Banjarmasin, Koranpelita.com
Peran alim ulama mendukung kebijakan pemerintah ditengah pandemi virus Corona (Covid-19) dinilai bisa lebih berjalan dengan baik.
Karena masyarakat lebih mau mendengarkan apa yang disampaikan para ulama ketimbang mendengarkan anjuran yang langsung disampaikan pihak pemerintah.
Salah satu bukti itu, seperti di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) masyarakat setempat mau mematuhi imbauan sementara waktu tidak melaksanakan ibadah solat Jumat di masjid-masjid.
Sebaliknya, di daerah lain, yakni Kabupaten Tapin, imbauan serupa belum berjalan dengan baik, karena masih terpantau ada tempat ibadah yang melaksanakan solat Jumat.
“Kondisi berbeda di HSS, karena pemerintah daerah disana melibatkan ulama yang jadi panutan masyarakat, sehingga masyarakatnya mau mematuhi imbauan pemerintah,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, H Iberahim Noor kepada wartawan di Banjarmasin, Kamis (30/4/2020).
Fakta itu diungkapnya paska melaksanakan pantauan langsung di dua kabupaten tersebut.
Menurut dia, ulama yang dilibatkan Pemkab HSS seperti KH Muhammad Ridwan atau Guru Kapuh yang juga Ketua MUI HSS dan KH Ahmad Syairazi atau Guru Syairazi pimpinan Majelis Raudhatul Ghana Annabawiyah, sehingga akhirnya berhasil dan masyarakatpun mau mentaati imbauan pemerintah.
Sedangkan di Kabupaten Tapin, imbuhnya, hal itu belum sepenuhnya berhasil karena yang turut melakukan imbauan ke masyarakat adalah Ketua MUI yang dinilai bukan sosok ulama panutan masyarakat, sehingga kondisinya berbeda seperti di HSS.
Politisi partai Nasdem ini menegaskan, pelibatan ulama panutan masyarakat ternyata sangat berpengaruh. Karena masyarakat mau mendengarkan dan mentaati imbauan pemerintah.
Adapun kondisi lain yang menimbulkan ketidaksingkronan, kata H Iberahim lagi, yaitu himbauan yang disampaikan antara pemerintah provinsi dengan kabupaten, yakni adanya himbauan dari MUI ada dua kali, salahsatunya ada himbauan membolehkan pelaksanaan solat Jumat di daerah yang tidak zona merah. Padahal itu yang menimbulkan masalah di kabupaten.
Kemudian terkait bantuan uang sebesar Rp 250 juta dari pemerintah provinsi, tukasnya, ada keluhan di daerah, karena batasan-batasan yang diterapkan dalam penggunaan dana tersebut.
“Seharusnya jangan dibatasi, mereka yang di daerah juga banyak kebutuhan, percayakan saja penggunaan dananya,” sentilnya.
Hal lain seperti di Kabupaten Tabalong, ada pertanyaan terkait tugas siapa yang melakukan pengawasan di daerah perbatasan Kabupaten Tabalong dengan Provinsi Kalimantan Timur.
“Tenaga mereka di daerah kan juga terbatas, seharusnya ini jadi perhatian pemerintah provinsi,” pungkasnya. (Ipik)