Surabaya-PLN kembali dikeluhkan pelanggan. Sebagaimana setiap tahun masih selalu muncul kasus seperti lonjakan tagihan yang di luar kewajaran, hingga klaim tagihan yang belum terbayar akibat perbedaan hitungan.
Semisal pada tahun lalu, Keluarga Selebritis Arie Untung pernah merasakan kelimpungan akibat lonjakan tagihan listrik yang mengejutkan. Fenita Arie, sang istri, mengaku kaget lantaran tagihan listrik yang biasanya di kisaran Rp3 juta per bulan, melambung hingga Rp18 juta.
Menyikapi hal itu, PLN buru-buru menegaskan akan melakukan investigasi lebih jauh. Kasus serupa juga pernah dialami warga Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Pada 2015, hampir seluruh warga Kefamenanu mengeluhkan lonjakan tagihan. Beberapa di antaranya mengaku tagihan normal yang berada di kisaran Rp400 ribu per bulan, melejit hingga mencapai Rp6,8 juta.
Memasuki paruh kedua tahun ini, keluhan sejenis juga masih terjadi. Bahkan, dalam kasus yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena imbas dari kelemahan operasional PLN adalah pelanggan komersial.
Salah satunya, PT Gaya Remaja Industri (GRI), produsen platik injeksi. PLN melayangkan surat tertanggal 3 September 2019, yang ditandatangani Mujiono, Manager PLN UP3 Surabaya Barat.
Surat berisikan langkah lanjutan hasil pemeriksaan dan pengukuran alat pembatas dan pengukur (APP), pada 22 Agustus 2019 terhadap PT Gaya Remaja Industri I, Sidoarjo yang beralamat di Jalan Raya Taman.
PLN menyampaikan terdapat ketidaksesuaian pengawatan instrumen pengukuran potensial transformer (PT) Fasa S dan Fasa T, sehingga mengakibatkan prosentase selisih penimbangan pada beban terukur kWh meter sebesar -37,00%.
Berdasarkan hal tersebut terdapat energy kWh tagih (sudah terpakai belum tertagih) sebesar 752.592 kWh atau setara Rp846,38 juta.
Selanjutnya GRI diperintahkan melakukan penyelesaian atas kurang tagih tersebut di Kantor PLN UP3 Surabaya Barat, dengan tenggat waktu 3 hari setelah diterimanya surat. Selama ini, GRI dalam satu tahun, GRI membayar tagihan PLN sebesar Rp1,93 miliar, atau rata-rata tagihan bulanan lebih dari Rp150 juta.
Manager Keuangan GRI Fifi mengungkapkan klaim tagihan PLN tersebut memberatkan perusahaan. Pasalnya, selama ini selaku pelanggan komersial, GRI selalu memenuhi tagihan tanpa telat.
“Selain itu sebagai manufaktur, listrik merupakan biaya yang vital buat kami. Dengan adanya klaim tagihan yang mendadak melonjak seperti ini, sangat berat buat GRI,” singgung Fifi.
Apalagi, sebagaimana yang diterangkan dalam surat kepada GRI, PLN juga mengakui bahwa persoalan tersebut akibat peralatan pengukuran tidak bekerja normal bukan dikarenakan kesalahan pelanggan.
“Ini murni kesalahan peralatan PLN di trafo lokasi dengan trafo induk. Kami sebagai usaha kecil sungguh dilema, harus mengadukan persoalan ke mana apakah ke DPRD atau ke mana?” tukas Fifi.
Di sisi lain, pihak PLN membantah jika persoalan yang mendera GRI terkait dengan kinerja trafo yang bermasalah. Sejak 2010, PLN membeli langsung trafo dari produsen seperti PT Trafoindo Prima Perkasa sebagai pemasok utama.
Manager UP3 PLN Surabaya Barat Mujiono menegaskan apa yang menimpa GRI adalah proses normal sejalan dengan hasil pemeriksaan rutin.
“Tindakan lebih lanjut sesuai mekanisme kami diskusikan ke pelanggan sehubungan ada energi yang dipakai tapi tidak terukur semestinya, Juga ada mekanisme penyelesaiannya sesuai Kepdir PLN,” katanya.
Lebih jauh, dia menjelaskan persoalan membelit GRI tidak ada kaitannya dengan kinerja Trafo.
“Trafo adalah peralatan yang berfungsi mentransformasi tegangan dari nilai tertentu ke nilai lainnya, sedangkan temuan yang dimaksud adalah sistem pengukuran energi pemaiakain atau kWh meter pelanggan yang terjadi anomaly,” tutupnya. (Dohan)