NKS Menulis Eropa-1: Jauh-jauh ke Brussel, Dipameri Cerita Bocah Pipis

Semua orang sedang lelap. Tapi saya tidak. Terpaksa. Sebab, saya harus memanjat langit, terbang ke Brussel, Belgia. Singgah di Doha, Qatar, saya belum punya bayangan apa-apa tentang kota lampau yang menyimpan begitu banyak cerita legenda itu.

Resminya, selama di Brussel saya akan mengikuti World Social Security Forum (WSSF) yang diselenggarakan oleh International Social Security Association (ISSA). Sebuah pertemuan penting bagi penyelenggara jaminan sosial seluruh dunia. Jumlah negara yang diundang ada 149. jumlah peserta yang hadir 1.400 orang.

Bertemu ribuah orang dari seluruh dunia, apalagi membahas soal-soal jamninan sosial, memang penting. Tapi ada yang tak kalah penting, harus saya tinggalkan di Jakarta. Apa itu? Bertemu dengan 3.000 orang Kulon Progo di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Jadilah, saat pesawat mulai menusuk di jantung awan, ada resah dan gundah. Sedih dan menyesal. Sebuah situasi yang dilematis, karena tanggal 13 Oktober 2019 itu, mestinya saya bisa bertemu dengan kerabat, sahabat, tetangga, atau saudara seperantuan.

Acara Gayeng Regeng Mlaku Bareng di Taman Mini, 13 Oktober 2019.

Saya yang asli Kulon Progo, merasa seperti berkhianat pada tanah kelahiran, oleh karena tidak ikut berkumpul di TMII. Acara jalan sehat bersama Pak Hasto Wardoyo, Minggu pagi itu, sungguh bermakna, karena sejarah baru bagi perantau Kulon Progo yang untuk pertama kalinya, bisa dipertemukan dalam satu forum. Nama acaranya juga keren: Gayeng Regeng Mlaku Bareng.

Jujur, seperti semua orang Kulon Progo, saya sangat respek, hormat dan mengagumi Pak Hasto. Berbagai inovasi dalam membangun dan mengembangkan Kabupaten Kulon Progo, pantas menjadi catatan. Ini bukan karena testimoni Pak Hasto di Buku NKS. Sama sekali bukan karena hal itu.

Pak Hasto memang salah satu idola saya. Pak Hasto pula yang memberi kata pengantar pada buku NKS yang sudah dua kali naik cetak. Tapi anehnya, saya belum pernah  berbicara langsung dan berkenalan dengan beliau. Apalagi selfie.

Saya diwakili Buku NKS di acara Gayeng Regeng Mlaku Bareng.

Bisa ikut jalan bareng dengan beliau dalam momentum pertemuan dengan para perantau Kulon Progo, adalah kesempatan terbaik. Tapi apa boleh buat. Saya kehilangan kesempatan itu. Niat berswafoto gagal. Niat bicara tentang kolaborasi dua institusi antara BPJSjamsostek dan BKKBN yang beliau kepalai, juga urung.

Rasa kecewa menggedor lorong hati saya. Gagal selfi dengan seorang idola, yakinlah memberi kecewa yang dalam. Apalagi saat transit di Doha, berbagai foto dan video acara Gayeng Regeng Mlaku Bareng Pak Hasto Wardoyo bersliweran di media sosial. Jika boleh milih pasti saya lebih senang bersama-sama sedulur dari Kulon Progo.

Tim BPJSjamsostek melakukan sosialisasi di acara Gayeng Regeng Mlaku Bareng.

Tapi okelah. Tidak perlu kecewa yang berlebihan. Toh ada yang mewakili saya di Taman Mini. Dua wakil malah. Satu, teman-teman dari BPJSjamsostek yang melakukan sosialisasi. Satu lagi, buku NKS yang ikut bazaar. Meskipun tidak ada yang membeli, lumayan bisa nampang di depan ribuah orang Kulon Progo.

Dalam suasana hati yang sendu, saya harus menembus waktu hingga 17 jam lamanya. Dijeda transit di Doha, saya tiba di kota Brussel. Untunglah, Brussel tidak terlalu mengecewakan untuk dikunjungi. Selain menjadi ibu kota Belgia, Brussel juga merupakan ibu kota Uni Eropa. Markas NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara pun terletak di kota ini.  Jadi, pantaslah jika banyak event diselenggarakan di kota yang penting di kawasan Eropa ini. Kota yang menjadi jantungnya Uni Eropa.

Di salah satu sudut kota Brussel, Belgia.

Dari Bandara Internasional Brussel hanya perlu waktu 45 menit untuk menjangkau pusat kota Brussel. Proses check in di hotel memakan waktu singkat. Saat menuju kamar di lantai 1, saya disapa ramah oleh seorang housekeeping, “Bonjour”. Secara spontan saya pun menjawab, “Bonjour Madame!”. Seolah saya fasih berbahasa Perancis. Padahal menjawabnya dengan gaya bahasa saya yang medok.

Bersama sapaan ramah dalam bahasa Perancis, rasa kepenasaran datang. Pertanyaan juga muncul,  apag sebenarnya bahasa nasional  yang digunakan Kerajaan Belgia ini?  Jawaban dari rasa penasaran itu, lebih mengejutkan. Sebab, Belgia memakai tiga bahasa sebagai bahasa nasional:  Bahasa Belanda, Bahasa Jerman, dan Bahasa Perancis.

