Sintang, Koranpelita.com
Ribuan Masa Gabungan yang terdiri dari Dewan Adat Dayak dan serta para Mahasiswa, Aliansi Solidaritas Anak Peladang serta Pasukan Merah Bangkule Rajank Tariu Borneo mendatangi Kantor Pengadilan Negeri Sintang, Kamis (21/11/2019).
Massa datang dalam rangka mengawal proses persidangan terkait 6 orang petani lokal di Kabupaten Sintang yang dijadikan terdakwa penyebab karhutla.
Turut Hadir Ketua DPRD Kabupaten Sintang, beserta para Anggota DPRD Kabupaten Sintang, Ketua DAD Kabupaten Sintang beserta jajaran DAD Kabupaten Sintang, DAD Provinsi Kalimantan Barat serta Sekjen DAD Nasional.
Ketua DAD Kabupaten Sintang Jeffray Edward dalam orasinya mengatakan dengan tegas dari pihak DAD Kabupaten Sintang Meminta kepada para penegak hukum untuk memberikan keadilan kepada para petani yang ditetapkan sebagai terdakwa.
Dengan tegas dirinya mengatakan bahwa petani bukanlah penyebab utama terjadinya karhutla, sebab berladang sudah dilakukan oleh masyarakat Dayak secara turun temurun jauh sebelum Indonesia Mardeka.
Atas nama DAD Kabupaten Sintang dirinya meminta kepada Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk membebaskan ke enam petani yang tekah di tetapkan sebagai terdakwa untuk dibebaskan dengan tanpa syarat apapun.
Dikatakan Jeffray, selaku Dewan Adat Dayak pihaknya tidak akan tinggal diam jika pihak penegak Hukum tidak memberikan keadilan, bagi ke enam terdakwa tersebut.
“Pada hari ini kita hadir di tempat ini karena masyarakat kita, orang tua kita saudara-saudara kita yang berladang diproses secara hukum, maka pada hari ini kita bersama-sama mengawal proses persidangan mereka dan kita sama-mengatakan bahwa mereka bukan penjahat, kita sepakat satu kata minta mereka dibebaskan,” seru jeffray dengan suara lantang.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris DAD Kabupaten Sintang Herkolanus Roni, selaku putra Dayak dan juga merupakan anak Peladang dirinya sangat menegaskan bahwa peladang bukanlah penjahat. Sebab menurutnya tradisi suku Dayak yang telah dilakukan oleh suku dayak secara turun temurun, maka dengan demikian peladang bukanlah penyebab kabut asap, ungkapnya.
“Sedih kita pda hari ini kita berkumpul di sini menyaksikan orang tu kita, saudara kita, teman kita duduk di kursi persakitan, hukum itu sangat tidak layak bagi mereka sebab mereka bukanlah penjahat. Saya sangat sedih, saya bisa berdiri di sini juga karena peladang,” ujar Roni dengan suara lantang.
Dikatakan Roni didalam undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup dan diterjemahkan dengan peraturan Menteri dan Peraturan Daerah serta ditindak lanjuti dengan Peraturan Bupati nomor 57 tahun 2018 tentang tata cara berladang secara tegas memberikan perlindungan kepada msyarakat adat, dirinya merasa kesal karena sperti peraturan tersebut tidak diindahkan karena secara perakteknya masyarakat peladang harus di proses secara hukum, “masyarakat dayak adalah bagian dari NKRI tetapi kenapa kita tidak di lindungi,” ucap Roni dengan nada kesal.(Januar)