Ini sebuah prinsip. Work hard, play hard. Mumpung sedang di Amerika Serikat (entah kapan bisa kembali ke negeri ini) maka, kesempatan itu harus dimanfaatkan dengan baik. Kesempatan mengunjungi berbagai destinasi wajib jika sedang ke Ngamerika.
Ini memang prinsip yang berbeda dari banyak sahabat saya yang sama-sama tugas belajar. Saat semua menabung sisa beasiswa dan hasil kerja, saya memilih menggunakannya untuk berwisata ke tempat-tempat indah. Tidak untuk gaya-gayaan, tapi berusaha melihat dunia yang berbeda, untuk kemudian bersyukur menjadi orang Indonesia.
Karena ingin menjelajahi negeri mercusuar dunia ini, saya tidak bisa seperti sahabat-sahabat saya yang sepulang dari Amerika bisa membeli rumah atau mobil. Saat mereka menunjukan mobil dan rumah, saya cukup puas bisa menunjukkan foto pernah kesana-kemari di USA.
Kegemaran saya menjelajah, seperti membawa suasana jiwa ketika masih kecil, sering njajah deso milang kori. Menjelajahi desa-desa di Nganjir. Jadi, begitu Mas Dwi Larso menantang saya untuk melanjutkan perjalanan ke Crater Lake di akhir musim semi 1996, saya menyanggupinya.
BACA JUGA: NKS Menulis Corvallis 7: Akhirnya, Bayi Vallisa sampai ke Kota Asal Namanya
Crater Lake berada di dekat perbatasan Oregon State dengan California State. Walau begitu, untuk menuju kota San Fransisco dibutuhkan waktu kurang lebih tujuh jam menggunakan mobil. Jadi, kami menyusuri Highway 5, jalan tol menuju San Fransisco.
Saat sampai di perbatasan sebelum memasuki California State, kami dicek apakah membawa buah-buahan atau sayuran. Jika membawa, kami diminta untuk meninggalkannya. Ini adalah cara melindungi industri pertanian di California State. Mereka tidak ingin hama, penyakit, virus, dan bakteri terbawa masuk dan menjangkiti industri pertanian.
Sampai di San Fransisco, malam sudah tiba. Kami mencari penginapan. Tentu tak perlu mewah, yang terpenting bisa membangun mimpi yang indah. Dan, benar. Paginya kami menemukan tempat-tempat indah seperti dalam mimpi. Mimpinya wong Nganjir bisa menjelajahi negeri Paman Sam itu terjadi.
Rasanya, ada kebahagiaan tak biasa, bisa membawa anak-istri mengunjungi Golden Gate Bridge yang memberi ketakjuban. Tak pernah terbayangkan, atase wong Ngjanjir bisa melihat jalan penghubung San Fransisco dengan Marin County.
Semua orang tahu bahwa jembatan gantung ini adalah ikon San Fransisco. Saking ikoniknya, belum dikatakan sampai ke San Fransico jika belum mampir ke Golden Gate Bridge.
Tempat lain yang berkesan adalah ketika langkah sampai di Lombard Street. Ini mengingatkan saya pada kampung halaman yang berada di perbukitan. Bedanya, Lombart Street disulap menjadi salah satu tempat wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi dengan mengendarai mobil.
Lombard Street adalah jalan berliku dan menurun dengan taman di sekitar jalan ini. Mengemudi di jalan ini harus hati-hati dengan batas kecepatan 8 km/jam. Jalan ini dibuat unik, dengan pola zig-zag yang menambah kesan dalam mengemudi.
Setelah makan siang (terpaksa harus mencari restoran Indonesia karena ada yang mesti makan nasi) kami menjelajahi Palace Of Fine Arts. Tempat ini juga menjadi salah satu tujuan wisata favorit saat liburan ke San Fransisco. Sebuah bangunan arsitektural yang sangat menarik untuk dikunjungi.
Istana ini sangat keren untuk berfoto dengan ketenangan lingkungan dan kemegahan arsitekturnya.
BACA: NKS Menulis Corvallis-6: Jadi Pencuci Piring dan Loper Koran
Setelah selesai menikmati keindahan kota San Fransico, kami bersiap kembali ke Corvallis. Tentu tak lupa untuk menyapa penjual souvenir. Seperti umumnya pelancong, kami pembeli kaos, gantungan kunci, atau sekadar magnet tempelan di kulkas sebagai bukti pernah ke kota ini.
Memang, kami harus segera kembali lantaran tugas peloper koran tak bisa begitu saja ditinggalkan. Jika ada pengganti, masalah berhenti. Tapi jika tidak, Mas Brian, bos pemberi order loper, akan marah-marah karena dikomplain pelanggan.
Kesibukan sekolah plus jalan-jalan murah-meriah, membuat kami lupa waktu. Tahu-tahu musim panas datang, lengkap dengan suka-dukanya. Beruntung, jika dihitung-hitung, masih banyak sukanya.
Suka, karena tak perlu berpakaian tebal berlapis-lapis yang ribet luar biasa. Suka, karena liburan kuliah tiba. Yang tidak libur hanya loper koran yang bekerja 365 hari setahun tanpa henti.
Sementara McNary Dining Hall tutup dan tidak beroperasi. Namun ada pekerjaan baru di McNary Dining Hall: membersihkan seluruh lantai dan membuatnya mengkilap.
BACA: NKS Menulis Corvallis-5: Kuliah & Asyiknya Berburu Garage Sale
Tak perlu waktu yang lama. Satu minggu lebih saya diminta bergabung dengan pasukan pembersih lantai. Honornya lebih besar untuk yang ini. Apalagi jam kerjanya tidak dibatasi seminggu 20 jam.
Cerita suka lainnya adalah melihat banyak orang yang menikmati matahari sambil membaca buku atau mendengarkan musik dengan walkman. Pembaca dari kalangan milenial mungkin tak tahu seperti apa walkman yang ngetop pada jamannya.
Pakaian yang dikenakan oleh mereka tentu juga menyesuaikan. Ini yang menarik untuk berlama-lama mata tak mau berpaling.
Nah, kisah duka di kala musim panas terjadi ketika panas matahari yang kelewatan mengenai bumi. Sementara kelembaban udara sangat berbeda dengan di Indonesia sehingga membuat gerahnya terasa menyiksa.
Pada tahun itu, rata-rata rumah tidak dilengkapi dengan alat pendingin ruangan. Yang disiapkan adalah menghadapi musim dingin dengan alat pemanas ruangan. Makanya sering kita dengar orang Eropa atau Amerika meninggal karena tak tahan dengan suhu panas berlebihan.
Di musim panas 1996, rekan yang membawa keluarga dan yang akan belajar juga semakin bertambah. Bang Darni Daud disusul istri dan kedua putrinya. Keluarga Mas Syahdella datang di gelombang berikutnya. Demikian pula Bang Berni dan keluarga. Ada pula Mas Edo dan Mbak Stella yang sudah cukup lama berada di Amerika muncul entah dari mana.
Suasana yang juga menggembirakan saat musim panas adalah kumpul bersama keluarga Indonesia di sebuah taman dan makan-makan. Potluck namanya. Setiap keluarga membawa makanan terbaik yang mereka bisa masak atau mereka beli jadi.
Saya memanfaatkan liburan musim panas untuk meningkatkan pengetahuan dan menjalin perkenalan dengan para aktuaris dengan mengikuti sebuah seminar aktuaria di Philadelpia. Kota ini berada di bagian timur USA. Saya ajak anak-istri untuk menemani.
Di acara seminar itu, hadir pula dua sahabat yang sama-sama dalam persiapan berangkat S2 untuk belajar aktuaria dari Kementerian Keuangan. Nani Patria kuliah di Ball State University dan Yusman kuliah di Boston University. Yusman membawa serta pula keluarga kecilnya.
Di waktu luang setelah seminar dan matahari masih tinggi, kami mencuri waktu untuk eksplorasi kota Philadelpia. Di akhir acara kami menyempatkan diri untuk ke Baltimore, New Jersey, dan Washinton DC. Sekalian reuni karena telah lama terpisahkan sejak mereka berangkat duluan ke Boulder Colorado mengikuti Economic Institute Program.
BACA: NKS Menulis Corvallis-4: Selimut Rindu Warna Biru
Waktu bergeser dengan sangat encer. Musim panas berakhir, perkuliahan dimulai kembali. Saya diberi tugas baru oleh Dr. Jones untuk membantu menyusun appendix di buku Actuarial Mathtematics-nya. Kali ini bayarannya per jam. Sangat lumayan. Meski ada pekerjaan baru, loper koran dan cuci piring tak boleh dilepaskan.
Suasana pergeseran musim, adalah saat-saat mendebarkan. Sebab, daun berubah dari hijau kekuning-kuningan, lalu menjadi kecoklatan, dan berguguran. Perubahan warna daun itu sungguh indah sulit ungkapkan. Semua pohon sepertinya sudah janjian, kompak mengubah warna. Lalu menjadi gundul tak berdaun sama sekali.
Musim gugur yang menakjubkan, disambung musim liburan yang menyenangkan. Itu terjadi setelah ujian, lalu masuk suasana Natal dan tahun baru. Sayang jika tak dimanfaatkan untuk jalan-jalan.
Nah, saya sepakat dengan salah satu keluarga untuk menjelajah lebih banyak lagi tempat yang selama ini dilihat dalam film atau berita. Kali ini tidak menyetir mobil dari Oregon, tetapi dengan pesawat yang mendarat di kota Phoenix. Sesampai di bandara Phoenix, baru menyewa mobil untuk beberapa tempat wisata.
Grand Canyon merupakan tempat wisata pertama yang akan di kunjungi. Keindahan Grand Canyon sangat menakjubkan selain menjadi mimpi semua orang untuk datang. Sangat pantas UNESCO menobatkan sebagai situs warisan dunia.
BACA: NKS Menulis Corvallis-3: Tiga Hari Bersama Host Family
Lembah yang indah dan tebing yang miring, adalah perpaduan keindahan yang mencengangkan, dilengkapi dengan liukan sungai Colorado yang ajaib. Inilah taman nasional yang tidak pernah bisa ditipek dari itinerary para turis.
Selesai memandang Grand Cayon dengan segala ketakjuban, kami mengarah langkah ke Las Vegas. Saat itu hari sudah mulai gelap, namun Las Vegas justru menemukan seluruh ruh, untuk memikat penikmat malam.
Menginap di salah satu hotel di Las Vegas, kami hanya memesan satu kamar untuk dua keluarga. Malam itu kami tak langsung tidur, tapi menikmati berbagai atraksi di deretan hotel yang menyajikan atraksi menarik. Karena membawa anak kecil, kami tidak diperkenankan memasuki area judi. Tak masalah, toh kami juga tak biasa berjudi. Jadi, cukuplah bagi kami, melihat-lihat dari kejauhan.
Paginya, setelah mengitari kota Las Vegas, kami ingin mengunjungi kebun binatang terbesar yaitu San Diego Zoo kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke Los Angeles untuk mendatangi Universal Studio, Hollywood, dan Santa Monica.
Lantaran Mas Dwi Larso seorang dosen, ia pun ingin mampir sebentar di kampus UC Berkeley. Tak sekadar berfoto, tapi mesti membeli kaos, jaket, dan pernik-pernik lainnya.
Hari terakhir adalah menikmati acara parade bunga di Pasadena. Menunggu sejak pagi rasanya tak rugi karena sangat indah menakjubkan. Lalu kembali ke Corvallis dengan meninggalkan mobil sewaan di bandara Los Angeles.
BACA: NKS Menulis Corvallis-2: Nganjir, Mimpi Pertama di Amerika
Soal liburan, selesai. Masuk tahun 1997, kuliah dimulai dalam suasana musim dingin. Saya kemudian sibuk kembali dengan perkulihan. Termasuk sibuk meladeni Cindy Huang, teman yang selalu menelepon siang dan malam mengajak belajara bersama.
Semua tentang mata kuliah aktuaria. Dengan materi yang lebih berat. Jauh lebih berat dibandingkan dengan loper koran di musim dingin yang membuat jari membeku kaku.
Meski sibuk belajar, tapi masih tetap ada saat-saat santai. Itu terjadi di kala weekend. Saat itu, saya sedang penasaran ski, olahraga musim dingin yang sangat populer. Harusnya buat wong nggunung seperti saya, tidak susah main salju di area perbukitan. Itulah pengalaman pertama saya bermain ski. Saya mesti berterimakasih diajari oleh Mas Edo dan Mbak Stella.
Main ski seperti menjadi penutup musim dingin, yang lalu kembali masuk musim semi dengan bunga merekah sebagai penanda. Kelabu berganti warna-warni. Ini triwulan terakhir saya kuliah.
Akhirny kewajiban menulis pun kelar. Judul tulisan Actuarial Analysis of Second-to-Die Insurance covering Lives with Dependent Future Lifetimes menandai saya lulus setelah disidang oleh tiga dosen, termasuk Dr. Donald A Jones sebagai dosen pembimbing.
Setelah pengumuman kelulusan diterima, saya mendapat tawaran untuk magang atau on the job training di Sobesco-Erns & Young. Lokasinya berada di Montreal Canada. Akhirnya saya mesti meninggalkan Corvallis sebelum acara wisuda dilaksanakan.
BACA: NKS Menulis Corvallis-1: Tirakat hingga Amerika Serikat
Sebelum meninggalkan Corvallis, saya harus berpamitan dengan orang tua yang membantu beradaptasi hidup di USA. Saya pamit kepada Rita dan Ted Powell, dengan peluk erat seolah tak ingin pisah. Suatu saat nanti saya minta Rita dan Ted datang ke Indonesia.
Tak lupa selimut biru yang telah menemani hari-hari di Corvallis saya serahkan kembali. Jasa selimut tak diragukan lagi. Apalagi di kala musim dingin. Saya yakin selimut itu akan digunakan oleh entah siapa nanti pengganti yang akan mendapatkan orang yang sangat baik selama tiga hari di host family. Rita dan Ted, many thanks. Love you so much. (tamat)
Nami Kilo Sumarjono. Salam NKS.