Sektor Pariwisata Diklaim Dongkrak Pendapatan Devisa Negara
Jakarta,koranpelita.com
Presiden Jokowi menetapkan pariwisata sebagai salah satu penyumbang devisa negara demi menambah pertumbuhan perekonomian negara. Hal inilah diyakini oleh Bank Indonesia bahwa pariwisata bisa mendongkrak pendapatan devisa negara.
“Saya yakin 100 persen bahwa sektor pariwisata bisa mendongkrak pendapatan devsia negara, sehingga kehadiran pariwisata bisa memperbaiki sektor pendapatan devisa,” tegas Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Hamid Ponco Wibowo usai acara Tourism Talk Club di Museum Bank Indonesia, Kota Tua Jakarta, Jakarta Barat, Rabu (11/9/2019).
Diakuinya bahwa dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonomi dunia sedang menurun, otomatis pertumbuhan perekonomian secara nasional ikut berpengaruh. Apalagi, Jakarta sebagai ladang utama pendukung dari sisi produksi juga menurun sehingga harus mencari alternative lain, oleh karenanya dirinya sangat menyakini bahwa pariwisata menjadi pilihan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian.
“Pariwisata di Indonesia bisa menutupi defisit transaksi berjalan, artinya pariwisata bisa sangat cepat mendatangkan devisa ketimbang dari industri lainnya,” ujarnya.
Hamid Ponco Wibowo mengatakan pada triwulan II tahun 2019, deficit transaksi berjalan mencapai Rp2 triliun sedangkan neraca pembayaran Indonesia pada triwulan II tahun 2019 mengalami deficit Rp8,4 triliun. Otomatis, devisa yang diperoleh dari pariwisata dengan kehadiran wisatawan mancanegara bisa mencapai 20 miliar dolar AS dari 20 juta kunjungan wisatawan. Hasil ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 15,8 juta wisatawan.
Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2019 tercatat sebesar 5,05 persen atau lebih rendah dari pertumbuhan triwulan I tahun 2019 sebesar 5,07 persen.
Sementara itu, pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta dari 6,25 persen pada triwulan I tahun 2019 menjadi 5,71 persen pada triwulan II 2019. Ini diakibatkan perlambatan ekonomi ibu kota bersumber dari melambatnya kegiatan investasi dan ekspor.
“Harus diingat efek pariwisata itu menyebar hingga ke akarnya termasuk sektor ekonomi, pariwisata bisa menyentuh kerajinan, perdagangan, transprotasi, penginapan, kuliner hingga pada bidang jasa. Semakin melebar maupun meningkatkan pariwisata maka secara otomatis sektor ekonomi bisa dirasakan oleh masyarakat,” tambahnya.
Dengan melihat celah inilah, membuat ASITA melihat bahwa potensi pariwisata harus segera mungkin digarap dengan serius bukan lagi dianggap sebelah mata sehingga bisa memberikan kontribusi besar dari sisi sektor pariwisata.
Ketua DPD ASITA DKI Jakarta Hasiyanna S. Ashadi memberikan contoh bahwa pariwisata Jakarta menjadi salah satu destinasi yang siap menyumbang devisa yang didukung dari sisi atraksi, aksesibilitas serta amenitas yang memadai selain Bali yang sudah menjadi bench market pariwisata Indonesia.
“Pariwisata di Jakarta memiliki sejumlah destinasi unggulan baik Kota Tua Jakarta, Monas, Ancol yang sudah dikelola dengan baik, belum lagi terdapat Stadion Gelora Bung Karno. Dari sisi akses maka bandara Soekarno-Hatta sudah didukung hampir semua maskapai penerbangan internasional yang masuk ke Jakarta,” ujarnya.
Oleh karenanya, ASITA berkomitmen secara penuh dalam mendukung peningkatan sektor pariwisata. Terlebih, hingga kini anggota ASITA Jakarta mencapai sekira 1.400 perusahaan yang terdiri dari Biro Perjalanan Wisata (BPW) dan Agen Perjalanan Wisata (APW).
“Dalam perkembangannya core business pelaku usaha tidak semerta terpaku pada indbound atau outbound business saja melainkan semua harus dikerjakan mulai dari domestic, MICE, haji dan umrah, maupun indbound dan outboundnya,” tambahnya.
Hasiyanna menambahkan bahwa, keberadaan era digital maka biro perjalanan juga harus memahami keinginan wisatawan itu sendiri. Pasalnya, tidak semua turis menggunakan handphone dalam mencari data yang diinginkan, ini artinya mereka (wisatawan-red) juga membutuhkan asistensi di suatu destinasi.(Vin)