Selama Ramadhan Koranpelita.com menampilkan sosok masjid bersejarah di tanah air. Kami suguhkan mulai dari arsitekturnya, peranannya dalam dakwah Islamiyyah dan visinya dalam membangun umat. Semoga bermanfaat.
.
Di Kompleks istana Mangkunegaran ysng megah, berdiri Masjid Al Wustho lengkap dengan gapura dan menaranya.
Masjid Al Wustho Mangkunegaran tampak megah dengan gapura dan menara yang menjulang tinggi. Gagah berdiri tegak, sebagaimana tegaknya keyakinan setiap muslimin kepada al Khalik, Allah Subhanahu wa taala.
Masjid Al Wustho berdiri di antara bangunan lain serta fasilitas tempat wudlu dan menaranya. Taman Kanak-anak (TK) ‘Aisyiah Bustanul Athfal. Rumah tinggal pengurus masjid dan Unit Kesehatan Masjid. Bangunan berbentuk lingkaran yang berukuran kecil di halaman masjid bernama maligi. Dulu bangunan digunakan untuk upacara sunat bagi keluarga Pura Mangkunegaran.
Masjid Al Wustho menggunakan arsitektur masjid-masjid di Jawa, atap tumpang bersusun tiga. Bangunan serambi arsitektur Jawa dengan bentuk limas. Ornamen kaligrafi menyolok dalam interior Masjid Mangkunegaran. Dari luar tampak gapura yang memberi kesan kokoh dan indah. Di dalam Ayat Qur’an dan Hadits Nabi Mugammad SAW menjadi hiasan menawan. Empat sisi tiang utama tampak indah dengan pahatan kecil memenuhinya.
Mimbar merupakan karya peninggalan terbaik di masjid ini. Berukuran panjang samping 213 cm, lebar depan 103 cm, dan tinggi 258 cm. Mimbar ditempatkan di sebelah kanan mihrab di depan ruang ibadah. Mimbar kayu jati dipolitur hitam, dengan konstruksi lepas pasang. MB Djajengsono dari Bali si pembuat, seperti tertulis di salah satu bagian mimbar. Reksopustaka Mangkunegaran menyimpan nota, mimbar ini dipesan dari sebuah perusahaan mebel di Kota Yogyakarta awal abad 20.
Masjid Agung Al Wustho Mangkunegaran memiliki sebelas pintu, lima di depan, tiga menghadap ke utara dan tiga menghadap ke selatan (ke arah pawestren). Dilihat dari dalam ruang, masing–masing pintu terdapat kaligrafi di bagian atas. Daun pintu urutan genap beragam hias utama kepala naga dengan posisi agak merunduk dan membuka mulut memperlihatkan gigi-giginya yang tajam berderet di rahangnya yang panjang diantara sulur-suluran yang lebat.
Ragam hias ganjil yang ditempatkan di pintu urutan genap, berpasangan berhadap-hadapan. Secara pasti semua orang akan diingatkan pintu Masjid Wali di Demak. Hanya saja bentuk kepala naga ini tidak sama persis dengan motif kepala naga di Masjid Demak dengan perbedaan tanpa adanya api di mulutnya. Motif naga di pintu ini juga dapat merupakan upaya menggantikan posisi kala seperti bangunan candi. Hanya saja terlihat tidak ada keberanian meletakkan motif ini di bagian atas pintu sehingga diterapkan di daun pintunya saja.
Bagian atas pintu tepatnya mahkotanya terdapat kaligrafi bertuliskan kata mutiara berisikan peringatan untuk hidup sederhana dan menjauhi ketamakan. Lengkap upaya mengkomunikasikan etika hidup dengan ragam hias yang memanfaatkan bidang-bidang komponen pintu utama masjid Agung ini.
INDAH-Masjid Al Wustho dengan gapura yang menambah keindahan seluruh bangunan.
Sebagai masjid bersejarah di kota Solo, berada di sebelah barat Pura Mangkunegaran Surakarta. Kompleks Masjid Al Wustho Mangkunegaran terdiri dari bangunan utama berupa masjid beserta fasilitas tempat wudlu dan menaranya.
Tidak ada sumber tertulis yang memberikan penjelasan secara rinci tentang sejarah keberadaan Masjid Al Wustho. Hanya prasasti yang dipasang dinding depan masjid menjadi satu-satunya sumber. Selebihnya cerita dari mulut ke mulut. Mangkunegoro I saat berkuasa membangun masjid di bagian utara Pura Mangkunegaran, di sebelah barat kawasan Pasar Legi yang sekarang dikenal Kauman, kampung kaum ulama dan orang-orang yang beriman.