Kuasa hukum Eggi Sudjana, Abdullah Alkatiri mempertanyakan mulai kapan ‘people power’ menjadi tindak pidana.
“Kalau saya boleh bertanya sebenarnya people power itu mulai tahun berapa menjadi tindak pidana? Apa baru? Apa 2015? 2016?,” kata Alkatiri di Jalan Metro Pondok Indah, Jakarta Selatan, Minggu (19/5).
Dikatakannya, pendukung Jokowi pernah menyerukan keinginan people power pada 2014.
“Karena tahun 2014 sudah ada buku dijual di Gramedia pada saat itu dari pihak Pak Jokowi dimulai masalah Pemilu 2014 mereka katakan kalau ada kecurangan maka akan ada people power. Maka, ini kalau dianggap pelanggaran maka yang 2014 ini juga harus diangkat,” ungkapnya.
Ia menyinggung soal buku ‘Jokowi People Power’ karya Bimo Nugroho dan M Yamin Panca Setia yang disebutnya sudah ada sejak 2014.
Alkatiri mempertanyakan kenapa polisi tidak mengusut seruan people power pada tahun 2014 lalu.
Menurutnya ‘People power’ yang diserukan Eggi bukan gerakan menggulingkan pemerintah saat ini.
“Jjelas-jelas yang namanya people power itu kedaulatan rakyat. Kalau tahu (aksi) 212, 411 karena ada kebuntuan hukum maka turun ke jalan itu disebut people power,” ucapnya.
Buku “People power” ditulis untuk merekam fenomena gerakan rakyat yang saat itu mendukung Jokowi pada Pilpres 2014. Dijelaskan, dalam buku tersebut bahwa gerakan rakyat atau ‘people power’ menemukan momentumnya.
Namun, ‘people power’ dalam buku tersebut dalam konteks pemilu yang demokratis.
Sebelumnya Eggi ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar. Penetapan itu, terkait pidato Eggi yang di dalamnya memuat istilah ‘people power’.
Pidato Eggi itu disampaikan pada Rabu (17/4) di depan kediaman capres 02 Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam pidatonya, Eggi menyerukan ajakan ‘people power’ di hadapan pendukung kubu Prabowo-Sandi.
Akibat perbuatannya ini, Eggi disangkakan dengan Pasal 107 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP jo Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. (Dohan)