Kota Cirebon,KoranPelita.Com
Pimpinan dan Komisi III DPRD Kota Cirebon mengundang semua pihak untuk menyelesaikan polemik rusaknya Situs Sultan Matangaji dalam rapat dengar pendapat di Griya Sawala gedung DPRD, Senin (24/2).
Hadir mulai dari pihak pengembang perumahan PT Dua Mata Sejahtera, pemilik lahan, kesultanan dan dinas terkait serta Budayawan Kota Cirebon. Dari hasil rapat tersebut, DPRD mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Kota Cirebon agar dapat menyelesaikan persoalan tersebut maksimal satu bulan.
Ketua Komisi III, dr Tresnawaty SpB mengatakan, DPRD dalam hal ini sifatnya hanya memfasilitasi agar ramainya persoalan Situs Matangaji di masyarakat bisa diketahui kebenarannya.
“Kami komisi III merekomendasikan agar sementara waktu tidak ada aktivitas apapun di lokasi. Sambil menunggu proses pengkajian mendalam bersama baik dari DKOKP, pihak keraton, maupun filolog agar lebih jelas,” katanya.
Komisi III rencananya akan mengadakan rapat kembali pada akhir Maret mendatang untuk mengetahui hasil kajian. “Kami beri waktu satu bulan, apapun hasilnya sampaikan kembali pada rapat nanti,” ujarnya.
Senada dengan yang disampaikan Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, M Handarujati Kalamullah SSos. Pria yang kerap disapa Andru itu meminta agar tidak ada aktivitas di lokasi tersebut. Andru juga menyarankan kepada pemerhati budaya dan keraton untuk inventarisasi situs-situs sejarah di Kota Cirebon agar tidak terjadi lagi persoalan yang sama.
“Siapkan literaturnya, supaya persoalan seperti ini tidak terulang kembali,” katanya.
Andru berharap, persoalan Situs Matangaji bisa selesai dan mendapatkan solusi yang terbaik. “Yang terpenting jaga kondusivitas, mari kita wujudkan Kota Cirebon sebagai kota kreatif yang berbasis budaya dan sejarah,” harapnya.
Sementara itu, Juru Bicara Keraton Kanoman, Ratu Arimbi Nurtina berharap, situs-situs yang ada di Kota Cirebon dapat dijaga dan dipelihara bersama.
“Saya prihatin, semoga persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik, jangan saling menyalahkan. Mari jaga bersama situs-situs bersejarah yang ada,” ucapnya.
Arimbi juga berharap, ada peraturan di daerah sebagai payung hukum untuk melindungi cagar budaya dan masyarakat hukum adat.
“Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52/2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, saya pikir di daerah juga perlu,” tuturnya.(Mahmud)