Secara geografis, Belgia berada di Eropa bagian barat. Belgia berbatasan dengan Perancis dan Luxemburg di bagian selatan, berbatasan dengan Belanda di bagian utara, dan berbatasan dengan Jerman di bagian timur. Sedangkan di sebelah barat Belgia berbatasan dengan Laut Utara.

Tiga negara yang mengelilingi Belgia itulah, yang saya duga, membuat penduduk Belgia berbicara tiga bahasa yang kemudian ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa Belanda, Bahasa Jerman, dan Bahasa Perancis.

Saat mendengar Bonjour yang dilafalkan dengan segenap keseksian bertutur, waktu sudah menunjukkan pukul 16.30. Sudah sore, meski masih cukup terang untuk istirahat. Saya melihat jam di tangan kiri. Saya lupa menganti perputarannya, sehingga tetap dalam hitungan Waktu Indonesia bagian Barat (WIB).

Saya menarik nafas agak dalam melihat jam, karena sudah pukul 21.30 malam jika di Jakarta. Pantas, ubuh dan mata sudah mulai redup. Oke, walaupun tubuh disepuh lelah, kaki mengajak melangkah. Pelan pada ayunan langkah pertama, saya tak tahu arah. Lalu terfikir membuka aplikasi penunjuk arah.

Canggih. Saya masih sering terkagum-kagum dengan kecanggihan teknologi. Hanya perlu kreatif memainkan jari, langkah sudah terarah. Jadilah saya dibawa plesir ke patung bocah lelaki pipis yang terkenal dengan Manneken-Pis.

Banyak replika patung bocah pipis dijual di Brussel.

Jarak dari hotel hanya 550 meter dengan waktu tempuh 7 menit jalan kaki. Saya agak curiga. Biasanya, waktu tempuh dihitung secara rata-rata. Atau jangan-jangan, yang dipakai untuk membuat rata-rata adalah kaki orang Eropa yang jenjang. Sebagai wong Kulon Progo, saya yakin, butuh waktu lebih dari 7 menit. Atau, harus berlari, jika ingin sesuai perkiraan aplikasi.

Benar. Saya membutuhkan waktu lebih lama dari tujuh menit, sebalum akhirnya sampai persis di pojokan jalan, tempat Manneken-Pis berada. Patung bocah lelaki pipis ini, berukuran kecil-kecil saja. Juga sekadar patung ini replika, karena yang asli tersimpan aman di musium.

Replika itu, sengaja dibuat untuk mengelabuhi pencuri. Sebab, sudah benerapa kali patung populer yang menjadi destinasi wajib ini, dicuri oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Semua pelancong rasanya belum ke Brussel jika belum mengunjungi patung bocah telanjang yang sedang pipis ini.

Sumarjono berfoto di depan patung bocah paling legendaris di Brussel.

Dasar wong nggunung, saya bertanya dalam hati. Apa hebatnya dengan patung pipis ini? Mengapa begitu terkenal? Adakah sebuah peristiwa sehingga perancangnya yang bernama Jérôme Duquesnoy the Elder membuat patung tersebut?

Legenda tentang munculnya patung manneken pis akhirnya saya dapatkan. Sayangnya tidak tahu apakah ini benar atau karangan belaka untuk membuat orang, turis terutama, semakin penasaran. Bukan hanya satu kisah, namun berbagai versi cerita.

Versi paling masyur berkisah tentang Duke Godfrey III dari Leuven. Pada saat itu pasukan raja dua tahun ini bertarung melawan pasukan Berthouts. Nah, pasukan menempatkan raja bayi di keranjang dan menggantung keranjang di pohon. Lalu keranjang tersebut didorong meluncur melewati para pasukan musuh. Bocah itu mengencingi pasukan Berthout, yang akhirnya kalah dalam pertempuran.

Cerita yang lain masih terkait dengan peperangan. Seorang bocah menyelamatkan kota Brussel dari serangan musuh. Penyebab kekalahan musuh karena si bocah mengencingi sumbu meriam.

Sementara itu, legenda lain menceritakan bahwa ada seorang saudagar yang kehilangan anaknya saat ke Brussel.  Setelah dicari oleh penduduk lokal, bocah itu ditemukan sedang bergembira kencing di sebuah taman kecil.

Lalu sebagai ucapan terimakasih, saudagar tersebut menghadiahi penduduk setempat sebuah patung. Patung bocah kencing.

Soal cerita kencing-mengencing, sebenarya tidak perlu jauh-jauh ke Brussel. Cukup membaca Buku Nami Kulo Sumarjono, pasti akan menemukan kisah seorang bocah kecing yang tak kalah melegenda.

Bocah itu,  kencing di sebuah sudut Dusun Nganjir, agar kelak anak-cucunya bisa mengenali dusun bapaknya. Mirip dengan legenda manneken pis hanya belum dibuat patungnya saja. Jangan sampai.

….Bersambung esok hari. Salam NKS

About redaksi

Check Also

PNS Kodiklatal Surabaya Gelar Aksi Donor Darah dalam Rangka HUT KORPRI ke-53 Tahun 2024

Surabaya, koranpelita.com Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-53 Tahun 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca