Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH
*Penulis, Notaris tinggal di Sampit.
Sebagai catatan bahwa dengan disahkannya UU Ciptaker oleh presiden Jokowi beberapa waktu berselang, masih menyisakan catatan. Tepatnya ganjalan yang belum ada hukumnya. Maksud hukum disini adalah bagaimana akibat dari kondisi dimaksud. bahwa dari sisi substansi, akan diajukan ke MK memang iya. Namun ada masalah administratif yang memerlukan klarifikasi, sebelum UU ini benar benar klir untuk dijadikan landasan kinerja atau diterapkan sebagai kebijakan pemerintah mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Klarifikasi dimaksud adalah aspek administratif dari UU Ciptaker yang harusnya dijadikan sebagai dasar sebagai bagian dari keberadaan suatu UU. Aspek administratif ini harusnya secara paralel dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan produk hukum berupa peraturan (regeling). Regeling, maksudnya adalah tindakan pemerintah dalam hukum publik berupa suatu pengaturan yang bersifat umum, general, atau abstrak.
Pengaturan dimaksud dapat berbentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan sebagainya. Intinya dengan regeling tersebut dapat mewujudkan kehendak pemerintah bersama lembaga legislatif, ataupun oleh pemerintah sendiri. Tindakan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regeling ini dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang bersifat umum. Pemahaman “umum” dalam kata regeling adalah pemerintah atau pejabat tata usaha negara melakukan upaya untuk mengatur semua warga negaranya tanpa terkecuali dan bukan bersifat khusus. Dalam kaitan ini, UU Ciptaker termasuk dalam kualifikasi regeling dimaksud.
Asas Hukum
Di saat kuliah di Fakultas Hukum, ditanamkan pelajaran yang bahkan sebagai doktrin universal. Bahwa untuk menyatakan tidak berlakunya satu ketentuan, harus dilakukan dengan ketentuan khusus pada level yang sama. Ketika suatu regeling tentang perijinan, tentang pajak dan sebagainya yang sebelumnya diatur dalam suatu Undang Undang maka harus ada UU yang secara khusus mencabut atau menyatakan ke-tidak berlakuannya. Ini dogma yang selama berabad abad yang secara konsisten diterapkan sebagai dasar agar suatu aturan tidak berlaku.
Asas yang berkaitan dengan ini tidak belaku untuk UU Ciptaker. Faktanya UU yang juga dikenal serbagai UU sapu jagat ini mengenyampingkan, atau menyatakan tidak berlakunya berbagai aturan tentang hal yang diatur dalam UU. Contohnya masalah pajak, masalah investasi, masalah ketenagakerjaan dan sebagainya. Berbagai peraturan dengan klausula yang sudah mapan itu dinyatakan tidak berlaku bukan dengan UU yang secara khusus dengan mencabut UU yang selama ini belaku, yaitu UU tentang pajak, investasi, ketenagakerjaan dan sebagainya. Cukup satu UU, Ciptaker mengeleminasi semuanya.
Proses administrasi yang tidak semestinya ini tentu ada akibatnya. Setidaknya keberlakuan UU ini tidak akan efektif karena melanggar asas yang bahkan merupakan dogma dimaksud. Kapan akibat akan turun, tentu tidak bisa diukur dengan satuan waktu. Namun demkian berdasarkan yang terjadi selama ini demikian adanya.
Pengesahan, Kuncinya
Kunci yang sebutlah sebagai mendasar mengharubiru asas yang selama ini dijdikan sebagai dasar keberlakuan suatu ketentuan adalah pada pengesahan presiden. Bahwa pada prosesnya ada hal yang juga bersifat formal tidak dituruti oleh DPR, misalnya dengan menyetujui suatu RUU menjadi UU dengan fakta UU itu tidak lengkap, berubah ubah substansinya, itu masalah mendasar yang lain, itu berada pada ranah DPR. Tetapi dalam kaitan dengan aliran berikut, yaitu disahkannya UU yang sejatinya masih bermasalah itulah focus administratif yang dimaksudkan.
Berdasarkan Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang sudah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019 bahwa suatu RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Jadi, yang mengesahkan suatu RUU menjadi UU adalah presiden.
Untuk itu penyampaian RUU dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama (Pasal 72 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2012. Kemudian, menurut Pasal 73 ayat (1) UU dimaksud, RUU itu disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan (Pasal 73 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011). Untuk ini faktanya tidak demikiian karena UU Ciptaker faktanya telah disahkan.
Terkait dengan masalah pengesahan UU ini, bahwa suatu undang-undang yang sudah disahkan baru dapat berlaku mengikat umum apabila diundangkan dalam suatu lembaran negara. Pengesahan suatu undang-undang tidak serta-merta menandakan bahwa undang-undang itu sudah mulai berlaku dan mengikat. Pada dasarnya, kapan suatu undang-undang itu berlaku berkaitan dengan kapan pengundangan Undang Undang tersebut dilakukan. Hal ini dapat dilihat pada bagian Ketentuan Penutup yang terdapat di dalam Undang Undang yang bersangkutan.
Maksud dari pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. Demikian yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 12).
Dalam hal ini, manakala di dalam suatu peraturan dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan, maka dalam hal ini peraturan tersebut mempunyai daya ikat pada tanggal yang sama dengan tanggal pengundangannya. Hal dimaksud dapat dicermati pada kalimat penutup UU, bahwa Undang Undang tersebut berlaku dan mempunyai daya ikat pada tanggal yang sama dengan pada tanggal pengundangannya.
Satu catatan, bahwa ketika suatu peraturan dinyatakan berlaku beberapa waktu setelah diundangkan, maka dalam hal ini peraturan itu mempunyai daya laku pada tanggal diundangkan tersebut, akan tetapi daya ikatnya setelah tanggal yang ditentukan tersebut. Hal ini sangat penting apabila dalam pelaksanaan peraturan tersebut terdapat berbagai hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu, misalnya belum ada lembaga atau peraturan pelaksana yang menunjang pelaksanaan peraturan tersebut.
Dimohonkannya pengujian terhadap UU tidak menunda berlakunya UU dimaksud. Jadi tegasnya meskipun diajukan uji materi terhadap UU Ciptaker, itu tidak menunda keberlakuannya. Perangkat peraturan pelaksana, meskipun mengandung berbagai cacat tetap harus dibuat peraturan pelaksanan sebagai dasar kinerjanya. Artinya secara konkret perjalanan dari UU Ciptaker ini masih memerlukan waktu panjang. Seberapa panjang, masih tergantung kepada berbagai hal, diantaranya kesiapan peraturan pelaksana, dan secara material tergantung pada kesiapan aparatur pelaksana dengan segenap fasilitas pendukungnya.***