Koranpelita.com-PENGARUH geopolitik dan ekonomi global terhadap keamanan Indonesia yang secara geografis terletak pada posisi strategis mengharuskan Indonesia memberikan perhatian yang tinggi terhadap kewaspadaan lingkungan maritim (Maritime Domain Awareness). Hal tersebut sangat erat hubungannya dengan geopolitik, geo-ekonomi, dan geostrategi.
Adapun secara geografis posisi strategsi yaitu Indonesia terletak antara dua benua dan dua samudera, terdapat empat choke point dunia (Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Makassar, dan Selat Lombok), dan tiga jalur ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia).
Hal tersebut dipaparkan Pangkoarmada III dalam makalahnya pada Lokakarya tentang Kawasan Konservasi di Papua Barat yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama mitra kerja pembangunan Conservation International (CI) Indonesia di Swiss Belhotel Manokwari, Papua Barat, tanggal 12 Maret 2019 lalu. Makalah tersebut disampaikan Kadiskum Koarmada III Kolonel Laut (KH) Ida Kade Sadnyana, S.H., M.H.,
Dijelaskannya, pergerakan manusia, barang dan energi dari dahulu sampai sekarang serta masa yang akan datang sangat tergantung dengan transportasi laut. Dengan jumlah penduduk ± 269 juta jiwa, maka diharapkan Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan dan kemajuan global mendatang.
Disisi lain, Indonesia memiliki potensi maritim yang beragam, mulai dari keanekaragaman hayati yang dapat menghasilkan devisa negara 300 triliun pertahun dari hasil laut dan perikanan, 40 persen potensi panas bumi dunia, 11,3 milyar barrel minyak bumi dan 101,7 triliun kaki kubik gas serta perairan Indonesia menjadi 40 persen sebagai lalulintas kapal di dunia. Potensi maritim di laut yang harus kita jaga dan kembangkan sangat memiliki potensi besar untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Perairan Indonesia merupakan gerbang nusantara yang memiliki nilai strategis pada posisi silang sebagai pijakan menjaga kedaulatan Indonesia dalam kiprah dalam menyongsong Poros Maritim Dunia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, pasal 9 menjelaskan tentang tugas dan peran TNI AL, yaitu: melaksanakan tugas TNI Matra Laut bidang pertahanan, penegakan hukum dan menjaga keamanan wilayah laut yurisdiksi nasional, melaksanakan tugas diplomasi, melaksanakan tugas TNI dalam pengembangan kekuatan matra laut, melaksanakan pengendalian wilayah pertahanan laut.
Adapun tugas dan peran TNI AL yaitu peran militer (military role), peran diplomasi (diplomacy role), peran konstabulari (constabulary role). Peran konstabulari terdiri dari penegakan hukum di laut, melindungi sumber daya dan kekayaan laut nasional, memelihara keamanan dan ketertiban di laut.
Dalam melaksanakan peran konstabulari ini, TNI AL memiliki dasar kewenangan dalam melaksanakan penegakan kedaulatan dan hukum di laut, yaitu sesuai peraturan hukum internasional Unclos ’82 diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Selanjutnya sesuai peraturan hukum nasional, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (perubahan Undang-Undang 31/2004 tentang Perikanan).
Kewenangan TNI AL dalam melaksanakan penegakan terhadap illegal fishing- IUU fishing (Illegal, Unregulated and Unreported Fishing) kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktifitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.
Berdasarkan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009, Penyidik Tindak Pidana di bidang Perikanan dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kewenangan TNI AL dalam melaksanakan penegakan hukum tentang tindak pidana illegal fishing adalah mutlak.
Sebanyak 11 fakta yang menyatakan bahwa IUU Fishing terjadi di perairan WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) Republik Indonesia, yaitu enam negara pelaku utama IUU Fishing di Indonesia, 100 armada kapal dengan kapasitas 80-300 GT tiap negara pelaku yang beroperasi di WPP RI melaksanakan IUU Fishing, panjang jaring kapal-kapal pelaku IUU Fishing berkisar antara 100-399 km, tergantung dengan ukuran kapalnya (80-300 GT), enam negara pelaku sampingan IUU Fishing yang datang tidak secara terus menerus.
Selanjutnya, dalam perizinan mereka memiliki satu surat ijin, namun digunakan untuk 5-10 kapal dan memiliki bendera ganda, kapal jaring yg memiliki panjang jaring 399 km apabila dibentang di WPP RI dari Sabang sampai Merauke, Kapal Ikan Asing (KIA) maka menutupi 77 persen panjang Indonesia, 90 persen ABK kapal adalah warga negara asing yang tidak bayar pajak, KIA IUU Fishing juga sering menyelundupkan segala jenis barang-barang ke Indonesia, termasuk narkoba, berlaku jahat terhadap nelayan Indonesia serta merusak peralatan laut nelayan Indonesia.
