Hentikan Kekerasan, Jangan Represif

Jakarta, Koranpelira.com

Menyikapi situasi terkini sejak Selasa, 21 Mei 2019, dimana gelombang aksi unjuk rasa terus berlangsung dan benturan dengan aparat keamanan Kepolisian (Polri) dan Tentara (TNI) terus terjadi, dan telah menimbulkan korban pada masyarat sipil.

Siaran Pers ditandatangani  Abdul Fickar Hajar, Nusyahbani Katjasungkana, Hermawanto.

Dede Nurfon Sadat. Abdul Muttalib (Makassar). Boedi Widjarjo. Abdul Kadir Wokanubun (Makassar). M. Hasbi Abdullah (Makasar). Abd. Azis ( Mks ). Iskandar Sonhaji. Uli Parulian Sihombing dan  Johari Efendi.

Alumni LBH – YLBHI menyampaikan pernyataan sebagai berikut mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencopot Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto – yang membiarkan aparat represif terhadap demonstran, menerapkan gaya militeristik ala Orde Baru, anti demokrasi dan mengabaikan perlindungan HAM.

“Kepada Aparat Keamanan Polri dan TNI yang diperbantukan, kami meminta dengan sungguh – sungguh agar mengedepankan cara-cara persuasif dan manusiawai dalam menghadapi massa aksi/demonstran,” demikian  pernyataan di Jakarta, Rabu 22 Mei 2019.

Polri diharapkan tidak melakukan tindakan yang represif dan kontra produktif bagi penegakan dan pemenuhan Hak Azasi Manusia.

Informasi timbulnya korban pada masyarakat sipil, mengindikasikan Polri telah melakukan tindakan diluar batas kewajaran, tindakan diluar prosedur penanggulangan aksi massa.

Padahal seharusnya Polri mengedepankan pola-pola yang humanis dan tidak represif, sebagaimana Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa.

Kepada massa aksi atau para peserta unjuk rasa dimohon untuk menyampaikan aspirasinya secara baik dan bertanggungjawab, dan tidak melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum, apalagi tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan hanya akan merugikan diri sendiri dan tidak tersalurkannya aspirasi secara benar.

Kami menyarankan agar kekecewaan atas hasil Pemilu/Pilpres disalurkan sesuai kanal – kanal hukum yang tersedia, penyelesaian sesuai mekanisme yang telah disepakati dalam sistem Demokrasi. Mekanisme Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi adalah cara yang telah kita sepakati dalam sistem Pemilu kita. Itu semua diciptakan agar demokrasi berjalan dengan baik dan terus menjadi baik.

Patut menjadi perhatian kita semua untuk melakukan evaluasi sistem pemilu ke depan, terutama pemilihan Presiden agar berjalan dengan jurdil, sebagaimana saat ini dicurigai adanya ketidaknetralan aparatur negara, serta keberpihakan aparat penegak hukum, pemanfaatan fasilitas oleh patahana serta ketidakadilan lainnya akibat adanya presidensial treshold.

Kepada Presiden RI, agar tidak diam pada situasi seperti ini, berikan kepastian keamanan dan perlindungan Ham pada rakyatnya, jika situasi bentrok terus terjadi, maka sesungguhnya korbannya adalah rakyat, dan presdien harus bertanggungjawab. Komnas Ham segera membentuk Tim Investigasi meninggalnya para pengunjuk rasa.

Pada akhirnya kami menghimbau kepada semua pihak agar menghentikan tindakan represif, tindakan kekerasan, apapun alasannya, kekerasan bukan solusi di era demokrasi. Demikian siaran pers ini kami sampaikan sebagai bagian tanggungjawab kita bersama menjaga marwah demokrasi dan Hak asasi manusia. (han)

About redaksi

Check Also

Gedung Perpusda Jateng Diperluas, Dorong Literasi dan Minat Baca Masyarakat

SEMARANG,KORANPELITA – Proyek perluasan gedung dan pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Perpustakaan Daerah (Perpusda) Jawa …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca