Jakarta,Koranpelita.com
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin atas peristiwa menyedihkan menimpa seorang anak usia 10 tahun yang tewas diduga menjadi korban insiden pacuan kuda atau joki cilik di Kota Bima NTB pada tanggal 14 Oktober 2019. Ironisnya acara tersebut digelar memperebutkan piala Walikota dalam rangka menyambut HUT TNI ke-74 tahun 2019.
KPAI menyampaikan duka yang mendalam dan akan segera mengunjungi keluarga korban.
Peristiwa ini sangat disesalkan karena keberadaan joki cilik yang disinyalir rentan melanggar hak anak tidak mendapatkan perhatian khusus sampai klimaksnya menuai korban jiwa.
“Faktanya pelibatan anak dalam pacuan kuda sudah membudaya, seperti rutinitas yang bersifat hiburan bahkan menjadi ajang wisata yang mengakar di masyarakat. Dalam hal ini KPAI menyoroti penyelenggara kegiatan hendaknya bertanggungjawab atas insiden ini sehingga perlu penanganan serius agar tidak terulang di kemudian hari,” kata Komisioner KPAI Bid Trafficking dan Eksploitasi Anak, Ai Maryati Solihah, melalui keterangan tertulis kepada koranpelita.com di Jakarta, Sabtu (19/10/2019).
Untuk itu, KPAI menyampaikan hal sebagai berikut :, Pertama mendesak penyelenggara menghentikan kegiatan pacuan kuda atau joki cilik yang menimbulkan bahaya fatal kepada anak.
Kedua, meminta kepada pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan urusan perlindungan anak agar segera melakukan langkah preventif, kuratif dan rehabilitatif atas praktik budaya joki cilik ini supaya dapat ditangani dari berbagai potensi pelanggaran hak anak bagi anak-anak yang aktif mengikuti, seperti memastikan kembali hak wajib belajar 12 tahun pendidikan, terampasnya waktu bermain anak, hilangnya hak menikmati budaya sendiri yang sesuai dengan usia anak, dan hak menerima pengasuhan yang optimal dari keluarga.
Ketiga, KPAI mendorong pengungkapan dan penanganan anak yang menjadi joki cilik diduga berada dalam situasi yang membutuhkan Perlindungan khusus ; seperti anak dijadikan alat taruhan atau perjudian, anak menjadi korban Eksploitasi ekonomi oleh pihak tertentu. Tak terkecuali oleh orang tuanya, serta anak yang direkrut untuk dipekerjakan sekaligus menjadi alat branding budaya tanpa memperhatikan perlindungan jiwa anak.
Kemudian, keempat mendukung aparat kepolisian mengungkap peristiwa tersebut secara hukum agar keadilan dan penghormatan pada hak anak dapat ditegakkan Dan memberikan efek jera serta pembelajaran kepada publik.
Kelima, menyerukan kepada orang tua agar tidak mengajak dan memberi izin kepada anak-anak untuk mengikuti kegiatan joki cilik dikarenakan kerentanan keselamatan Dan rentan mendapat Tindak eksploitasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab.
Keenam, KPAI akan melakukan pengawasan pada lokus peristiwa dan melakukan langkah koordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan advokasi pada anak-anak yang ditenggarai masih banyak yang menjadi joki cilik agar kembali menikmati hak anak sebagaimana mestinya secara wajar di masyarakat.(Iv)