Tulisan ini masuk dalam urutan ketiga dari entah berapa seri tulisan perihal Ambon. Percayalah. Memang tak akan ada habisnya menuangkan Ambon dalam sebuah cerita. Ambon adalah berjuta cerita.
Seperti dikisahkan dalam tulisan sebelumnya, saya mengikuti secara hikmat dan seksama acara pembukaan peringatan HUT OJK ke-8 di KOJK Maluku di bawah pimpinan Pak Bambang Hermanto. Kata demi kata, saya resapi walau panasnya Ambon kadang membuat konsentrasi ambyar. Tapi hanya sebentar, karena selesai seremoni, saatnya berselfie.
Dan, kini giliran saya mengundang dan mengajak Bu Anggar, Pak Asep Suwondo, dan Pak Bambang serta rombongan dari OJK untuk mengunjungi BPJS Ketenagakerjaan Cabang Maluku. Ini penting. Bahkan teramat penting. Dikunjungi para pimpinan OJK adalah sebuah peristiwa yang istimewa. Sebab, para pimpinan OJK bisa melihat langsung bagaimana kami, bpjamsostek, melayani sepenuh hati setiap anak negeri tanpa terkecuali.
Saya jelaskan bahwa sekali pun berada di daerah 3T, daerah tertinggal, terdepan dan terluar di Indonesia, bpjamsostek tetap hadir. Sebut saja di Tual. Ini menarik untuk dikunjungi tapi tidak semua orang betah ditempatkan berlama-lama. Tapi, ada kantor cabang perwakilan kami di Tual.
Sejenak setelah naik tangga ke lantai 3 gedung BPJS Ketenagakerjaan Cabang Ambon Maluku, kami mengambil nafas lalu menyebar mencari tempat duduk di ruang rapat.
Lalu mendapat cerita bahwa salah satu karyawan belum lama terkilir kakinya karena lompat saat Ambon digetarkan gempa yang agak kencang. Cerita itu bukan untuk menakut-nakuti. Cerita yang memberi pesan wasada, karena bumi Ambon memang sering bergetar. Tak perlu panik.
Saya mempersilakan para tamu untuk minum air putih dalam gelas (bukan dari botol plastik) serta mencicipi hidangan khas Ambon, singkong goreng sambal colo-colo dan sukun goreng yang gurih, yang alhamdulillah didapat walau bukan pada musim yang tepat.
Saya membuka acara dengan terlebih dahulu mengucap syukur dan ucapan terimakasih rombongan OJK pusat dan Maluku berkenan mengunjungi bpjamsostek Cabang Ambon Maluku. Selanjutnya, saya kenalkan satu persatu pejuang tangguh jaminan sosial ketenagakerjaan dari pimpinan cabang Pak Alias Muin, para kepala bidang (Bu Muy, Pak Adi, Pak Saleh Afif) dan beberapa staf lainnya.
Sebelum saya mempersilakan Pak Kakacab memaparkan rencana kerja dan capaian, saya sedikit menjelaskan beberapa hal penting yang tidak semua dari kita mungkin memiliki pemahaman yang sama. Bahwa program jaminan sosial adalah program negara, saya yakin ini pun belum semua paham. Demikian juga jaminan sosial ketenagakerjaan yang bersifat wajib bagi pekerja (formal dan informal), mungkin juga belum diketahui.
Karena jaminan sosial ketenagakerjaan adalah program negara dan bersifat wajib, bpjamsostek perlu mengajak semua pihak untuk mensukseskan program negara tersebut. Bpjamsostek tidak mungkin bisa bekerja sendiri, maka bpjamsostek perlu menggandeng berbagai pihak untuk bekerja sama, termasuk Pemerintah Daerah dan OJK.
Dalam kesempatan tersebut, saya juga menyampaikan permasalahan ketidakjujuran para pemberi kerja dalam melaporkan jumlah tenaga kerja, gaji pekerja sebenarnya, dan tidak mengikuti semua program negara yang ada. Tentunya hal ini dimaksudkan agar juga diketahui oleh OJK selaku pengawas industri keuangan.
Mungkin institusi yang diawasi OJK juga melakukan hal serupa. Di Maluku, OJK dan bpjamsostek cabang Ambon Maluku, barangkali dapat bersinergi menertibkan pemberi kerja yang diawasi OJK yang mungkin ada yang belum patuh. Juga mengajak untuk berinovasi agar bisa memastikan seluruh pekerja terlindungi tanpa ada yang tertinggal.
