Terungkap, Proses Lelang Jembatan Pantai Bhakti Diduga Rekayasa

*** Advokad Peserta Lelang Telah Lakukan Somasi

Bekasi, Koranpelita.com – Tampaknya pembangunan Jembatan Pantai Bhakti tahap 2 yang kini berhenti pembangunannya, meskipun perusahaan pemenang lelang telah mencairkan uang muka sebesar 20 persen dsri nilai kontrak mulai terkuak sejumlah dugaan kejanggalan dan permainannya.

Kali ini, dugaan adanya kejanggalan terkuak saat dilakukan proses lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Bekasi. Sebab, dari informasi yang berhasil dihimpun dalam proses penetapan pemenang lelang pada paket kegiatan lanjutan pembangunan jembatan pantai bhakti tahap 2 diduga cacat hukum.

Menurut Edinton Lubis, SH selaku kuasa hukum salah satu peserta lelang dalam kegiatan tersebut, pihak ULP menetapkan PT Bona Jati Mutiara sebagai pemenang, padahal perusahaan tersebut para Pengurs/Direktur tidak mempunyai legal standing utk melakukan perbuatan hukum. Sebab, masa berlaku para penguris perseroan itu sudah kadaluarsa.

“Tidak ada legal standing pengurs/Direktur tdk untuk melakukan perbuatan hukum terhadap perusahaan itu,” ujar Edinton.

Dikatakan Edinton, akibat para pengurus perseroan tidak mempunyai legal standing, makanya pihaknya selaku salah satu peserta lelang melakukan somasi. Somasi tersebut dilayangkan pada tanggal 3 September 2019 dengan Nomor 057/Somasi/IX/2019.

Masih kata Edinton, somasi tersebut telah dilayangkan selama 2 kali. Hal itu demi menguak adanya dugaan rekayasa dalam penetapan pemenang lelang pada paket pekerjaan tersebut. Namun, hingga kini jawaban surat tidak menjawab masalah dan terkesan mengada-ada. Bahkan terindikasi memberikan keterangan yg tidak benar.

“Kita sudah somasi 2 kali, namun jawaban surat tidak menjawab masalah dan terkesan mengada-ada. Bahkan diduga memberikan keterangan yg tidak benar,” kata Edinton.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Jalan dan Jembatan (PJJ) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi, Heru Pranoto mengakui kesalahannya dalam pelaksanaan kegiatan proyek pembangunan Jembatan Pantai Bhakti tahap 2.

Kesalahan itu diakui Heru Pranoto, karena pihaknya tidak mengetahui adanya aturan Geo teknik sertifikat kontur tanah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembangunan jembatan Pantai Bhakti yang bentangannya 120 meter. Sehingga akibat ketidaktahuan itu, pembangunan jembatan gagal.

“Saya tidak tidak tau ada aturan Permen PUPR. Kalau dikatakan saya lalai, ya mungkin bisa,” ujar Heru.

Heru mengakui, saat perencanaan pembangunan tahun 2016 sudah ada kajian teknis kontur tanah dari pihak konsultan, sehingga terjadi pelaksanaa tahap pertama di tahun 2017. Namun di pelaksanaan pembangunan tahap kedua, ternyata konsultan perencanaan tersebut tidak memiliki sertifikat sebagai persyaratan untuk tim Geo teknis struktur tanah sesuai Permen PUPR. Sehingga pekerjaan pelaksanaannya dibatalkan.

Sedangkan, Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Budiyanto mengatakan, pelaksanaan pembangunan jembatan Pantai Bhakti yang di anggarannya digelontorkan dari APBD Kabupaten Bekasi tahun 2019 sebesar Rp 43 miliar dituding telah terjadi maladministrasi. Akibat maladministrasi itu, menyebabkan terjadinya kerugian terhadap negara maupun masyarakat.

Selain terjadi maladministrasi, pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi juga dituding ngaco dalam melaksanakan kinerjanya. Hal itu disebabkan para pejabat di Dinas PUPR Kab Bekasi terkesan mengabaikan tahapan dalam melaksanakan suatu pembangunan, sehingga pembangunannya terhenti.

“Dinas PUPR itu sudah ngaco kalau pembangunan dihentikan, karena sudah ada tahapan dan melalui proses lelang. Dan pembangunan jembatan Pantai Bhakti itu juga telah terjadi maladministrasi,” ujar Budiyanto.

Masih kata Budiyanto, apabila pembangunan jembatan Pantai Bhakti dihentikan karena belum ada izin dari Kementerian PUPR dan belum adanya kajian terhadap kontur tanah, maka itu merupakan suatu kebodohan dari pejabat Dinas PUPR Kab Bekasi. Sebab pembangunan itu sudah melalui tahapan, dan perencanaan yang baik hingga proses lelangnya.

Lebihlanjut Budiyanto menambahkan, izin keselamatan penggunaan jalan dan jembatan dari Kementerian PUPR serta penelitian terhadap kontur tanah (tes soil) merupakan proses awal dalam suatu pembangunan, sehingga tidak ada alasan seperti itu lagi katena tahapannya sudah selesai dan dilalui sejak awal.

“Suatu kebodohan apabila saat ini pembangunan jembatan terhenti karena ada proses yang belum ditempuh, karena proses itu sudah dilalui dan merupakan tahap awal dalam proses pembangunan,” imbuh Budiyanto.

Untuk itu, kecerdasan intelektual dan hukum diperlukan dari penentu kebijakan, baik legeslatif terlebih para eksekutif. Sehingga hasil dari suatu pekerjaan bisa baik, dan tidak merugikan masyarakat terlebih merugikan negara.

Ditambahkan Budiyanto, dalam menempatkan pegawai dan pejabat di dinas juga seharusnya dilatarbelakangi dengan keilmuannya, sehingga outputnya bisa bagus. Selain itu, demi terciptanya hasil yang baik, evaluasi bisa segera dan mutlak untuk dilakukan, sehingga bisa menempatkan orang yang sesuai dengan keilmuannya serta kredibel. (ane)

About redaksi

Check Also

Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR 2019-2024: Bamsoet, Apresiasi Kiprah Anggota Dalam Menjaga Stabilitas Poitik dan Perjuangkan Kepentingan Rakyat

JAKARTA,KORANPELITA- Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo menuturkan masa bakti MPR RI periode 2019-2024 merupakan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca