Jakarta,Koranpelita.com
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan pada tahun 2019 jumlah kasus TPPO Anak dan Eksploitasi hingga bulan Agustus mencapai 154 kasus. Trend mutakhir anak masuk dalam jaringan TPPO dapat dilihat melalui perluasan modus-modus yang berakibat pada tindak pidana perdagangan orang.
“Penyalahgunaan teknologi informasi menjadi salah satu pemicu perdagangan anak, seperti penjualan bayi yang kini menggunakan media social dan maraknya prostitusi online di kalangan remaja, ” ujar Komisioner KPAI
Bidang Trafficking dan Eksploitasi
Ai Maryati Solihah dalam keterangannya kepada Koranpelita.com di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Ia mengungkapkan, meningkatnya eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) di destinasi tujuan wisata yang awalnya dipekerjakan lalu dieksploitasi, praktek prostitusi di hunian modern (apartemen) terutama di kota-kota besar.
“Anak laki-laki yang menjadi korban ESKA, dan prostitusi berkedok perkawinan seperti pengantin pesanan, perkawinan siri, dan kawin kontrak. Namun yang harus diwaspadai adalah munculnya pola pergeseran anak korban dibuat menjadi pelaku dalam TPPO,” kata dia.
Berdasarkan pemantauan KPAI, kasus-kasus TPPO pada tahun 2018-2019 yang menyita perhatian publik di beberapa tempat diantaranya Apartemen di Surabaya, Karaoke di Bali, Apartemen Jakarta, dan tempat hiburan di Situbondo dengan jumlah korban lebih dari 3 orang yang rata-rata mereka datang dari berbagai Kota/ Kabupaten di Jawa Barat.
Salah satu mandat KPAI yakni pengawasan pada anak dalam situasi yang membutuhkan perlindungan khusus. Salah satunya adalah anak korban perdagangan dan eksploitasi agar mendapatkan penanganan dari para pemangku kepentingan hingga pulih dan anak dapat kembali pada kehidupannya secara wajar.
Penanganan di hilir adalah rehabilitasi sesuai dengan Perpres uraian Gugus Tugas TPPO No 69 tahun 2008 yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Untuk itu KPAI berkoordinasi dengan beberapa Kota dan Kabupaten di Jawa Barat dalam menyampaikan hasil-hasil pengawasan dan mendorong sinergi para penyelenggaraan rehabilitasi anak korban TPPO, eksploitasi seksual dan pekerja anak dalam memperkuat komitmen upaya pemulihan yang terintegrasi dengan pemenuhan hak anak.
“Upaya menuju rehabilitasi yang memulihkan pada anak korban TPPO bertujuan agar pemenuhan hak anak dapat tercapai dan menjadi bagian pola rehabilitasi TPPO di berbagai tempat penyelenggara,” terangnya.
Menurut dia, ada rapat koordinasi yang dilaksanakan pada tanggal 28 sampai dengan 30 Oktober 2019 di Hotel Aston Braga dibuka oleh Gubernur Jawa Barat (masih tentative) dan Ketua KPAI di Bandung Jawa Barat pada Senin malam tanggal 28 pukul 19.00 WIB.
KPAI berharap seluruh penanganan pada anak-anak korban dapat tertangani dengan cepat, tepat, terkoordinir dengan baik, terpenuhinya layanan kesehatan terutama kesehatan reproduksi, terselamatkan dan terpenuhinya hak pendidikan korban, terpenuhinya hak pengasuhan dan reintegrasi dengan keluarga, pendampingan hukum, terpenuhinya hak restitusi, dan tercapainya pemberdayaan korban.
“Memastikan tidak ada bullying dan stigmatisasi di lingkungan masyarakat pasca rehabsos. Anak dapat berdaya terputus dari rantai TPPO dan tidak pernah kembali pada dunia seperti itu lagi,” tandasnya.(Iv)