Jakarta, Koranpelita.com
Eskalasi politik nasional kian meningkat menjelang pengumuman hasil perhitungan suara Pemilu 2019 Rabu, 22 Mei 2019.
Demikian Juru Bicara Rembuh Nasional Aktivis (RNA) 98 Sayed Junaidi Rizaldi, Wahab Talaohu dan Hengki Irawan dalam pernyataannya di Jakarta, Senin 20 Mei 2019.
Seruan aksi dari mereka yang menamakan diri “gerakan nasional kedaulatan rakyat” kian gencar disebar untuk mengajak aksi massa di depan kantor KPU RI, yang sebelumnya
mereka namakan sebagai aksi “people power”.
Betapapun nama gerakan massa telah diganti, namun konten aksi mereka teta sama, yaitu menggunakan agama sebagai kedok, menghasut rakyat, dan
sama-sama inkonstitusional.
Kami para aktivis 98 yang tergabung dalam Rembuk Naional Aktivis 98 sejak Kamis, 16 Mei 2019 telah menyatakan tekad untuk mengawal demokrasi.
RNA 98 akan mewujudkan tekad tersebut dengan menggelar aksi menginap di KPU RI 21-22 Mei 2019.
Aksi menginap untuk mengawal demokrasi yang sedang diemban oleh KPU RI tersebut melibatkan 5.000 aktivis 98 yang datang dari 34 provinsi se-Indonesia.
Tujuan dari aksi RNA 98 mengawal demokrasi tersebut adalah untuk menegakkan marwah UUD 1945 sebagai konstitusi dasar yang hari ini tengah dirongrong kelompok “gerakan nasional kedaulatan rakyat/people power”.
Mereka menggunakan idiom-idiom politik kerakyatan, namun menafikan KPU RI sebagai salah satu institusi demokrasi hasil Gerakan Reformasi 98.
Hal itu dicerminkan dari tuduhan mengada-ada, bahwa KPU RI telah berbuat curang, dan bermacam hoax yang disebar untuk mendelegitimasi KPU RI.
Pandangan RNA 98 sudah final, bahwa UUD 1945 berisi ketentuan-ketentuan, bahwa Negara Indonesia itu berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan kekuasaan (machtsstaat).
Jadi segala penyelenggaraan
negara dan segala tindakannya jelas berdasarkan hukum. Begitu juga KPU RI sebagai institusi demokrasi,
mendapatkan kewenangan dari Konstitusi untuk menyelenggarakan Pemilu menghitung suara yang
diberikan rakyat melalui Pemilu; mengumumkan hasil perhitungan suara; serta menetapkan pemenangnya berdasarkan hasil perhitungan itu. Semua kewenangan itu diberikan Konstitusi RI melalui
Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Berdasarkan pandangan tersebut, aksi RNA 98 mengawal demokrasi, merupakan manifestasi dari menjaga marwah UUD 1945 dari gerakan kelompok yang sedang berupaya makar terhadap Pemerintahan RI yang sah.
Rencana aksi di depan KPU, dalam video yang beredar baru-baru ini, kian memperjelas siapa berada di balik upaya aksi makar.
Upaya People Power tersebut telah disusun secara terstruktur, sistematis dan massif demi mendelegitimasi hasil pemilu, menebar hoax, kebencian, ‘adu domba’ hingga terjadi aksi sepihak dan yang berpotensi memicu kerusuhan masal.
Modus People Power saat ini mirip dengan peristiwa kerusuhan mei 98. Pada Mei 98 kerusuhan dibuat demi menjaga kekuasaan, dan pada 2019, kerusuhan akan dibuat demi menjaga demokrasi dan mengawal suara rakyat dari tindakan inkonstitusional dari para pihak yang hendak melemahkan dan mendelegitimasi penyelenggara Pemilu yang telah bekerja sesuai amanat konstitusi.
Namun rencana aksi RNA 98 belum bisa dilaksanakan, karena melalui komunikasi dengan Presiden RI Ir H Joko Widodo hari ini, RNA 98 mendapat arahan agar tidak menurunkan massa.
RNA 98 diminta untuk menyerahkan semuanya kepada mekanisme konstitusi.
Sejak awal kami telah berjuang bersama Presiden Jokowi yang kami anggap sebagai anak kandung reformasi.
Untuk itu RNA 98 sedang Siaga I. Bertahan di tempat masing-masing, sambil menunggu arahan selanjutnya untuk siap turun bila situasi mendesak. (djo)