Yogyakarta, Koranpelita.com
Ki Seno Nugroho meninggal dunia di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakarta, Selasa 3 November 2020.
Ki Seno Nugroho kelahiran Yogyakarta 23 Agustus 1972 meninggal diusia 48 tahun dan dimakamkan di Semaki Yogyakarta, Rabu 4 November diberangkatkan dari rumah duka Dusun Gayam, Argomulyo, Gamping, Bantul, Yogyakarta.
Seno Nugroho putra dalang Ki Parman belajar seni pewayangan sejak umur 10 tahun dan pentas ke dunia pewayangan di usia 15 tahun.
Ki Seno Nugroho terjung ke dunia pewayangan saat masih duduk di Sekolah Menengah Kesenian Yogyakarta.
Ki Manteb Soedharsono dalang gagrag Surakarta yang membuatnya tertarik dunia pedalangan dan terus menggeluti sampai akhir hayatnya.
Ki Seno Nugroho dikenal luas sebagai dalang melalui pergelaran wayang kulit yang memadukan antara gagrag Surakarta dan gagrag.
Ki Seno Nugroho mewarisi darah dalang dari sang ayah almarhum Ki Suparman Cermo Wiyoto. Saat remaja, Seno sempat menonton aksi Ki Manteb di area Keraton Yogykarta dan akhirnya ikuti jejaknya.
Ki Seno Nugroho dikenal dalang Climen yakni pakeliran padat. Pertunjukan wayang kulit yang dipersingkat dari sembilan jam menjadi 2-3jam maksimal.
Bagong menjadi icon saat pentas, selain Petruk, Gareng dan Semar. Sosok punakawan inilah Seni melepaskan berbagai permasalahan aktual, sesekali menyerempet politik dan pertikaian masalah nasional.
Bagong dengan celana training nerah terselip bapang menjadi ciri khas pentas yang digemari generasi millenial. Sambutan gegap gempita menggelar ketika Bagong tiba-tiba tampil di depan Begawan Durno, Patih Sangkuni atau Baladewa.
Kresna atau Werkudoro juga diperlukan sama. Bagong yang marah tidak pandang siapa saja. “Aku nek wis ngene iki ora wedi sopo-sopo. Watone aku bener,” demikian Seno melakonkan Bagong sang punakawan yang matah. (D)