PADA tahun 2020 daerah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih kepala daerah (bupati/wakil bupati) periode 2020 – 2025. Ini untuk keempat kalinya daerah Kabupaten Cianjur pada era reformasi melaksanakan Pilkada secara langsung.
Jika berumur panjang hingga pelaksanaan Pilkada tahun 2020 mendatang, penulis berarti menyaksikan dan merasakan suasana perhelatan akbar memilih pemimpin Cianjur sebanyak 11 (sebelas) kali, yaitu pada pemerintahan orde baru sebanyak 6 (enam) kali, dan era reformasi 5 (lima). Pemilihan bupati periode 1978 – 1983 (Ir. H.Adjat Sudrajat Sudiraharja), periode 1983 – 1988 (Ir. H. Arifin Yoesoef), periode 1988 – 1993 – 1993 – 1996 . H Edi Soekardi dua periode 1988 – 1993 – 1993, periode 1996 – 2001 (Harkat Handiamihardja), periode 2001 – 2006 (Ir. H Wasidi Swastomo) periode 2006 – 2011 – 2016 (Tjetjep Muchtar Soleh dua perideo), periode 2016 – 2021 (Irvan Rivano Muchtar), namun hanya sampai dengan tanggal 14 Desember 2018 dicokok KPK (Bupati Cianjur dilanjut oleh Plt Herman Suherman 2020).
Sepeninggal Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar yang tak tuntas melaksanakan tugasnya, karena dicokok KPK tersandung kasus korupsi DAK Bidang Pendidikan milyaran rupiah, suasana menjelang Pilkada 2020 jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Boleh dibilang mulai cukup panas, terutama jika menyimak media sosial (medsos), diprediksi akan semakin panas dan hingar-bingar pada saat-saat mendekati masa Pilkada mendatang.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi panasnya suasana menjelang Pilkada Cianjur, diantaranya, karena IRM adalah putra mahkota sang pelanjut sang ayah (Tjtetjep Muchtar Soleh), sehingga terbentuk kekuasaan dinasti. Sepak terjang TMS semasa berkuasa dan anaknya IRM sangat tidak disukai oleh lawan-lawan politiknya maupun masyarakat yang mendambakan pemimpinnya jujur amanah tidak korup dan agamis dalam prilaku tidak menjadikan simbol-simbol agama sebagai kedok.
Tidak heran, ketika IRM dicokok KPK terjadi eforia kegembiraan pelbagai kalangan masyarakat. Tidak bagi kroni-kroninya, pendukung dan para penjilatnya, dicokoknya IRM oleh KPK adalah duka, musibah yang mendalam.
Mulai panasnya suasana, sangat manusiawi jika banyak yang khawatir kekuatan dinasti walau sudah nyaris terputus dengan adanya OTT oleh KPK, tetapi kroni-kroninya dan para penjilatnya ingin menghidupkan kembali kekuasaannya. Jika itu terwujud pesimistis akan terjadi perubahan. Bahkan jika terjadi dikhawatirkan akan lebih buruk.
Disamping itu, telah muncul beberapa nama kandidat bakal calon diantaranya selain Plt Bupati Herman Suherman ada nama Cecep Wahyudin salah seorang pengusaha muda, Suranto mantan wakil bupati semasa Bupati Cianjur TMS, Eky Awal Muharam politisi PKS, Abah Ruskawan salah seorang budayawan Sunda, dan beberapa nama lain yang kemungkinan besar muncul dari dinasti TMS.
Tingginya daya tolak dikhawatirkan munculnya kandidat atau calon bupati/wakil bupati yang terpapar kroni dinasti bupati sebelumnya menjadi warning bagi partai politik (parpol) jangan sampai ada parpol dungu agar berhati-hati cerdas mencermati suara akar rumput. Artinya tidak gegabah dalam mengusung bakal calon atau calon bupati/wakil bupati jangan hanya memberikan perahu kepada yang membayar atau membeli perahu dengan harga mahal kepada yang terpapar dinasti kuasaan sebelumnya atau kroni-kroninya.
Kuncinya baik atau tidaknya pemimpin Cianjur mendatang kroni atau bukan ada ditangan parpol-parpol pengusung. Rakyat atau akar rumput hanya bisa memilih dan berteriak. Jika parpol – parpol lemah dalam melakukan seleksi dan hanya mengedepankan dagang perahu tidak mengedepankan kepentingan rakyat jangan harap ada perubahan pembangunan Cianjur yang sugih mukti. Wallahu’alam.. (penulis wartawan koranpelita.com).