Depok, Koranpelita.com
Papua memerlukan tokoh pemersatu yang diterima semua masyarakat. Ketokohan diperlukan untuk mengelola dan menyelesaikan permasalahan di Papua agar tidak dimanfaatkan provokator.
Demikian kesimpulan diskusi terbuka yang digelar Forum Mahasiswa Primordial Indonesia (FMPI) di Auditorium Komunikasi Fisip Universitas Indonesia Depok Jawa Barat, Rabu (23/10).
Diskusi dengan tema “Upaya Meujudkan Perdamaian di Bumi Cenderawasih, Hindarkan Masyarakat dari Provokasi dan Hoax” dihadiri 60 orang elemen mahasiswa dan pemuda. Hadir menjadi narasumber; Yan Mendenes, anggota DPR asal Papua; Tommi Tirtawiguna dari Kominfo RI dan Arland Suruan, pemerhati masalah Papua.
Yan Mendenes mengatakan saat ini terjadi pengelompokan masyarakat di Papua. Dulu hanya ada dua kelompok, yaitu pro NKRI dan pro kemerdekaan. Namun setelah otonomi khusus (otsus), terpecah lagi menjadi pro otsus dan pro pemekaran.
Selain itu juga ada tujuh wilayah adat. “Harus ada tokoh yang bisa mempersatukan dan diterima masyarakat Papua karena untuk menarik simpati masyarakat Papua tidak mudah,” kata Yan. Apalagi lanjut Yan adanya isu tidak ada menteri berasal dari Papua.
Lebih lanjut Yan menjelaskan, permasalahan Papua tidak dikelola dengan baik sehingga dimanfaatkan provokator.
Padahal lanjut Yan, pemerintah pusat tidak kurang apapun dalam pembangunan di Papua.”Yang diperlukan hanya pendampingan terhadap pemda Papua agar perangkat daerah lebih maksimal menjalankan roda pemerintahan,”ujar Yan.
Sementara Arland Suruan menegaskan berbagai tantangan tantangan terjadi di Papua. Salah sarunya upaya menangkal hoax. “Semua harus digandeng untuk menangkal hoax,”katanya.
Pendapat senada juga diungkapkan Tommi, hoax adalah berita bohong yang sengaja disebarkan untuk mempengaruhi emosi orang. “Berita bohong yang disebar dan dibahas terus menerus dapat dianggap berita benar. Inilah yang paling berbahaya,”katanya. (zis)