Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH
SAAT INI bisa dinyatakan bahwa seluruh Daerah di tanah air menerapkan kebijakan lock down. Namun untuk penerapan kebijakan yang sama di kemudian hari, kiranya penerapan lock down kali ini menjadi pelajaran berharga. Bukan berarti menghapan hal yang sama terjadi, pelajaran berharga yang dapat dipetik adalah ketika seluruh Daerah di tanah air diatur dengan regulasi yang sama, sementara karakter Daerah yang tidak sama muncul permasalahan apakah penerapan kebijakan itu harus sama.
Fakta berhubungan dengan wabah virus korona ini, misalnya antara satu Daerah dengan Daerah lain tidak sama statusnya. Ada yang berada pada zona merah, ada yang tidak. Ada yang penderita akibat terpapar virus corona dalam jumlah banyak, tetapi ada yang hanya sedikit jumlah penderitanya, bahkan ada yang nol. Hal ini dipakai ukurannya adalah Daerah administrasi pada tingkat kabupaten kota, sebagai titik berat otonomi Daerah dalam arti punya kewenangan mandiri untuk mengambil kebijakan.
Soal Administrasi Pemerintahan
Tentang ketidaksamaan pengambilan kebijakan ini dapat dipahami berdasarkan dikotomi kewenangan Daerah dalam Negara Kesatuan. Di dalam negara kesatuan, pengambilan kebijakan bersifat terpusat. Hanya ada satu aturan dan pelaksanaan aturan yang berlaku di seluruh wilayah negara. Melenceng dari prinsip ini, berarti wilayah yang melenceng dimaksud dinilai melakukan pembangkangan. Sebab prinsip negara kesatuan memang hanya ada satu aturan yang harus diterapkan di seluruh wilayah. Perkecualian hanya dapat dilakukan atas otoritas konstitusi.
Tentang otonomi Daerah, merupakan prinsip bahwa pada negara yang menerapkan prinsip ini diberi keleluasaan untuk mengatur rumah tangga Daerah otonom sesuai karakter Daerah masing masing. Daerah punya kewenangan untuk melakukan dan atau mengambil kebijakan apa saja sesuai karakter Daerah masing masing yang tidak dapat dicampurtangani oleh pihak luar Daerah otonom. Termasuk pemerintah Pusat sebagai induknya. Kewenangan sepenuhnya dijamin oleh konstitusi dan merupakan sistem yang berlaku secara universal.
Dalam sistem pemerintahan di Indonesia, otonomi Daerah diterapkan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemahamannya bahwa yang menjadi dasar utama adalah Negara Kesatuan, sementara otonomi Daerah sebagai bagian ke dua. Untuk itulah berdasarkan peraturan perundangan yang mengatur masalah ini telah ditetapkan kewenangan Pusat itu apa saja. Dinyatakan ada lima kewenangan Pusat yang merupakan urusan nasional yaitu urusan fiskal/moneter, urusan agama, urusan militer, urusan peradilan. Selebihnya adalah urusan Daerah sebagai refleksi Daerah otonom. Untuk kewenangan Daerah otonom ini tentu sangat luas atau banyak, karena menyangkut urusan yang berada di luar yang lima itu.
Penetapan Lock Down
Lockdown, yang secara praktis diartikan sebagai kuncian atau mengunci, atau isolasi atau karantina berarti sebuah prosedur keamanan darurat, ketika aparat melarang orang keluar masuk suatu lokasi. Dalam hubungan ini lokasi yang secara administratif adalah Daerah otonom (Kabupaten/Kota). Pada awal virus ini merebak, beberapa Daerah menerapkan lock down. Misalnya kota Solo, yang didahului oleh lockdown yang dilaksanakan oleh orang orang kampung. Namun beberapa waktu kemudian kebijakan ini “ditegur” Pusat, dengan menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan otoritas Pusat.
Meskipun agak lambat, Pusat benar benar mengeluarkan kebijakan lock down ini, ketika berbagai Daerah sudah melaksanakan secara lunak.
Kebersamaan secara menyeluruh untuk lock down baru dilakukan secara ketat menyusul dikeluarkannya Keppres No 9 Tahun 2020. Dalam Keppres ini dinyatakan bahwa semua gubernur itu adalah satgas Daerah. Kapolda Panglima dan beberapa yang menjadi perangkat di dalam gugus tugas. Artinya secara administrative soal ini merupakan kewenangan Pusat. Kepastian ini didahului oleh Maklumat Kapolri berisi 6 poin yang kemudian dijadikan sebagai dasar Polri melakukan pengawasan secara ketat terhadap pelaksanaan lock down.
Secara administratif sebenarnya kewenangan untuk menerapkan lock down ini ada pada Daerah, yang penyebarannya tidak sama. Apa lagi untuk luar Jawa. Namunn mendasarkan diri pada struktur hirarkhi peraturan perundang undangan pada akhirnya Pusat menemukan legitimasi untuk mengambil alih permasalahan ini dan menjadikan sebagai masalah nasional. Dasarnya adalah pada struktur peraturan perundang undangan (vide pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan UU No. 5 Tahun 2019).
Struktu peraturan perundangan sebagai dasar operasional adalah Undang Undang/Perpu, yaitu Perppu No. 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan /atau Stabilitas Sistem Keuangan. Sebagai pelaksanaan ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP No. 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam, Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). Sebagai semacam petunjuk praktis telah ditetapkan Keppres No. 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedarurartat Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). Sayangnya bukan Perpres. Ketiganya ditetapkan tanggal 31 Maret 2020.
Dalam kaitan inilah Nampak bahwa yang mengedepan adalah otoritas Pusat yang didasaarkan pada hirarkhi peraturan perundangan, bukan substansi otonomi Daerah. Pada hal senyatanya tiap Daerah punya kekhasan tersendiri, ibarat penyakit stadium deritanya tidak sama.
Oleh karena itulah terkesan aneh, ketika suatu Daerah tertentu tidak teerkena pandemi virus korona tetapi tetap secara ketat diterapkan lock down. Bisa saja argumentasi bahwa hal itu untuk menjaga masuknya virus, namun demikian akan lebih bijak jika penerapan untuk Daerah seperti ini lebih longgar. Tidak menyamaratakan seluruh Daerah sama seperti zona merah. Sebab akibat dari penetapan lock down ini berpengaruh besar pada seluruh sector kehidupan, utamanya perekonomian warga, lebih khususnya golongan bawah.***