Jombokan, Koranpelita.com
Ojo Ngajari Bebek Nglangi, pepatah Jawa yang artinya janganlah mengajarkan itik untuk berenang.
Sejak lahir anak itik yang kecil sekalipun langsung dapat berenang. Sia-sia saja mengajarkan itik untuk berenang.
Rusdi Hadi Suwarno 84, memahami benar pepatah Jawa tersebut. Mbah Hadi, demikian panggilannya, sudah sejak sangat kecil bekerja bahkan berjuang untuk mempertahankan hidup.
Di zaman pendudukan Jepang, Mbah Kakung mengawali ceritanya, ketika umurnya berangkat remaja, sudah harus memanggil dagangan berjalan kaki berpuluh kilometer.
Haus dan lapar menjadi satu, zaman itu semua orang merasakannya. Kekurangan makan dan pakaian lumrah, penggambarannya Nemu nasi tidak pasti. Nasi sebatas buat lauk saja, kadang ada sering tidak ada.
Ketemu Growol setiap hari sudah beruntung. Singkong,, ubi, uwi, mbili, ngganyong dan nggarut makanan tergolong bagus. Suweg, umbi yang jarang dikonsumsi karena sering mendatangkan gatal di mulut, menjadi pilihan makanan sehari-hari.
Mbah Kakung memahami hidup dan kehidupan. Asam garam kehidupan sudah dilalui dengan pahit getirnya. Suka duka dan riang gembira. Semua dihadapi dan dijalani dengan rasa syukur.
Pekerjaan yang menjadi bagian dari perjuangan hidup bersama anak, cucu dan cicit dilakoni dengan ketulusan. Meski hanya berjualan kopi di kereta, tetapi tetap manajer. Kapten kru yang memimpin sebuah restoran di atas perjalanan kereta api.
Alhamdulillah dapat mengentaskan anaknya enam dari 11 anak yang pernah dilahirkan dari hasil pernikahannya dengan Suwarti binti Kromodimedjo. Buah cinta, kasih sayang dan kesetiaan keduanya sampai kaken ninen seperti dia para sepuh ketika melangsungkan ijab qobul dulu.
Sejak 1957 ketika masih remaja, Mbah sudah di kereta makan. Selesai pendidikan pertama, pilihannya transmigrasi ikut kerabatnya di Pringsewu, Lampung atau buruh tani di kampung halaman.
Mbah Mangun Kamari, paman dari garis ibu, mengajaknya bekerja di Restorka, restoran kereta api, tepatnya kerabat keraton Jogjakarta membutuhkan remaja untuk bekerja di Restorka, rute Yogyakarta-Jakarta.
Sekitar tahun 1974 perusahaan rugi dan harus ditutup. Pengalamannya bekerja di Restorka sangat berharga, dibawa ke perusahaan yang sama di Surabaya tidak menemui kesulitan berarti.
Direktur Kereta Makan (DKM) menjadi bekal diterima di perusahaan yang baru. Tugas mulai kereta jarak pendek, Surabaya-Blitar, Surabaya-Jember, Surabaya-Malang. Sampai akhirnya bertugas di kereta api jarak jauh, Surabaya-Jakarta, Surabaya-Bandung, Surabaya-Banyuwangi. Akrab juga denganKA Bima, KA Mutiara Selatan, KA Mutiara Timur, KA Purbaya dan seterusnya. (djo)