Palangka Raya, Koranpelita.com
Puluhan wartawan dari berbagai media massa di Kalimantan Tengah (Kalteng) melakukan aksi damai di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Jumat (26/7).
Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap berjalannya persidangan dua wartawan, Aliandie dan Yundhi, yang terjerat hukum akibat berita yang mereka tulis, 2018 lalu.
Aksi damai yang melibatkan para jurnalis media cetak, elektronik, dan online ini dipimpin koordinator lapangan Sadagori H Binti. Turut bergabung dalam kelompok ini Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalteng HM Haris Sadikin serta sejumlah petinggi redaksi berbagai media massa di Bumi Tambun Bungai.
Kehadiran massa aksi tersebut diterima langsung Kepala PN Palangka Raya Kurnia Yani Darmono SH SHum dan jajarannya. Agar bisa menemui kelompok wartawan ini, Kurnia bahkan memutuskan menunda keberangkatannya mengikuti pertemuan di Bogor pada waktu yang sama.
Sebelum melakukan diskusi dengan petinggi PN Palangka Raya, massa menggelar orasi sambil membentangkan poster-poster dengan tulisan bernada penolakan insan pers terhadap berbagai bentuk upaya kriminalisasi.
Dalam orasi tersebut, Sadagori H Binti dengan tegas menyatakan, insan pers menyesalkan bergulirnya persidangan terhadap pemberitaan yang ditulis Arliandie dan Yundhi menggunakan pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menurut Ririn, panggilan akrab jurnalis senior Liputan 6 SCTV wilayah Kalteng ini, proses persidangan yang terus berjalan tersebut prematur. Sebab, proses hukum terhadap wartawan dengan obyek aduan berupa berita harus diproses sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
Penerapan UU tentang pers tersebut mutlak dijalankan di seluruh wilayah hukum Indonesia karena telah disepakati bersama oleh Dewan Pers, Polri, dan Kejaksaan di tingkat pusat.
Saat proses penyidikan, ahli pers telah melakukan pertemuan dengan Polda Kalteng. Kita menyimpulkan obyek berita pada perkara ini murni produk jurnalistik, walaupun belum sempurna. Jadi, harus tetap diproses sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999, kata mantan Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Kalteng itu.
Dia melanjutkan, aksi ini bukan ditujukan sebagai bentuk intervensi insan pers terhadap proses peradilan. Namun, upaya mengingatkan kembali kepada seluruh aparatur penegakan hukum untuk memproses perkara menyangkut karya jurnalistik sesuai koridornya demi terciptanya kebebasan pers dalam menjalankan peran kontrol sosial serta sebagai pilar keempat demokrasi di negeri ini.
Kami mengapresiasi penerimaan langsung Kepala PN Palangka Raya yang telah meluangkan waktu mendengarkan tuntutan kami meski sedang ada kesibukan dinas. Juga terimakasih kepada pihak kepolisian dalam pengamanan sehingga aksi ini bisa berjalan baik, sebut Ririn.
Usai orasi, massa melalui Ketua PWI Kalteng HM Haris Sadikin menyerahkan nota pernyataan sikap kepada Kepala PN Palangka Raya. Nota ini berisikan lima poin tuntutan insan pers dalam perkara yang membelit Arliandie dan Yundhi.
Tuntutan-tuntutan tersebut, di antaranya, memohon PN Palangka Raya mengedepankan UU Nomor 40 Tahun 1999, UUD 1945, dan Pasal 50 KUHP dalam proses persidangan perkara ini hingga putusan sidang, memohon PN Palangka Raya dan majelis hakim memperhatikan yurispendensi putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara sengketa pers serupa, dan memohon seluruh jajaran aparatur penegakan hukum melaksanakan kesepakatan bersama yang telah ditandatangani Dewan Pers, Polri, dan Kejaksaan tentang penerapan UU Pers.
Di kesempatan yang sama, Kepala PN Palangka Raya Kurnia Yani Darmono berjanji memperhatikan seluruh tuntutan massa aksi. Dia meyakinkan, proses persidangan yang sedang berjalan tetap dalam tujuan mencari kebenaran.
Kami akan membahas seluruh aspirasi ini ke (rapat) pleno, ujar Kurnia.
Persidangan menyangkut pemberitaan yang ditulis Arliandie dan Yundhi sendiri terus bergulir di PN Palangka Raya hingga agenda penyampaian nota pembelaan (Pledoi) pada Rabu (24/6) tadi. Sidang akan berlanjut dengan agenda putusan majelis hakim pada 31 Juli 2019 mendatang.
Perkara ini bermula dari artikel yang ditulis Yundhi dan Arliandie yang terbit di media massa online tempatnya bekerja pada 18 Februari 2018 lalu. Berita tersebut menyajikan informasi mengenai keberatan warga Desa Goha, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau yang menduga lahannya diserobot salah satu perusahan besar swasta (PBS) yang beroperasi di wilayah setempat menggunakan Berita Acara Penyerahan (BAP) yang sebagian materinya diduga dipalsukan .
Pihak PBS yang merasa keberatan atas pemberitaan tersebut kemudian menunjuk tim kuasa hukum untuk menyampaikan gugatan ke pihak penyidik Polda Kalteng. Selanjutnya, penyidik melimpahkan berkas acara pemeriksaan (BAP) gugatan ini ke Kejaksaan Negeri (Kejari) untuk dilanjutkan ke persidangan di PN Palangka Raya dengan nomor perkara pidana 108 dan 109/Pid.Sus/2019/PN.Plk.
Dalam gugatannya, tim kuasa hukum PBS tersebut menilai penulis berita melakukan tindak pidana pencemaran nama baik secara tertulis sebagaimana tertuang dalam Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP, dan UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. (SAR)