Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH
KORUPSI yang diawali dengan OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK terhadap Komisioner KPU Pusat, Wahyu Setiawan bagai bola salju (snow ball) yang terus menggelinding menyasar banyak pihak. Diantaranya para petinggi KPU (terungkap dari pernyataan terperiksa pada sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP), atau pihak lain di jajaran petinggi PDIP. Seperti lagu terkenal legendaris keroncong, Gesang: mengalir sampai jauh. Satu diantara yang kontroversial adalah keterlibatan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Keterlibatan yang tentu saja tidak semata secara pribadi, namun secara organisatoris, yang pada sisi lain menambah panjang deret masalah yang menjadi obyek korupsi di tanah air.
Bak lakon sinetron, keterlibatan dari fungsionaris puncak PDIP itu adalah dalam hal adanya surat yang ditandatangani oleh yang bersangkutan. Masalahnya adalah ketika akan diadakan penggeledahan, kantor DPP PDIP itu tutup. Tidak dibukakan oleh penjaga atau security kantor , dengan alasan sang penggeledah dari KPK tidak membawa Surat Tugas yang sesuai dengan yang akan dilaksanakan, yaitu penggeledahan. Tentu saja hal ini ditepis oleh para penggeledah dari KPK dimaksud, bahwa mereka lengkap membawa Surat Tugas. Namun lagi lagi dari PDIP kemudian berkilah bahwa Surat Tugas yang dibawa itu tidak jelas dalam arti secara spesifik penggeledahan dalam rangka apa, untuk memperoleh apa dan sebagainya, yang secara administratif harusnya lengkap. Intinya penggeledahan batal
Mekanisme Penggeledahan
Ada hal menarik yang menjadi bahan referensi dalam hal penggeledahan, terhadap kantor PDIP yang gagal itu. Yaitu soal meknisme penggeledahan dan terkait dengan penggeledahan terhadap penguasa yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan begitu besar yaitu PDIP yang menjadi partai pemenang pemilu dan saat ini memegang kendali pemerintahan di Indonesia.
Faktanya, bahwa penggeledahan terhadap kantor PDIP gagal, itu sebagaimana dijelaskan oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar bahwa tim KPK juga sudah dibekali dengan surat tugas yang lengkap. Tujuannya, diperlunak dengan substansi tugas mereka hanya ingin mengamankan lokasi seperti membentangkan ‘police line’ khas KPK. Namun ‘KPK line’ itu gagal terpasang. Faktanya pula, sebetulnya mereka dibekali dengan Surat Tugas. Demikian pula secara prosedural tim KPK saat itu juga sudah berkomunikasi dengan pihak keamanan di Kantor DPP PDIP. Namun demikian pihak keamanan kemudian mencoba menghubungi atasan mereka dan terlalu lama karena kemudian tim KPK harus berbagi untuk mencari, menempatkan ‘KPK line’ di tempat atauobyek lain sehingga kemudian ini ditinggalkanlah kantor yang akan dipasang police line dimaksud.
Dari hal di atas, hal tersebut memberi kesan diperlunak, dan tidak menggambarkan tugas yang zakelijk sebagaimana dilakukan selama ini oleh tim penggeledah KPK. Ada kesan kuat bahwa dalam melaksanakan tugasnya ini, tim dari KPK seolah tidak yakin dan tidak percaya diri. Hal yang tentu saja menjadi catatan atas peristiwa yang seharusnya tidak demikian. Proteksi yang diberikan kepada para petugas ini ten tusaja sudah sangat cukup, namun karena berhadapan dengan kekuasaan maka kemudian menjadi lembek. Mereka seolah hanya petugas penempel stiker yang gagal melaksanakan tugasnya.
Dari pihak yang punya kantor dan akan dilaksanakan penggeledahan, tentu saja berargumentasi berdasarkan apa yang menguntungkan mereka. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam hal ini “meluruskan” informasi perihal penggeledahan dan penyegelan oleh penyidik KPKdi Kantor DPP PDDIP dimaksud. Sekadar membantah, informasi yang disampaikan oleh Sekjen bahwa memang ada sejumlah orang yang menyambangi Kantor DPP PDIP. Namun dikarenakan tak memiliki legalitas, maka pihak DPP PDIP tak memberikan izin masuk kepada mereka. Sangat sumir dan politis, serta kasihan tim penggeledah KPK yang sedang melaksanakan kewajibannya.
Pelajaran Berharga
Dari penggeledahan dan penyegelan yang gagal itu, setidaknya dapat diberikan catatan untuk agar KPK lebih berhati hati dalam hal kinerjanya melakukan penggeledahan. Hendaknya diperhatikan berbagai hal yang sifatnya teknis (tidak semata yuridis) terhadap kinerjanya, terutama pada alamat penggeledahan yang dituju. Berbagai kemungkinan yang muncul. Untuk ini hendaknya dapat dicarikan solusinya secara akurat sebelum dilakukan penindakan.
Tidak cukup dari sisi yuridis, kiranya hal hal yang besifat non yuridis seperti subyek yang akan digeledah atau menjadi alamat penggeledahan menjadi perhatian khusus dan bahkan perhatian utama. Norma lama masih belum terpatahkan, bahwa hukum termasuk dalam hal ini kinerja perangkatnya harus berpegang pada teori lama bahwa hukum itu tumpul ke atas tajam ke bawah.
Jika selama ini tak pernah ada halangan dalam hal penggeledahan terhadap institusi yang mempunyai kekuasaan lemah, itu tak bisa dijadikan jaminan terhadap seluruh kinerja penggeledahan. Faktanya tidak demikian halnya dengan yang punya kekuasaan kuat. Hukum masih berpihak kepada kekuatan dari kekuasaan beserta dengan refleksinya. Oleh karena itu, tidak cukup hanya dengan cap sebagai lembaga superbody. Untuk itu segala sesuatunya harus dipertimbangkan masak masak jika hendak dijadikan obyek penggeledahan itu penguasa.
Kendatipun secara nalar argumentasi yang disampaikan oleh pihak tergeledah, yang punya kekuasan itu lemah namun tetap saja dalam praktiknya meduduki posisi kuat. Kendatipun peggeledahan sudah dipersiapkan sedemikian rupa, baik secara administratif dalam arti legalitasnya maupun ketertiban personal, tetap saja ha itu masih dipandang sebagai satu kesalahan. Memang menurut teori lama siapapun orangnya, subyek hukum manapun tetap akan menolak jika dinyatakan melanggar hukum, atau terlibat dalam pelanggaran hukum apalagi bakal berurusan dengan pihak penegak hukum (KPK) yang pasti akan merepotkan.
Ke depan, persiapan untuk melakukan penegakan hukum terhadap subyek yang punya akses berlebih, baik kekuasaan, ekonomi, ketokohan dan sebagainya hendaknya dipersiapkan dengan berbagai kemungkinan secara lebih cermat. Marwah KPK yang berani menggebrak di awal jabatannya ini patut diacungi jempol namun tidak sekadar sebagai semacam show yang ternyata hasilnnya nol. Gagalnya penggeledahan mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap KPK, di samping permakluman terhadap kekuatan pihak yang menjadi alamat tergeledah yang tak goyah.***