Oleh: Dasman Djamaluddin
Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2020 semakin ketat dan menarik untuk terus diikuti. Tudingan Donald Trump dari Partai Republik yaitu Presiden AS sekarang yang ingin kembali berkuasa untuk kedua kalinya kepada saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden semakin tidak terkendali.
Tidak terkendali, karena Trump sudah meminta terang-terangan, yaitu Ukraina dan Republik Rakyat China (RRC) menyelidiki Joe Biden. Pertanyaannya, mengapa harus melibatkan negara lain. Sebelumya ketika Pemilihan Presiden empat tahun lalu, Trump dituduh minta bantuan Rusia.
Dewan Perwakilan Rakyat AS yang dikuasai Partai Demokrat dalam pemungutan suara baru-baru ini menyatakan Trump harus dimakzulkan. Tetapi bukan berarti otomatis Trump sudah dimakzulkan. Ada lagi tahap berikutnya, yaitu bagaimana putusan akhir di Senat AS yang dikuasai mayoritas dari Partai Republik AS.
Waktu itu, mantan kepala badan intelijen Israel “Mossad,” Tamir Pardo, memang telah mengklaim bahwa campur tangan Rusia di dunia maya telah membantu mempengaruhi pemilu presiden Amerika Serikat (AS) 2016 yang dimenangkan Donald Trump. Demikian bunyi laporan yang diturunkan media Israel, Haaretz.
Menurut Pardo, Rusia memilih kandidat yang paling menguntungkan secara politis untuknya dan menggunakan “bot” online untuk mengantarkan Trump ke kursi kepresidenan.
Terlepas benar atau tidak laporan tersebut, tetapi sebahagian besar rakyat AS percaya bahwa Rusia telah membantu Trump mengalahkan calon presiden AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Sekarang Presiden AS Donald Trump secara terang-terangan mengatakan bahwa dia ingin agar China dan Ukraina melakukan penyelidikan terhadap mantan wakil presiden AS Joe Biden.
Pernyataan mengejutkan yang sepertinya bakal memperkuat dugaan yang sedang diselidiki dalam upaya pemakzulan disampaikan langsung oleh Trump, Kamis 3 Oktober 2019 lalu.
Trump sebelumnya telah menjadi sasaran penyelidikan formal untuk pemakzulan yang didorong Partai Demokrat di Kongres (DPR) AS, menyusul adanya laporan pengaduan yang menyebut Trump telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai presiden.
Dugaan tersebut berkaitan dengan pembicaraan telepon antara Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, pada 25 Juli lalu.
Menurut rangkuman transkrip pembicaraan telepon yang dirilis Gedung Putih, Trump disebut meminta bantuan Zelensky untuk menyelidiki Joe Biden dan putranya Hunter, dalam kaitannya dengan skandal migas yang dilakukan di Ukraina.
Sekarang kita melihat dan menyaksikan, apakah pemakzulan Presiden Donald Trump terjadi ? Atau yang terjadi sebaliknya, Trump akan terpilih kembali menjadi Presiden AS untuk empat tahun mendatang. Atau rakyat AS akan memilih Calon Presiden dari Partai Demokrat?
Sebelumnya, usaha mencalonkan Trump untuk menerima Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2018 telah dibantu Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe. Ia mengatakan, “Saya telah menominasikan Anda, dengan hormat, atas nama Jepang. Saya meminta mereka untuk memberi Anda hadiah Nobel Perdamaian,” Trump membacakan surat Shinzo Abe kepadanya, seperti diwartakan USA Today, 15 Februari 2019.
Masuknya Trump dalam nominasi peraih Nobel dikaitkan dengan upayanya yang membuka dialog dengan Korea Utara yang selama ini berseteru dengan Gedung Putih.
Pada 2018, Trump dan Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara akhirnya bertemu di Singapura setelah selama ini keduanya kerap perang mulut dan saling ancam.
Sejak pertemuan bersejarah itu, Trump mengklaim Korea Utara bukan lagi ancaman terkait senjata nuklir yang dimilikinya. Selanjutnya Trump dan Kim bertemu lagi di Hanoi, Vietnam pada 27 sampai 28 Februari 2019.
Kabar terkait langkah Shinzo Abe mendukung Trump membikin gaduh Jepang, baik di media dan parlemen. Surat kabar harian yang condong ke kiri, Asahi Shimbun, maupun surat kabar Yomiuri Shimbun yang condong ke kanan, dengan mengutip sumber pemerintah Jepang yang tidak mau disebutkan identitasnya, sama-sama menyebut Abe memang telah mencalonkan Trump untuk mendapat hadiah Nobel.
Sementara Shinzo Abe justru enggan mengomentari pernyataan Trump terkait dirinya yang diisukan mengajukan nama. Saat Abe berbicara di hadapan Parlemen, ia lebih memilih memuji kepemimpinan Trump yang dianggap mampu mengatasi masalah nuklir Korea Utara dan mengadakan KTT bersejarah di Singapura.
Dilansir “The New York Times,” Abe juga bersyukur Trump ikut mengkhawatirkan nasib warga Jepang yang diculik oleh Korea Utara saat KTT di Singapura.
“Saya menghargai kepemimpinan Presiden Trump,” kata Abe. Namun, ketika ditanya terkait nominasi hadiah Nobel Perdamaian, ia memilih bungkam dan mengutip kebijakan komite Nobel yang tidak boleh mengungkapkan nominasi sampai 50 tahun setelah Nobel diberikan.
Tetapi Trump dari hasil pengumpan hasil penerima Nobel Perdamaian 2019, juga gagal memperolehnya. Nasib Trump sekarang sangat tergantung dari keputusan Senat AS, apakah ia dimakzulkan atau tidak. Atau ia dengan sendirinya akan mengalami kekalahan dalam Pemilihan Presiden AS 2019 atau sebaliknya. (Penulis, wartawan senior juga pengamat internasional)