Jakarta, Koranpelita.com
Pengusaha di Kota Batam khususnya dan di Kepulauan Riau pada umumnya berharap dengan kebijakan pemerintah daerah yakni Walikota dapat mempermudah perizinan.
Sebelumnya, Yuhendri menjelaskan perekonomian di Kepulauan Riau mengalami penurunan dikarenakan polemik perihal regulasi.Benarkah?
” Untuk Kota Batam khususnya Kepri pada umumnya pertumbuhan ekonomi sekarang ini merosot. Batam ini beberapa tahun ke belakang ini selalu berpolemik tentang kebijakan dua regulasi yang berbeda otonomi daerah dan BP Batam,”ujar Yuhendri selaku Ketua DPW Asprindo Kepri kepada KORANPELITA.COM, belum lama ini di Jakarta.
Lebih lanjut Yuhendri mengatakan
Kini dualisme kepemimpinan di Batam telah ditetapkan dan dipimpin oleh seorang Walikota yang merangkap jabatan sebagai ex-officio kepala BP Batam.Oleh karena itu, tambah Yuhendri usai Walikota dilantik mereka berdialog terkait sinergitas ekonomi terhadap para penggerak UMKM setempat tentunya berkaitan dengan perizinan.
” Kami dari kalangan seluruh pengusaha Batam, dikumpulkan oleh pimpinan yang baru untuk berdialog apa pandangan dari para pengusaha,” tuturnya.
Terlebih, menurut dia rencana-rencana pengusaha dilokasi tersebut telah diutarakan kepada otoritas terkait. Namun, dikatakan DPW Asprindo hingga saat ini investor menahan diri penyebab tersebut belum adanya kepastian hukum ketika dualisme kepemimpinan antara Walikota dan BP Batam.
” Sekarang investor atau pengusaha itu menahan diri karena dia mau investasi kepastian hukum tidak jelas,” tegasnya.
Menurut Yuhendri secara global keseluruhan Indonesia ini masih menahan seluruh investor.Tak terkecuali di Kepri masih menahan juga. Sekarang sudah menjadi satu pimpinan Walikota menjadi simposium Batam nanti kita lihat kinerjanya kedepan,” ungkapnya.
Belum lagi tambah Yuhendri poin-poin yang telah disampaikan beberapa hari lalu terhadap kepala daerah setempat, menurutnya poin permasalahan di Kota Batam itu diantaranya perizinan yang tumpang tindih. Selain itu, aturan tata ruang laut terkandung di Undang-Undang 23 Tahun 2014.
“Kami dan teman-teman pengusaha yang mendapat alokasi lahan khususnya di laut 0-12 mil sebelumnya BP Batam sudah mengalokasikan lahan artinya baru 10 persen pembayaran mamanya iuran wajib World Trade Organization (WTO). 10 persen stuck (macet) dan ada yang waktunya lunas,” tuturnya.
Menurut Yuhendri jadi di Batam itu sistemnya sewa tapi belum terikat perjanjian ikatan antara BP Batam dengan pihak yang kedua.(han)