Jakarta,Koranpelita.com
Presiden Joko Widodo melantik menteri Kabinet Indonesia maju Jilid II dengan latar belakang dan kompetensinya.
Dari 34 Menteri pilihan Presiden ada beberapa Menteri menuai kontroversi salah satu Menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim yang terbilang masih muda dan bukan dari kalangan akademisi tapi seorang pebisnis.
“Ya memang kita dibuatnya kagum kepada Nadiem Makarim terbilang kreatif dan sukses akan tetapi dalam bidang bisnis tapi belum terdengar dalam bidang pendidikan,”ujar Prof Sumaryoto selaku Rektor Unindra ketika ditemui KORANPELITA.COM, di Jakarta, kamis (24/10/2019).
Dirinya belum mendengar prestasi Nadiem Makarim dari rekam jejak di dunia pendidikan, maka disini ada 2 hal yang kontroversi yang pertama beliu pengalaman hanya di sektor bisnis maka mindset atau orientasinya pastinya ke dunia bisnis.
“Saya khawatir ini akan kebawa dalam mengelola pendidikan di Indonesia. Karena di negara kita mengelola pendidikan itu telah sesuai dengan UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga muncul yang namanya Wajib Belajar dan Muncullah UU tentang APBN yang 20 persen untuk pendidikan.
Sekarang bagaimana kalau sampai dihubungkan dengan permasalahan tersebut,” tuturnya.
Sumaryoto mengatakan hal ini akan menjadi sesuatu kekhawatiran yang wajar dari para guru, dosen, Rektor dan para aktivis pendidikan dengan terpilihnya Nadiem Makarim menjadi Mendikbud yang secara logika awam banyak orang bertanya-tanya karena merubah mindset orang tersebut itu tidak mudah seperti membalikan telapak tangan.
“Saya tegaskan bahwa merubah mindset orang itu tidak mudah karena dipengaruhi oleh pengalaman dan kopetensi dan bakat. Kebetulan menteri Mendikbud yang baru adalah seorang yang bakat bisnis sehingga mengelola pendidikan harus hati-hati,” urainya.
Dikatakan Sumaryoto kalau kita berpikir posistif mudah-mudahan menjadi harapan bagi para penggiat dunia pendidikan di Indonesia, apalagi nanti secara manegerial harus bisa mengendalikan sekian banyak problema para guru, dosen dan profesor.
“Saya yakin memang secara teori masih bisa diatasi namun secara prakteknya belum tentu mudah terlaksana, karena ini memerlukan suatu bakat dan talent menjadi seorang pemimpin di lembaga pendidikan,” tandasnya.(han)