Banjarmasin, Koranpelita.com
Perkembangan teknologi informasi diantaranya, online shop dan market digital yang cukup pesat, tak luput dari perhatian wakil rakyat yang duduk legistatif Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Untuk menghindari potensi yang bisa merugikan masyarakat konsumen di provinsi ini, Komisi II DPRD Kalsel, menilai perlu dilakukan kajian khusus untuk memberikan perlindungan pada konsumen online baik untuk barang maupun jasa.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Imam Suprastowo, saat konsultasi ke Direktorat Jendral Perlindungan Konsumen Dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI di Jakarta, Senin (9/3/2020) tadi.
Dalam penyampaianya, ketua komisi membidangi ekonomi dan keuangan ini mengungkapkan, di Kalsel saat ini hanya memiliki satu Badan Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK) di bawah naungan Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel, yang tugasnya menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen.
Padahal Provinsi Kalsel terdapat 13 Kabupaten/Kota yang harus terlayani dengan anggaran yang terbatas.
“Harapan kami dari Komisi II, pemerintah pusat dapat melakukan filterisasi terhadap para pelaku usaha online (e-commerce) melalui suatu regulasi, sehingga konsumen benar-benar dapat terlindungi”, pinta Imam Suprastowo saat itu.
Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ir Ardiansyah Parman didampingi Direktur Pemberdayaan Konsumen Ditjen PKTN Kemendag RI, Nina Mora mengapresiasi positif upaya yang ingin ditempuh Komisi II DPRD Kalsel.
Ardiansyah menjelaskan, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, BPSK menjadi kewenangan pemerintah provinsi, setelah sebelumnya merupakan kewenangan dari kabupaten/kota.
Diakuinya, dalam masa transisi peralihan kewenangan tersebut, banyak provinsi masih mengalami masalah terkait dana operasional untuk mendukung BPSK.
Sehingga perlu ada komunikasi yang baik di daerah antara eksekutif dan legislatif agar persoalan pendanaan ini terselesaikan.
“Saat ini, pemerintah pusat sedang menyusun formula sistem informasi pengaduan konsumen nasional, sebagai embrio dari dispute resolution secara online”, beber Ardiansyah.
Rencana kebijakan tersebut sebagai pengganti terbatasnya jumlah BPSK di daerah dalam menghadapi maraknya e-commerce yang tumbuh berkembang di seluruh Indonesia.(HMS/ipik)