Ini bukan gaya-gayaan. Sabtu lalu, usai Upacara Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 2019, saya dan beberapa teman naik MRT. Tujuannya Thamrin.
Kami ingin merayakan Kemerdekaan Republik Indonesia dengan merasakan moda transportasi kebanggaan kota Jakarta.
Jakarta Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT) memang serba istimewa. Apalagi bagi yang baru pertama kali naik MRT seperti saya. Udah gitu, naiknya bersama beberapa teman yang juga belum pernah.
MRT seolah menjadi kado usia menyenangkan bagi Indonesia. Sebab baru 74 tahun setelah merdeka, kita memiliki moda transportasi berupa subway yang diresmikan pada tanggal 24 Maret 2019. Fase 1 (Lebak Bulus sampai dengan Bundaran Hotel Indonesia) ini, melewati 13 stasiun yang ditempuh dalam waktu 30 menit.
Jadinya, masih menggunakan pakaian sipil lengkap, saya, Dinar, bu Tattys, pak Heru, pak Asep, dan beberapa teman yang lain berjalan kaki dari area Bursa Efek Indonesia menuju stasiun MRT di Istora.
Saya kagum dengan kebersihan stasiun (semoga akan selalu terjaga). Juga kesigapan petugas pemandu yang memberitahukan etika penggunaan tangga berjalan yaitu jalur kiri untuk diam dan jalur kanan untuk berjalan. Sebenarnya petunjuk tersebut sudah terpasang di setiap eskalator, namun karena banyak yang belum biasa, pemandu terus memberitahu penumpang.
Saya membayangkan, pada jam-jam sibuk, pemandu tersebut harus berulang-ulang mengingatkan penumpang. Yakinlah, karena kelelahan mengucapkan kalimat yang sama, berulang-ulang, sepanjang hari, suara mereka akan sayup-sayup ta terdengar.
Sebelum membeli tiket MRT, saya sempatkan (seperti semua yang baru pertama naik MRT) berfoto di area bawah stasiun. Mumpung sepi sehingga bisa leluasa. Untuk naik MRT ini kita bisa membeli tiket sekali jalan atau bisa juga menggunakan kartu e money yang kita miliki sehingga lebih praktis.
Tapi rupanya, punya e money saja belum cukup. Karena harus melakukan aktivasi lebih dahulu ke counter supaya dapat digunakan. Ini yang terjadi pada saya. Kartu e money yang saya miliki tidak bisa digunakan. Beruntung. Karena tidak bisa dipakai, saya jadi memiliki kartu e money seri Kemerdekaan Indonesia.
Pagi itu, di hari Sabtu, 17 Agustus, suasana di dalam stasiun tidak terlalu ramai. Jadinya bisa dengan mudah menanyakan kepada petugas arah menuju peron MRT. Saat menunggu MRT pun ada etikanya yaitu tidak boleh berdiri tepat di depan pintu MRT karena diprioritaskan untuk penumpang keluar terlebih dahulu baru.
Dan, akhirnya inilah pengalaman pertama saya naik MRT. Saya menarik nafas, lega tapi deg-degan. Lega dan deg-degan, karena setelah Upacara Bendera Detik-detik Proklamasi yang selalu penuh haru-biru, saya bisa merayakan Kemerdekaan di MRT.
Menunggu kurang dari 10 menit, MRT dari arah Lebak Bulus tiba di Stasiun Istora. Kami sengaja memilih gerbong yang sama supaya bisa bergaya-gaya di dalam MRT. Akan menjadi sangat aneh kalau saya bergaya sendiri di tengah penumpang yang tidak dikenal. Bahaya. Karena bisa bisa disangka stress, senyum-senym sendiri, gaya-gaya sendiri.
Sayangnya, urusan gaya-gaya dan foto-foto di MRT harus dihentikan oleh suara yang mengabarkan kami harus turun. Tapi bingung. Apakah harus keluar sekarang atau nanti, padahal tujuan kami semua adalah stasiun terakhir. Maklum, karena baru pertama kali jadi ya begitulah.
Seperti orang ndeso yang masuk kota. Baru, setelah melewati tiga stasiun sampailah kami di stasiun terakhir Bundaran HI.
Stasiun terakhir sudah sampai, tapi cerita kebingungan kami belum berakhir. Merasa sok tahu bisa membaca petunjuk arah, ternyata kami malah salah arah. Sehingga, seperti barisan bebek yang berjalan mengekor teman yang paling depan, kemudian memutar lagi karena salah arah pintu keluar. Lagi-lagi kami harus bertanya kepada pemandu kemana arah yang tepat menuju Bundaran HI.
Ya… meskipun ada petunjuk arah yang jelas namun karena baru pertama kali memasuki stasiun MRT yang ada di kedalaman 24 meter, maka bisa salah mendapati pintu keluar.
Tapi akhirnya sampai juga saya dan teman-teman di sisi kanan jalan MH Thamrin. Saya langsung menatap kemegahan Monumen Selamat Datang di Bundaran HI.
Sambil terus memandangi tugu legendaris itu, saya merasa perjalanan ini, sangat mengesankan. Juga membahagiakan di hari Kemerdekaan. Kami semua bangga bisa mencoba moda transportasi terkini di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Sudah pasti. Sebelum kemudian beranjak, tak lupa saya sempatkan untuk berfoto dengan background Monumen Selamat Datang di Bundaran HI. Selamat datang MRT. Dirgahayu Republik Indonesia dengan SDM Unggul Indonesia Maju.(*)