Oleh: Dr. H. Jhoni, SH.MH
TIDAK ada hujan tidak ada angin, tak ada konsultasi atau pemberitahuan terlebih dahulu, entah dengan maksud apa, tiba tiba saja ada sepucuk surat dari PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. kantor Wilayah Jakarta, bernomor : B. IS1--KW-V/ADK/02/2020, tertanggal 1 Februari 2020. Surat ini tentang: Persyaratan Deposit untuk Rekanan Bidang Kredit Kanwil Jakarta I, ditujukan kepada Notaris & PPAT Rekanan Kanwil BRI Jakarta 1. Surat ini kemudian menyebar dan secara tidak langsung juga berlaku dan menjadi referensi untuk Notaris Rekanan BRI di seluruh Indonesia.
Substansi Surat
Isi surat, bahwa sehubungan dengan kerjasama para Notaris dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah Jakarta 1, guna memenuhi salah satu persyaratan aspek legalitas yang diatur didalam ketentuan untuk biro jasa di BRI, ditekankan agar: pertama, Biro jasa rekanan BRI (termasuk Jasa Notaris) wajib memiliki kemampuan yang memadai diantaranya tenaga ahli, reputasi dan karakter dari masing-masing tenaga ahli, kelengkapan peralatan (asset) yang diperlukan/dimiliki maupun kemampuan keuangan yang bersangkutan (modal).
Kedua, pada setiap biro jasa wajib memiliki rekening di BRI guna untuk kelancaran transaksi antara rekanan dengan BRI dan jasa keuangan lainnya. Ketiga, para Notaris diwajibkan kembali untuk memenuhi persyaratan memiliki SimpananlTabungan dalam bentuk Tabungan BRITAMA, atau GIRO BRI di wilayah kerja Kanwil BRI Jakarta 1 dengan nilai minimal sebesar Rp. 250.900.000i- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan wajib di-blokir selama menjadi rekanan.
Ketiga, apabila para Notaris rekanan BRI dimaksud memenuhi persyaratan tersebut diminta agar segera mengirimkan bukti Simpanan Tabungan beserta bukti Blokir ke Bagian ADK Kanwil BR1 Jakarta 1 paling lambat tanggal 28-02-2020 dimana persyaratan tersebut akan digunakan sebagai bahan evaluasi untuk pertimbangan perpanjangan rekanan bagi para Notaris yang menjdi kolega dari BRI yang bersangkutan.
Jawaban Notaris
Memperoleh surat yang tidak jelas dasar hukumnya ini, para Notaris menjadi galau. Hal ini kemudian direspon oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI), dengan mengirimkan surat ke Kantor BRI wilayah Jakarta I, dengan inti bahwa sehubungan dengan banyaknya masukan, pertanyaan, laporan, dan keluhan dari Anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) tentang “kewajiban” yang harus dilakukan oleh Notaris jika ingin menjadi Notaris yang rnernbuat akta pada Bank dimaksud, antara lain bahwa membuka rekening dan menempatkan sejurnlah dana di Bank tersebut yang jurmlahnya ditetapkan oleh pihak Bank.
Adanya kewajiban pemberian komisi atas biaya dan setiap akta yang dibuat oleh Notaris pada Bank tersebut, yang besarnya ditetapkan/tidak ditetapkan oleh pihak Bank, maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, djelaskan bahwa akta otentik yang dibuat oleh Notaris atau dibuat di hadapan Notaris adalah suatu alat bukti tertulis yang bersifat mencerminkan atau mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum untuk menjamin keabsahan, ketertiban, dan pedindungan hukum, maka Notaris sebagai pejabat umum, menjalankan tugas dan jabatannya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan. Maknanya bahwa demi tercapainya kepastian hukum maka Notaris adalah pejabat umum yang diberi kewenangan Oleh Negara untuk membuat akta otentik dan Jabatan Notaris adalah jabatan kepercayaan. Artinya Notaris dengan kepercayaan menjadi satu kesatuan dan tak terpisahkan, dan jabatan Notaris tidak bisa dipersamakan dengan biro jasa di bidang perkreditan.
Dari deskripsi yuridis ini, bahwa alasan berbagai kewajiban yang disyaratkan oleh Bank agar ada “jaminan” dan Notaris
yang akan membuat akta-kta adalah hal yang tidak sepatutnya, karena dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, justru Notaris lah yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan sebagaimana diatur dalarn Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, bukan sebaliknya.
Dengan demikian kewajiban yang dikenakan kepada Notaris yang akan membuat akta-akta di Bank tersebut, juga melanggar Kode Etik Notaris, serta mencemari prinsip-prinsip “good corporate governance.
Harus Dicabut
Kiranya jelas bahwa ketentuan yang dijadikan sebagai dasar untuk penempatan sejumlah dana itu sifatya illegal, dalam arti bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip etika yang harus ditegakkan yaitu menjadikan Notaris sebagai jabatan yang melayani publik dan bukan sebagai rekanan yang berkedudukan sebagai subyek hukum privat.
Hal ini memberikan pemahaman bahwa syarat tersebut disamping menciderai profesi Notaris juga bertentangan dengan ketentuan tentang jabatan Notaris. Tidak ada jalan lain, surat tersebut segera dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta tidak mempunyai akibat hukum apapun dalam kaitanya dengan hubungan hukum antara pihak Bank dengan nasabah, dan yang mendudukkan jabatan Notaris sebagai jabatan publik.
Hal di atas beralasan, satu dan lain hal adalah untuk menghindarkan diri dari persepsi dan kedudukan Notaris sebagai pengasong dan broker. Demikian pula, untuk mencegah lebih lanjut surat itu dijadikan sebagai referensi bagi pihak penyedia layanan kredit (bank) yang justru akan mempersulit dan mempersempit lalulintas perkreditan dan pada gilirannya akan menghambat usaha para rekanan untuk lebih maju dalam usahanya.***