Palangka Raya, Koranpelita.com
Penentangan masyarakat dunia termasuk kaum muslimin di Indonesia terhadap pernyataan Perdana Menteri (PM) Prancis Emanuel Macron dinilai beralasan. Sebab, sikap petinggi negeri menara Eifel tersebut telah melewati batas kebebasan sehingga menyinggung perasaan umat islam.
Mereka (PM Prancis) menanggap karikatur Nabi Muhammad SAW ini sebagai bagian dari kebebasan berpendapat di negerinya. Tetapi tidak di negara lain, termasuk di Indonesia. Bagi kita itu kebebasan yang tidak ada batasnya atau kelewatan, terang Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) H Khairil Anwar, kepada DayakNews, Selasa (3/11/2020).
Khairil yang juga menjabat sebagai Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya menejelaskan, Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang tidak boleh digambarkan dengan media apapun. Pasalnya, tidak akan pernah bisa karya manusia yang bisa merupakan beliau sebagaimana aslinya.
Dia melanjutkan, dalam Islam, penganutnya dituntun untuk cinta, hormat, dan membela terhadap Nabi Muhammad sebagai Rasul atau utusan Allah SWT. Karena itu, sikap Macron secara refleks memantik protes dari umat.
Macron tidak mengetahui bagaimana sebenarnya ajaran Islam. Apa yang Dia anggap kebebasan, bagi umat Islam tetap harus ada batasannya, tandasnya.
Menurut Khairil, apa yang ditunjukkan Perdana Menteri Prancis itu memang patut untuk diingatkan. Caranya baik dengan penyampaian pendapat secara terbuka maupun pemboikotan produk Prancis seperti yang kini banyak dilakukan masyarakat muslim di berbagai negara.
Saya setuju dengan langkah boikot ini. Hal tersebut merupakan bentuk teguran agar pihak-pihak yang melecehkan ajaran Islam ini tidak lagi mengulangnya di kemudian waktu, kata Khairil. (SAR)