Jakarta, Koranpelita.com
Perusahaan rintisan atau start up asal Indonesia, Sehati TeleCTG membidik pasar internasional atau dunia untuk memasarkan produknya. Setidaknya tiga benua yang disasar yaitu Asia, Amerika, dan Afrika.
TeleCTG, yang merupakan perangkat medis diagnostik pertama dan satu-satunya di Indonesia ini digunakan untuk mendeteksi kondisi kehamilan, mendiagnosa detak dan irama jantung bayi, memonitor gerakan janin dan mencatat kontraksi ibu hamil.
Alat ini serupa dengan alat Cardiotocography (CGT). Tapi, TeleCGT punya ukuran yang jauh lebih kecil dan ringan sehingga bisa dibawa ke daerah-daerah terpencil, apalagi alat ini merupakan alat yang sudah alami peningkatan dari CTG konvensional, sehingga lebih terjangkau dan portebel.
“Secara pangsa pasar seluruh dunia membutuhkan, khususnya negara berkembang. Asean, Afrika dan Amerika latin,” kata Co-Founder dan CPO Sehati, Abraham Auzan di Jakarta, kemarin.
Abraham mengatakan, perusahaannya sudah mendapatkan dan memperoleh izin produksi dari lembaga terkait pada November tahun lalu. Selain itu, produk TeleCTG kini sudah memiliki hak sehingga sudah layak dipasarkan.”Jadi produksi segala macam mulai Desember 2018. Sekarang produk kita sudah digunakan di Kabupaten Kupang,” jelasnya.
Dia menjelaskan, segala kegiatan produksi TeleCTG ini dilakukan di dalam negeri yang berada dua lokasi pabrik rekanan yang diajak kerja sama. Untuk manufakturnya diproduksi di kawasan Cikarang dan untuk komponen chip-nya di kawasan Ciawi, Jawa Barat.”Kami produksi baru ada sekitar 100 unit. Percobaan produksi besar itu (1.000 unit per tiga bulan) selesai Juni ini,” jelasnya.
Produksi inovasi alat medis CTG ini ditargetkan bisa meningkat ke depanya, yakni mencapai 1.000 unit dalam sebulan. Sehingga bisa dipasarkan dan memenuhi permintaan pasar, baik pembeli perorangan maupun instansi.
“Memang kita juga sesuaikan dengan market. Kami juga ingin menambah kapasitas produksi kita sampai 1.000 per bulan. Melihat total market di Indonesia, ada 9.700 puskesmas, 47.000 bidan praktek mandiri, dan 2.000-an rumah sakit,” sebutnya.
Meskipun sudah menergetkan pasar internasional, Abraham menuturkan, sejauh ini pihaknya masih fokus mamasarkan produk medis ini untuk Indonesia. Karena mereka didukung dan telah menjalin kerja sama bersama pemerintah, khususnya beberapa lembaga terkait seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendes PDTT) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan lainnya.
TeleCTG akan dijual dan digunakan untuk pusat layanan kesehatan, baik Rumah Sakit, Puskesmas, Bidan, maupun lainnya. Sebab, sangat cocok untuk di daerang tingkat dua melihat bobot dan TeleCTG sendiri. “Saat ini kisaran harganya sekitar Rp 15 juta sampai Rp 20 juta, jika dibandingkan dengan alat CTG yang kovensional dengan merek top, lebih mahal, itu kisaran Rp 150 juta hingga Rp 170 juta,” imbuhnya.
Dondi Sasmita CTO Sehati TeleCTG menambahkan, Sehati ditunjuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk mengikuti Festival South by Southwest (SXSW) 2019 di Austin Texas, Amerika Serikat pada 10-17 Maret lalu guna memperkenalkan alat buatan karya anak bangsa ke kancah internasional.
Hadirnya Sehati TeleCTG di festival SXSW ini membawa misi besar, yakni menjaring mitra strategis dalam pengembangkan maupun pemasaran produk telecardiotocography berbasi sportable. (vin)