Jakarta, Koranpelita.com
Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman menegaskan, kemungkinan sistem pemilihan umum (pemilu) terpisah antara pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden, kembali diterapkan jika pemilihan umum serentak 2019 ini gagal menghasilkan pemilu yang lebih baik.
Demikian ditegaskan Rambe Kamarul Zaman dalam diskusi Empat Pilar MPR RI ‘Efektifitas Fatwa Haram Golput Tingkatkan Partisipasi Pemilih?’ bersama anggota MPR RI Fraksi Partai Gerindra MPR RI Ahmad Riza Patria dan Ketua MUI Huzaimah T Yanggo di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (1/4/2019).
Hal itu disampaikannya mengingat rentannya pemilu serentak terhadap berbagai masalah, seperti potensi kecurangan dan tingkat kerumitan yang sangat tinggi. Menurt Rambe, potensi kecurangan itu bisa terjadi saat pemungutan sura, karena ada lima surat suara yang besar-besar seperti lembaran koran yang harus dicoblos untuk DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten serta DPD dan Presiden.
“Rakyat pemilih tidak pernah tahu akan hal ini, karena tidak ada sosialisasi dari penyelenggara pemilu (KPU),” kata dia seraya menambahkan bahwa kerentanan selanjutnya terjadi pada saat penghitungan suara yang harus selesai pada hari itu juga, “Bisa bisa penghitingan sura itu sampai subuh dan tidak ada relawan pengawas yang menyaksikan hingga subuh,” Papar dia.
Atas dasar itu lanjut Rambe, ke depan, jika ada usulan untuk merevisi UU Pemilu No.7 tahun 2017 adalah wajar, karena aturan teknisnya memang sulit. Apalagi lanjut Rambe, perhatian rakyat saat ini hanya pada pilpres. Sementara pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD I dan DPRD II tidak menjadi penting bagi masyarakat.
Oleh karena itu lanjut Rambe, sosialisasi harus lebih diutamakan dalam waktu yang hanya tinggal dua minggu lagi. “Kesadaran politik rakyat juga harus ditingkatkan untuk mengurangi politik uang. Tentu, fatwa MUI pun kita dukung untuk meningkatkan partisipasi pemilih,” ungkapnya.
Hal serupa juga disampaikan anggota MPR dari Fraksi Partai Gerindra Riza Patria. Namun demikian Riza sedikit agak optimis hasil pemilu serentak akan sesuai yang diharapkan. Partisipasi masyarakat akan meningkat karena ada factor pendorongnya. “Termasuk fatwa MUI untuk meningkatkan partisipasi pemilih,” katanya.
Sementara Ketua MUI Huzaimah T Yanggo menjelaskan bahwa Fatwa Majelis Ulama Indoensia (MUI) yang mewajibkan rakyat untuk memilih di pemilu 17 April 2019 nanti semata untuk meningkatkan partisipasi politik, dan menjadi wajib memilih caleg dan capres yang terbaik.
“MUI memberikan syarat atau kriteria untuk memilih caleg dan capres yang benar, jujur, aspiratif dan mampu (shiddiq, amanah, tabligh, fathonah) agar bisa membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik,” ujar Huzaimah T Yanggo.
Hanya saja kata Huzaemah, MUI sebenarnya tak pernah mengeluarkan fatwa golput haram. Tapi, hanya seruan wajib memilih. “MUI hanya menegaskan bahwa memilih itu wajib karena ada caleg dan capres yang memenuhi syarat. Kalau ada yang buruk, pilih yang buruknya lebih sedikit,” ujarnya.
Dijelaskannya, seruan itu dibuat sejak tahun 2009 hingga sekarang. Bahwa kriteria atau syarat yang diberikan MUI tersebut kata Huzaemah, agar caleg dan capres yang dipilih mampu mengantarkan rakyat pada kehidupan yang lebih baik. “Jadi, wajib memilih calon yang lebih baik agar kehidupan lebih baik. Makanya, kalau tidak memilih berdosa,” pungaksnya. (kh)