16 Tahun Paguyuban Kulon Progo memberi warna bagi perantau Kulon Progo di Jakarta dan sekitarnya.
Jakarta, Koranpelita.com
Duapekan lagi, masyarakat Kulon Progo di perantauan, akan punya hajat. Sebuah perayaan memperingati dwi windu atau 16 tahun kelahiran Badan Koordinasi Paguyuban Kulon Progo (Bakor PKP), siap digelar pada 20 April 2019.
Puncak acara mulai jam 19.00 di Anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Taman Mini Indonesia Indah (TMII), perayaan akan diisi oleh berbagai atraksi kesenian. Puncaknya, adalah Pidato Kebudayaan Profesor Bedjo Suyanto, mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang asli Kalibiru, Kokap, Kulon Progo.
“Kulon Progo akan berkembang menjadi kota besar, setelah bandara internasional di Temon beroperasi. Ada yang harus dipagari, salah satunya jangan sampai masyarakat Kulon Progo terpinggirkan. Pengalaman yang terjadi pada masyarakat Betawi jangan terulang,” jelas Prof Bedjo yang pernah dua periode memimpin UNJ.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Bakor PKP, H Agus Riyanto masyrakat Kulon Progo di Jakarta dan sekitarnya, juga harus ikut berperan dalam pembangunan Kulon Progo. “Untuk upaya itu, Bakor PKP juga sudah memiliki program yang disebut Sesaba Kulon Progo. Program itu juga sudah menjadi bahan rekomendasi ke Pemkab Kulon Progo,” ungkapnya.
Bakor PKP adalah singkatan dari Badan Koordinasi Paguyuban Kulon Progo, memang menjadi wadah bagi masyarakat Kulon Progo di luar wilayah Kulon Progo untuk ikut berperanan. Institusi ini, lahir pada tanggal 26 April, 16 tahun silam, jadi tahun ini memasuki usia dwi windu.
“Itu terhitung sejak didirikan oleh 15 paguyuban perantau yang terdiri dari 14 paguyuban desa dan 1 alumni yaitu STM Wates. Saat itu, pendiriannya dicetuskan di kediaman Brigjen TNI (Purn) Anton Sudarto, pada tanggal 26 April 2003,” terang Agus Triantara, Sekretaris Umum Bakor PKP yang 16 tahun lalu ikut menjadi pendiri organisasi perantau ini.
Menurut Agustri, Bakor PKP menjadi generasi ketiga warga perantau Kulon Progo di Jakarta. Generasi pertama diinisiasi oleh Persatuan Warga Kulon Progo di Jakarta (PERWAKUJA) yang dirintis tahun 1955. Sebuah nama yayasan dan bangunan mushola yang masih berdiri di daerah Ciracas, Jakarta Timur menjadi saksi.
Generasi kedua adalah PKKP (Persatuan Keluarga Kulon Progo) yang menurut kabar, mereka eksis di tahun 1970-80 an. Kabarnya mereka sering mengadakan pagelaran wayang kulit, turnamen olah raga dan sebagainya yang disiarkan di radio Safari. Namun hingga kini tidak ada jejak otentik yang berhasil saya temukan.(djo)