Banjarmasin, Koranpelita.com
Taufiqurrahman, tampak rapi mengenakan kemeja putih bercorak sasirangan berdiri menjelaskan mata pelajaran kepada muridnya yang duduk dibangku kelas VII, Selasa, (1/8/2023) siang.
Sekilas tidak ada yang menarik, tapi siapa sangka, sosok guru IPS di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) memilik karakter yang mudah diingat karena kepedulian dan kepiawaiannya membina anak didik.
Yang menarik, ia punya kiat tersendiri dalam meredam kenakalan anak termasuk soal bully-membully.
Tak hanya itu, Taufiq juga kerap menangani permasalahan keterbelakangan yang dianggap mengganggu keaktifan tumbuh kembang anak asuhnya.
Berdasarkan informasi yang bersumber dari orang terdekat, rupanya Taufiq masih aktif dengan perannya itu.
Ketika dijumpai disela jam kerja, benar saja. Sambil tertatih ia tampak beberkan alasan dibalik perannya menangani kenakalan maupun tekanan psikologi yang di alami anak didiknya.
Sebagai guru SMP, Taufiq mengungkapkan, dalam membina anak murid yang termasuk dalam kategori umur labil tak sedikit beragam permasalahan ia temui.
Dari permasalahan internal menyangkut sekolah, maupun permasalahan eksternal yang berdampak pada keseharian disekolah.
Contohnya, siswa yang kuat mengganggu yang siswa yang dirasa lemah. Kemudian, berdampak pada gejala individu siswa menjadi pendiam, tidak bersemangat dan cenderung murung.
“Bapak yakin seluruh sekolah apapun itu tidak ada pembullian, tetapi ini perilaku manusia pasti ada kejadian antara si lemah dan si kuat. Si kuat biasanya mengintervensi si lemah,” ungkapnya.
Dalam penanganannya pun beragam, dari tingkat biasa sampai yang lumayan merepotkan. