Jakarta, Koranpelita.Com
Akibat program PPDB yang menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan murid baru 2019 menuai protes dari kalangan masyarakat.Benarkah?
” Ya begini ini baru berjalan tahun ini 2019, peraturan tahun lalu dalam peraturan ini saya tahu kan ada tiga kelompok kuota yakni kuota zonasi, kuota prestasi dan kuota mutasi. Zonasi 90 persen, masing-masing untuk mutasi dan prestasi lima persen dan masyarakat mengeluh, anaknya berprestasi karena kena zonasi tidak bisa masuk kesitu,” ujar Prof Sumaryoto selaku rektor UNINDRA ketika ditemui KORANPELITA.COM, belum lama ini di Jakarta.
Menurut Prof Sumaryoto dalam sistem zonasi penerimaan peserta didik baru lebih memprioritaskan jarak tempat tinggal sesuai dengan zonasi. Semisal pada tahun lalu nilai ataupun peringkat lebih diutamakan untuk menuju sekolah yang diharapkan oleh para siswa, tapi saat ini zonasi lebih ditekankan.
” Sebenarnya begini pak, mestinya masyarakat sadar. Caranya begini, ini zonasi kan untuk mengatur mobilitas siswa yang lebih dekat yang berhak dengan lokasi sekolah meskipun nilainya lebih rendah itu maksudnya. Kalau tadinya kan dengan sistem ranking, peringkat, sekarang kan zonasi. Ini nilainya lebih tinggi tapi sekolahnya sudah diluar kalah sama yang dekat walaupun nilainya dibawah gitu,” tuturnya.
Terlebih, tambah Prof Sumaryoto baik sekolah unggulan maupun tidak menurutnya semua materi pelajaran yang diberikan kepada siswa-siswa sama saja tanpa perbedaan. Lebih lanjut, diartikan Tutwuri Handayani dimaknakan untuk menentukan kedisiplinan, kecerdasan dan kemandirian.
” Ya, menurut saya begini sekolah dimana pun tidak ada masaalah unggulan. Terpulang pada pada siswanya, kenapa ? Toh yang diajarkan materinya sama, ilmunya juga sama, bedanya dimana pak, hanya tempat dan guru,” tegasnya.
Lebih lanjut Prof Sumaryoto mengatakan secara prinsip tidak ada masalah akan tetapi dari kacamata masyarakat pun menilai pro dan kontra. Sistem dunia pendidikan tersebut juga diungkapkannya sebagai bagian dari pemerataan dari pengelompokkan kuota yakni kuota zonasi, kuota prestasi dan kuota mutasi.
” Secara prinsip tidak ada masalah, tapi masyaakat ini ada yang subyektif ada yang emosional. Tapi kalau melihat ini dibentuk pemerataan dan sebagainya saya kira,” imbuhnya.
Dikatakan Prof Sumaryoto, PPDB yang diberlakukan sekarang ini dianggap hanya bagian dari segi kuota saja berbeda dengan sistem-sistem sebelumnya. Sistem yang dilakukan pada tahun 2019 dia mengatakan, bagi orang tua siswa-siswa dikatakannya masih kaget karena baru diberlakukan.
“Karena yang lebih dekat itu kan berhak. Kalau dulu kan dibalik. Walau dekat kalau nilainya tidak memenuhi tidak bisa. Menurut saya masyarakat masih kaget karena baru,” ungkapnya
Prof Sumaryoto menyatakan, sistem penerimaan peserta didik baru dibutuhkan kesadaran dari masyarakat. Akan tetapi, Pemerintah juga harus memberikan informasi lebih luas kepada masyarakat tentang sosialisasi yang dapat diterima oleh publik. Sistem tersebut, diharapkan agar peserta didik dapat menyesuaikan jarak antara tempat tinggal dan sekolah.
” Ya begini, sebetulnya kuncinya kesadaran masyarakat sih ya kalau masyarakat sadar bahwa ini tujuannya baik dan lebih memberikan hak pada mereka yang punya regional yang lebih dekat dengan sekolah saya kira tidak masalah,” tandasnya.(han)