Oleh: Man Suparman
BANYAK orang yang ingin jadi pemimpin sebut saja seperti pemimpin jabatan politik. Ya, banyak orang yang ingin jadi gubernur, banyak orang yang ingin jadi bupati, dan banyak orang yang ingin jadi walikota.
Paling tidak itulah yang nampak di ruang public dunia nyata, di ruang public media sosial, mengisi hari-hari menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung (saya sebut Pilkadal) secara serentak. Rencanya akan digelar tanggal 23 September 2020 di 270 daerah, terdiri dari 9 pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan walikota.
Kenapa banyak orang yang ingin jadi pemimpin. Kenapa banyak orang yang ingin jadi gubernur, kenapa banyak orang yang ingin jadi bupati, dan kenapa banyak orang yang ingin jadi walikota. Jawabannya, karena merasa bisa. Boleh jadi modal inilah yang mendorong banyak orang ingin jadi pemimipin, jadi gubernur, jadi bupati dan jadi walikota.
Hanya itukah . Oh, tentu saja tidak. Mereka adalah orang-orang hebat yang harus didukung memiliki keinginan memimpin daerah salah satu hak yang dijamin oleh Undang-undang dalam berbangsa dan bernegara. Coba saja ditanya atau diwawancara, dan ajukan pertanyaan yang sangat sederhana : Apa maksud, dan tujuan Anda mencalonkan diri dan ingin jadi bupati(misalnya) ?
Secara garis besar, tentu saja jawabanya seraya menyodorkan visi misi, ingin membangun demi kesejahteraan rakyat(misalnya karena saya tinggal di Cianjur ingin membangun Cianjur yang lebih baik- Hahaha). Ingin melakukan perubahan dan bla-bla dengan pelbagai program berlembar-lembar halaman. Jika dibaca juga sangat membosankan, berbeda dengan membaca cerita fiksi yang benar-benar fiksi, memang judulnya juga fiksi.
Tentu saja pula, sang calon tidak akan menjawab, ingin dihargai atau dihormati orang, ingin dipanggil Pak Bupati atau Bu Bupati (hidung langsung mengembang) ingin bepergian kemanapun pergi dikawal polisi dan Satpol PP, ingin mengubah status sosial demi sebuah gengsi di masyarakat, ingin korupsi, ingin korupsi kolusi nepotisme (KKN), ingin memperkaya diri,(Ingin-ngin lainnya yang ada dalam pusaran kekuasaan seorang kepala daerah).
Nah, jika saja ada calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota yang menjawab blak-blakan atau vulgar (bahasa legegnya) seperti itu. Tentu saja jika ada calon gubernur, calon bupati dan calon walikota, yang seperti itu, dianggap orang gila alias owah kata orangSunda atau wong edan kata orang Jawa, atau buduhkata orang Bali.
Walaupun praktinya setelah jadi pemimpin, setelah jadi gubernur, setelah jadi bupati, setelah jadi walikota, banyak yang tidak jauh dari itu. Mudah-mudahan yang ingin jadi pemimpin, jadi gubernur, jadi bupati, dan jadi walikota, jika nanti terpilih tidak termasuk yang seperti itu. Wallohu’alam.(Penulis wartawan Harian Pelita 1980 – 2018/www.KoranPelita.Com).