaran hutan berbasis wireless sensor network, deteksi gas berbahaya CO, CO2, Nox dengan penampil dot matrix dan level bahaya serta besarnya, teknologi sensor gas untuk deteksi kebakaran dan prototype rotot peringatan dini kebakaran hutan berbasis parameter cuaca.
Dari berapa contoh pemanfaatan sensor gas tersebut belum pernah di terapkan pada lahan gambut di Kalimantan Tengah Hal ini yang menjadi yang menjadi dasar terobasan baru untuk merancang sistem dteksi dini kebakaran hutan dan lahan gambut Kalimanatan Tengah menggunakan sensor gas CO dan CO2, dan sensor suhu berbasis mikrokontroler. Dengan sistem yang berbasis sensor ini dapat mendeteksi gas CO dari 10 ppm sampai dengan 100 ppm dan dapat juga mendeteksi gas CO2 dari 0 ppm sampai dengan 10000 ppm dari hospot yang terjadinya kebakaran.
Sistem kerja Pendeteksi kebakaran hutan dan lahan gambut dengan memanfaatkan sensor MQ-7 sebagai pendeteksi gas CO, sensor MG-811 sebagai pendeteksi gas CO2, sensor DS18B20 sebagai pendeteksi suhu, GSM Shield SIM900 disambungkan dengan mikrokontroler sebagai pengirim data real time. Alat ini dihubungkan dengan koneksi internet sehinnga ketika sensor mendeteksi gas dan suhu yang melebihi batas dapat mengirim data selama real time kepada petugas pemadam kebakaran untuk dapat meminimalisir kebakaran hutan dan lahan gambut.
Untuk mewujudkan sistem tersebut banyak hal yang harus dilakukan seperti: menentukan tititk titik rawan kebakaran, pembuatan dan pengujian sensor.
Perancangan sistem yang berfungsi sebagai penerima data real time dari setiap sensor yang dipantau oleh petugas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah.
Diharapkan semoga kedepanya lebih banyak lagi peneliti-peneliti yang berkonsen terhadap penangan kebakara hutan dan lahan di Kalimantan Tengah agar masalah bencana kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi selama ini tidak akan ada lagi kedepanya.(Penulis, mahasiswa Universitas Palangka Raya)