IUU Fising sudah berlangsung di WPP RI ± 30 tahun, kerugian negara akibat IUU Fishing mencapai 300 triliun pertahun. wilayah Selat Malaka, Laut Arafuru, Laut Cina Selatan dan Samudera Pasifik adalah wilayah perairan Indonesia yang paling tinggi tingkat IUU Fishingnya.
Proses penanganan tindak pidana di laut oleh TNI AL, mulai dari KRI/KAL yang melaksanakan pendeteksian, henrikan sampai dengan penyerahan ke Pangkalan TNI AL dan proses persidangan. Adapun pelaksanaan sinergitas TNI AL yang telah dilaksanakan dan aktif antara lain TNI AL tergabung dalam satgas 115 sesuai dengan Perpres RI No. 115 tahun 2015 tentang Satuan Tugas pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (illegal,fishing), TNI AL tergabung dalam operasi Bakamla, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 178 tahun 2014, TNI AL tergabung dalam Bakamla dengan tugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdikasi.
Implementasi tugas Koarmada III selaku jajaran TNI AL dan Kotamaops TNI sesuai dengan Perkasal Nomor 17 Tahun 2018 tentang pembentukan Komando Armada III memiliki tugas pokok terdiri atas dua bagian yaitu sebagai kotama operasi, Koarmada III melaksanalan Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), operasi laut sehari-hari dan operasi tempur laut dalam rangka pengendalian laut, proyeksi kekuatan ke darat lewat laut dlm rangka penegakan kedaulatan dan hukum di laut sesuai kebijakan Panglima TNI.
Sebagai Kotama Pembinaan, Koarmada III melaksanakan pembinaan kekuatan, kemampuan dan kesiapan operasional KRI, Pasukan Khusus Angkatan Laut dan pangkalan yang menjadi tanggung jawabnya dengan melaksanakan pembinaan kemampuan peperangan laut, kesiapsiagaan operasional serta membina potensi maritim di wilayah kerjanya menjadi kekuatan pertahanan negara di laut yang berkedudukan di bawahnya dan bertanggung jawab kepada Kasal.
Sedangkasn fungsi dari Koarmada III adalah menyelenggarakan operasi intelijen maritim guna mendukung pelaksanaan operasi laut, menyelenggarakan operasi tempur laut dalam rangka OMP baik operasi gabungan maupun mandiri, menyelenggarakan OMSP baik berupa operasi laut seharihari maupun operasi keamanan laut di wilayahnya sesuai dengan kebijakan Panglima TNI, membina kemampuan dan kekuatan komponen Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT), membina kemampuan peperangan laut, membina kesiapan operasional untuk melaksanakan OMP dan OMSP dalam rangka pengendalian laut serta proyeksi kekuatan ke darat lewat laut dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di laut sesuai kebijakan Panglima TNI, membina potensi maritim menjadi kekuatan pertahanan dan keamanan negara di laut.
Wilayah kerja Koarmada III meliputi wilayah Perairan Maluku sampai Papua yang memiliki luas wilayah 2.015.884 km², memiliki empat Lantamal (Pangkalan Utama TNI AL), tujuh Pangkalan Angkatan Laut (Lanal), satu Fasharkan dan 27 Posal (Pos Angkatan Laut. Koarmada III selaku kotama operasi dalam mewujudkan SSAT terdiri dari sejumlah kapal perang dan pesawat udara, empat Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan yang berada di jajaran Lantamal dibawah Koarmada III.
Kerawanan untuk illegal fishing yang terdata oleh Koarmada III antara lain kapal ikan Filipina, kapal ikan Vietnam, kapal ikan Thailand, dan kapal ikan Papua New Guine. Sejumlah KIA tersebut beroperasi di perairan wilayah kerja Koarmada III. Dimungkinkan juga kapal ikan China dan lain-lain karena potensi perikanan yang kaya di wilayah Papua dan sekitarnya.
Dalam pelaksanaan gelar operasi, Koarmada III selaku komando pelaksana operasi menjalankan tugas pokoknya membawahi Gugus Tempur Laut Koarmada III untuk siaga tempur laut dan Gugus Keamanan Laut Koarmada III untuk siaga keamanan laut. Adapun operasi yang diselenggarakan antara lain pengamanan ALKI 3, operasi pengamanan perbatasan RI – RDTL – Australia, siaga tempur laut, siaga kemanan laut, operasi di seluruh wilayah kerja Koarmada III selama 365 hari.
Hasil operasi Koarmada III sampai dengan bulan Maret 2019, tindak pidana perikanan mengalami penurunan sebagai bukti kinerja Koarmada III dan jajaranya dalam memerangi IUU Fishing. Dengan semangat Jalesveva Jayamahe, maka Koaramada III siap bersinergi untuk mengamankan pelanggaran illegal fishing di wilayah perairan Maluku dan Papua serta sekitarnya.(**)