Masjid Syuhada tampak bersahaja menampilkan perpaduan arsitektur Timur Tengah dan Nusantara menjadikan kubah berbentuk bulat lengkap dengan menaranya.
Bangunan masjid ketika itu cenderung mengambil bentuk bangunan Persia. Sebagaimana Masjid Al Azhar di Jakarta.
Masjid Syuhada Yogyakarta menjadi satu dari saksi sejarah masyarakat muslim dalam memperjuangkan kemerdekaan. Semangat dan perjuangan umat muslim untuk menegakkan kemerdekaan, menjadi bagian tidak terpisahkan dengan masjid dan para pemukanya. Ulama, pengasuh pondok pesantren bersama santri bahu membahu membangun kebersamaan untuk mengusir kedzaliman dan perampas kemerdekaan hak sebagat manusia.
Masjid Syuhada menyimpan candra sengkala sekaligus sebagai peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia sehingga hal itu digambarkan dalam bagian-bagian penting bangunan seperti 17 anak tangga di bagian depan, delapan segi tiang gapuranya dan empat kupel bawah serta lima kupel atas. Keseluruhan bangunan terdiri tiga lantai, di bawah untuk ruangan kuliah, dilengkapi 20 jendela yang diharapkan menjadi peringatan atas 20 sifat Allah SWT.
Di lantai dua untuk ruang shalat bagi kaum perempuan, terdapat dua tiang yang seolah-olah menyangga bangunan yang menggambarkan dua buah iktikad manusia. Sedang di lantai tiga sebagai ruang shalat utama, termasuk shalat Jum’at di mihrabnya terdapat lima lubang angin yang memberi gambaran sekaligus mengingatkan kepada masyarakat muslim rukun Islam.
17 Agustus 1950 menetapkan garis kiblat di atas tanah yang sekarang berdiri bangunan representatif. Sedangkan 23 September 1950 atau 11 Dzulhijjah 1369 Hijriyah bertepatan derigan Hari Raya Qurban kedua Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang ketika itu selaku Menteri Pertahanan Republik Indonesia, meletakkan batu pertama pembangunan masjid. Dua tahun kemudian tepatnya 20 September 1952 seluruh
bangunan selesai dan dilakukan pembukaan secara resmi yang bertepatan dengan Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharram 1372.
Pembangunan Masjid Syuhada dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muslim umumnya dan secara khusus memberi penghargaan kepada masyarakat muslim di Yogyakarta yang banyak menyumbang bagi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Lebih dari itu juga dimaksudkan sebagai monumen guna memperingati para pahlawan yang gugur syahid mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Rl dengan penuh keyakinan.
Bukan saja kemerdekaan atas penjajahan bangsa asing melainkan sebagai wujud dari upaya mempertahankan kemerdekaan, kebenaran dan keadilan. Masyarakat muslim teguh dalam memegang prinsip ketika menjalani kehidupan yakni untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Untuk itu masyarakat tnuslim tidak menghendaki adanya kedzaliman di atas bumi, apalagi di negerinya sendiri.
Masjid Syuhada menjadi wujud dari kemandirian masyarakat dalam mencapai cita-citanya, bangunan berdiri atas swadaya masyarakat dikerjakan sendiri dan hanya bagian-bagian penting seperti penasihat tekm’k harus mendatangkan dari luar masyarakat Yogyakarta. Mulai rancangan hingga pembangunan selesai semua dikerjakan berdasarkan musyawarah masyarakat bersama tokoh-tokohnya. Dengan demikian menjadi bagian tidak terpisahkan dari keseluruhan masyarakat muslim, ketika masjid membutuhkan tenaga dan dukungan masyarakat akan serta merta mendapatkan bantuan dari masyarakatnya.
Masjid Syuhada yang dibangun dengan harapan memenuhi kebutuhan masyarakat muslim, bukan saja sebagai monumen hidup melainkan menjadi peringatan generasi muda yang muncul belakangan. Diharapkan mampu menjadi peringatan kesungguhan
dalam membangun kebersamaan sebagaimana dilakukan para pendahulu yang hidup di zaman perang kemerdekaan.
Masjid yang menggabungkan berbagai arsiktektur selain sejumlah periambang melekat dalam setiap bangunan, di kubahnya mengambil bentuk-bentuk bangunan yang berkembang di Persia, India dan menjadi bagian dari masjid-masjid yang dibangun ketika itu. Kubah bundar di bagian tengah sebagai kubah utama, dikelilingi kubah kecil di empat sudutnya.
Bangunan berlantai tiga itu memberikan kesempatan kepada masyarakat muslim untuk melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selain sebagai pusat ibadah, keberadaannya diharapkan menjadi pusat segaLa kegiatan kemasyarakatan. Di lantai dasar masyarakat dapat menggunakan untuk kuliah dan beragam kegiatan. Bangunan masjid yang berada di tengah pemukiman masyarakat itu memungkinkan kemakmuran, bukan saja sebagai pusat kegiatan ibadah mahdhah melainkan berbagai kegiatan kemasyarakatan. Sejak awal berdirinya keterlibatan masyarakat menjadi prasyarat, sekaMgus memberi gambaran kehidupan di masyarakat muslim yang mengharuskan berjamaah.
Pembangunan masjid yang didasarkan untuk kepentingan masyarakat, dikelilingi rumah-rumah penduduk akan mendapat dukungan penuh. Kemakmuran yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keberadaan masjid tidak dapat ditawar-tawar lagi sehingga akan memberikan jaminan kelangsungan masjid bersama masyarakatnya. Upaya mengembalikan masjid lengkap dengan fungsi-fungsi yang melekat sebagaimana di zaman silam dalam diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di zaman Rasulullah Muhammad SAW dan beberapa generasi sesudah kepergian beliau, fungsi masjid melekat dengan kehidupan masyarakatnya. Masjid bukan saja sebagai tempat ibadah mahdhah, melainkan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan kemasyarakatan dan keumatan. Ketika itu bangunan masjid menjadi pusat segala kegiatan, bahkan untuk keperluan penyusunan strategi peperangan sekatigus benteng pertahanan ketika harus menghadapi musuh-musuh Islam dan masyarakat muslim. Masjid memerankan fungsinya secara maksimal sebagai pusat peradaban di masyarakat muslim sepanjang zaman.
Menjadi kewajiban masyarakat muslim dan generasi muslim yang akan datang untuk mewujudkan kembali cita-cita menjadikan masjid sebagai pusat peradaban masyarakat muslim. Pusat ibadah mahdhah yang diikuti dengan kegiatan kemasyarakatan dan keumatan sehingga keberadaan masjid menjadi representasi masyarakat muslim secara keseluruhan. Dari masjid dipancarkan sosok kehidupan masyarakat muslim, bukan saja ketika berada di kawasan masjid melainkan ketika masyarakat muslim menjalani kehidupan sehari-hari. Semua akan memancarkan semangat hidup yang berlandaskan kehidupan di masjidnya.
Seluruh sisi kehidupan masyarakat muslim hendaknya bersumber dari masjid sebagaimana kehidupan masyarakat muslim yang disemangati dari ajaran Islam, masjid menjadi bagian tak terpisahkan dari keseluruhan dinamika kehidupan ketika bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (djo)