Jakarta, Koranpelita.com
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai debat calon presiden dan calon wakil presiden bebara waktu lalu tidak memiliki nilai lebih dari ekspektasi public, karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) mereduksi hak-hak rakyat yang ingin tahu kualitas calon pimpinan yang akan mereka pilih.
Demikian ditegakan politisi asal Nutas Tenggara Barat (NTB) Fahri Hamzah dalam diskusi ‘Menakar Efektifitas Debat Capres dalam Meraih Suara’ bersama Anggota Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sutarduga dan pengamat Politik CSIS Arya Fernandes di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Menurut Fahri, debat capres itu akan memiliki nilai lebih bila kedua pasangan calon presiden itu bebas “bertempur” mengeluarkan gagasan, dan pemikiaran-pemikiran cemerlang untuk membangun bangsa dan Negara. “Tetapi itu tidak terjadi dalam debat capres yang lalu,” papar dia.
“Saya menginginkan debat itu seperti cerdas-cermat di sekolah. Di mana kedua kandidat bebas bertanya dan menjawab, sehingga akan berlangsung secara alamiah, natural dan intens. Kalau KPU tetap ikut campur dalam menyusun pertanyaan, maka debat itu tak lebih dari acara seremonial saja,” papar dia.
Ditegaskannya lagi, dengan begitu KPU tak perlu repot-repot menentukan panelis untuk menyusun pertanyaan. “Apalagi tak ada jaminan pertanyaan itu tidak akan bocor kepada kedua capres. Jadi, KPU jangan mereduksi hak-hak rakyat yang ingin tahu calon pemimpinnya,” pungkasnya.
Sementara anggota Fraksi PDIP, Eriko Sutarduga berharap rakyat bisa langsung bertanya dalam debat capres-cawapres. Sehingga rakyat sebagai pemilih akan mengetahui secara baik capres-cawapres yang akan dipilih pada 17 April 2019.
“Ini pesta demokrasi untuk rakyat, dan bukannya perang. Maka alangkah menariknya kalau rakyat bisa langsung bertanya dalam debat capres-cawapres nanti,” tegas Eriko Sutarduga
Apabila rakyat bias bertanya kata Eriko, maka rakyat akan makin mengetahui kapasitas dan jejak rekam calon pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. “Tentu pertanyaannya disesuaikan dengan tema yang sudah ditetapkan oleh KPU,” tambah Eriko.
Selain itu wartawan dari televisi yang menyiarkan juga diberi kebebasan untuk menggali pertanyaan terhadap kedua kandidat sekaligus menyiarkan debat tersebut. “Saya yakin dengan model itu debat akan sangat menarik,” kata dia.
Diakui Eriko, debat capres-cawapres ini tidak berpengaruh banyak pada rakyat. Terutama bagi mereka yang belum mempunyai pilihan atau “swing voters.” “Memang ada peningkatan 50,6 persen rakyat menyaksikan debat di televisi, tetapi tetap belum memenuhi keinginan rakyat,” tambahnya.
Khusus untuk debat cawapres Minggu (17/3) nanti, Eriko yakin KH Ma’ruf Amin akan membuat kejutan-kejutan. Selain sebagai ulama, beliau sudah berpengalaman di politik sejak DPRD, DPR/MPR RI, Rais Aam PBNU, Ketua Umum MUI Pusat dan lain-lain. “Ekonomi yang ditawarkan pun sangat menarik, yaitu ‘Arus Baru Ekonomi’ Indoensia,” pungkasnya.
Di sisi lain pengamat Politik CSIS Arya Fernandes mengatakan, debat capres yang lalu ditonton sekitar 1,5 juta rakyat. Twitter mencatat 1,5 juta cuitan mewarnai debat kedua capres 2019 antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Twitter mencatat puncak percakapan terjadi pada pukul 22.00 sampai 23.00 WIB. Dalam kurun waktu 60 menit, setidaknya ada 290 ribu cuitan per menitnya. Selama debat berlangsung, berbagai tagar wara-wiri, berseliweran di lini masa Twitter. Sejumlah tagar diantaranya #DebatPintarJokowi, #PrabowoMenangDebat hingga #DebatCapres.
“Seharusnya debat itu menjadi referensi utama bagi rakyat untuk mementukan pilihannya. Sehingga debat harus kaya akan gagasan dan banyak hal-hal yang baru agar kedua capres-cawapres mendapat dukungan secara maksimal,” ungkapnya. (kh)