Selanjutnya, saya meminta Pak Alias Muin untuk menjelaskan jelajah wilayah yang tak mudah dijangkau di bawah Cabang Ambon. Dengan menggunakan peta, tergambar sangat baik bagaimana indahnya Maluku dengan nama-nama kabupaten dan kota yang unik.
Tapi percayalah memang alamnya sangat indah walau tak mudah menjangkau setiap kabupaten yang ada. Perlu perjuangan keras untuk menuju ke lokasi dan kembali ke tempat asal juga perjuangan tersendiri. Moda transportasi yang ada, semua harus dinaiki, dari kendaraan darat, udara, dan juga laut. Kadang perlu jalan kaki karena sulitnya lokasi. Menginap di rumah penduduk atau tak bisa langsung kembali sering harus dijalani.
Tantangan lainnya pekerja kebanyakan di sektor bukan penerima upah atau sektor informal. Tidak mudah dan tidak murah menjangkau mereka. Sehingga jika hanya dilihat dari bisnis saja, biayanya terlalu tinggi. Tapi ini adalah jaminan sosial yang memang perlu hadir nyata melindungi pekerja dan keluarganya.
Selanjutnya, saya memohon dengan hormat Ibu Anggar dan Bapak Bambang memberikan suntikan semangat bagi garda terdepan laskar jaminan sosial ketenagakerjaan di Cabang Maluku. Bu Anggar terlihat agak kaget dengan kerasnya wilayah Maluku dari sisi alam yang tak mudah untuk dijangkau.
Dan beliau mengapresiasi kehadiran bpjamsostek di wilayah 3T sesuai dengan misi dan visi Pemerintah untuk membangun dari daerah 3T. Tantangan yang sama sebenarnya dengan OJK yang tuntut untuk menaikkan literasi keuangan dan inklusif keuangan masyarakat.
Ibu Anggar lebih lanjut menambahkan masyarakat kita belum terbiasa memikirkan bagaimana hari tua saat pensiun nanti. Menabung bukan menjadi kebiasaan. Padahal yang benar adalah jangan menyisakan uang untuk menabung, tapi seharusnya menyisihkan uang untuk menabung ataupun untuk jaminan sosial ketenagakerjaan.
Dalam kaitannya dengan pekerja sektor informal, baik Bu Anggar maupun Pak Bambang mencari inovasi supaya pekerja mau ikut dan dapat membayar iuran dengan berbagai alternatif. Misal nelayan membayar dengan ikan tangkapannya, petani dengan hasil taninya. Fleksibilitas dalam membayar baik dengan barang dan waktu pembayaran seharusnya membuat para pekerja informal tertarik menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan.
Nah, lanjut beliau, bpjamsostek mesti membuat testimoni dari peserta yang telah terlindungi, yang telah merasakan manfaat jaminan sosial. Dengan begitu, masyarakat akan lebih percaya. Begitu pesan dan berbagai kata penyemangat yang kami dapat dari pimpinan OJK.
Waktu tak terasa berputar cepat. Harus segera mengisi perut sebelum acara berikutnya menanti: acara seru mempromosikan profesi aktuaris bagi mahasiswa dan siswa SMA di Ambon dalam Seminar Program 1000 Aktuaris.
Nah urusan perut, harus segera diselesaikan di meja makan. Dan, menu ikan kuah pala terasa segar dan memberi semangat baru untuk acara yang seru berikutnya.
Seminar Program 1000 Aktuaris dimulai. Sambutan pertama dari Dekan FMIPA Universitas Pattimura. Prof. Dr. Pieter Kakisina Spd, Msi. Beliau pun baru mengenal ilmu aktuaria belum terlalu lama, kurang lebih dua tahun saat beliau mengikuti sebuah acara di UGM. Dan, Unpatti sangat ingin juga memiliki prodi aktuaria suatu saat yang tepat nanti.
Bu Anggar kemudian dimohon untuk memberi sambutan sekaligus menabuh genderang sebagai tanda dimulainya dan dibukannya Seminar. Banyak pesan untuk mahasiswa dan siswa SMA bahwa aktuaris adalah profesi menjanjikan di masa depan. Pesan agar peserta tergugah belajar dan menekuni profesi aktuaria.
