Jakarta, Koranpelita.com
Percepatan pendaftaran tanah terus dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sehingga target 2025 dapat tercapai.
Selain dapat menghindari adanya permasalahan konflik agraria dan sengketa tanah, pendaftaran tanah juga memiliki manfaat bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya dengan mengagunkan sertipikatnya ke bank.
.Seperti tercantum dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah maka diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Itu diungkapkan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil pada Konferensi Pers “Implementasi dan Pencapaian Reforma Agraria”, Jumat (3/5) di Ruang Media Center Kementerian ATR/BPN, Jakarta.
Sofyan A. Djalil mengaku akan terus menyelesaikan permasalahan sengketa tanah sesuai dengan hukum yang berlaku. “Tentang penyelesaian konflik akan kita selesaikan. Prosesnya disesuaikan dengan kepastian hukum yang berlaku,” tutur Sofyan A. Djalil.
Lalu, Sofyan juga mengungkapkan terkait masalah sengketa tanah antara masyarakat adat Senama Nenek di Kabupaten Kampar, Riau dengan perusahaan swasta telah diselesaikan. Karena Presiden Jokowi meminta kepada Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil untuk mencabut konsesi perusahaan yang tidak memberikan haknya kepada masyarakat. “Konflik masyarakat di wilayah Senama Nenek di Kabupaten Kampar dengan PTP (PT Perkebunan) sudah selesai,” ungkap Sofyan.
Penyelesaiannya, kata Sofyan dengan melepaskan tanah ulayat seluas 2.800 hektare yang masuk wilayah konsesi PTP kepada masyarakat hingga akhirnya tanah tersebut menjadi hak milik masyarakat adat Senama Nenek. Menteri ATR/Kepala BPN menjelaskan untuk menghindari permasalahan konflik agraria dan sengketa tanah, maka Kementerian ATR/BPN terus giat melakukan kegiatan Reforma Agraria.
Sebagai informasi, jumlah kasus sengketa tanah yang tercatat di Kementerian ATR/BPN sejauh ini ada 8.959 kasus. Di mana, 56% sengketa antar masyarakat, 15% sengeketa antara badan hukum dengan PT dan BUMN.
Melalui Reforma Agraria, Kementerian ATR/BPN dapat melakukan Penataan Aset guna mendukung wacana adanya perpindahan Ibu Kota ke daerah yang memiliki bidang tanah negara yang lebih luas dan juga sebagai upaya dalam penekanan anggaran negara. “Penggunaan tanah milik negara ini sebagai upaya menekan anggaran, dan menurut hasil pertemuan di Istana kemarin menyimpulkan luas ideal ibu kota baru adalah 300 ribu hektare, jumlah ini termasuk untuk hutan dan taman kota di masa yang akan datang”, tambahnya.
Sementara itu Direktur Jenderal Penataan Agraria Muhammad Ikhsan Saleh, menjelaskan jika redistribusi yang dilakukan ada dua yaitu terhadap tanah eks tanah HGU ada 0,4 juta hektare sedangkan yang berasal dari pelepasan hutan itu ada 4,1 juta hektare yang akan di redistribusi.
“Ini dari tahun ke tahun yang berkaitan dengan tanah eks HGU yang sejak 2005 sudah kita lakukan dan sampai dengan saat ini sudah mencapai 80%. Kami punya target 750.000 bidang sehingga permasalahan yang signifikan berkaitan dengan ini masih dalam proses penyelesaian,” kata Muhammad Ikhsan Saleh. (esa)