Selepas pembukaan dan tentu foto bersama, acara selanjutnya adalah diskusi panel. Moderator acara diskusi panel ini adalah Ibu Lusye Bakarbessy MSc. Ibu Lusye memanggil para narasumber Bapak Asep Suwondo dari OJK, Ibu Fransiska M Ruswita dari PAI, Pak William J Dugan dari READI, dan saya dari bpjamsostek.
Pak Asep menuturkan tentang kebutuhan aktuaris dalam industri jasa keuangan. Juga tentang siapa aktuaris, seperti apa aktuaris yang baik, dan di mana saja aktuaris dibutuhkan. Ini pula yang mengingatkan saya saat awal program 1000 aktuaris dicanangkan oleh OJK. Saat itu, saya masih ngantor di OJK.
Dari awal tahun 2013 sampai dengan awal 2016, bersama PAI dan READI bergerilya meyakinkan berbagai pihak (universitas, Dikti, dan industri) akan pentingnya membangun kapasitas SDM di bisang keilmuan aktuaria. Kala itu Dikti dan universitas belum memiliki program studi S1 bidang aktuaria. Lalu kita ajak untuk memikirkan minimnya pasokan tenaga aktuaris, termasuk prospeknya di masa depan. Rasanya, tidak rela jika kemudian Indonesia banyak dibanjiri aktuaris manca negara.
Bu Ruswita dari PAI menyampaikan berbagai upaya untuk terus mencetak tenaga aktuaris dengan standard yang jelas dan bahkan diakui dunia. Bu Ita juga menyampaikan siapa yang bisa menjadi aktuaris, bagaimana caranya, kemudahan penyetaraan jika seorang mahasiswa jurusan matematika, statistika, aktuaria profesi aktuaris memiliki nilai tertentu dengan tanpa perlu ikut ujian PAI, dan lain-lain.
Sementara Pak William bercerita tentang READI project yang membantu pemerintah Indonesia menyiapkan tenaga aktuaris dari berbagai sektor. Misalnya saja, kesiapan universitas memiliki program studi aktuaria, menjelaskan ke berbagai stakeholder pentingnya aktuaris, bagaimana peran aktuaris secara umum di luar negeri, dan sebagainya.
Giliran saya, panitia minta saya bercerita tentang karir. Berkisah tentang bagaiamana saya yang asli dusun Nganjir yang berbekal menyukai pelajaran matematika bisa mengenal dunia aktuaria. Bahkan saat sekolah ke luar negeri pun secara khusus diminta untuk mengambil aktuaria walau tidak banyak universitas saat itu memiliki prodi tersebut.
Berbekal ilmu aktuaria dan ujian-ujian PAI, menunjang dalam meraih posisi setingkat demi setingkat. Termasuk rekomendasi mengikuti seleksi yang mengantarkan saya menjadi direksi di bpjamsostek. Saya tahu, saat ini, banyak aktuaris yang menjadi pimpinan di perusahaan asuransi, bahkan berkarir di luar negeri.
Banyak pertanyaan yang menggambar antusiasnya peserta seminar. Semoga benar-benar antusias untuk menjadi aktuaris. Bukan antusias karena ada souvenir bagi peserta yang aktif serta doorprise yang diberikan panitia. Termasuk doorprise berupa buku yang tak akan didapat di toko buku: Buku Nami Kulo Sumarjono.
Ambon mulai disepuh warna jingga saat acara selesai. Ada penat yang harus dihilangkan dengan yang segar-segar. Saya ajak para narasumber untuk melipir menuju pantai Natsepa. Di pantai itulah, kita bisa benar-benar bermandi warna jingga di senja hari.
Tapi sebelum larut dalam langgam sunset Pantai Natsepa, rasanya menyenangkan jika menikmati Rujak Natsepa yang masyhur. Ditambah minum kelapa muda asli dengan batok kelapa, senja di Pantai Natsepa akan datang dengan lebih menyenangkan.
Sesekali, meski hanya sekelebatan, terdengar suara keras alunan lagu dari angkutan yang lewat. Musik yang selalu mengingatkan siapa aja yang ke Ambon untuk senang bergoyang. Tapi tiba-tiba saja, sore itu, kami benar-benar digoyang. Digoyang gempa. (bersambung)
Salam NKS: Nami Kulo Sumarjono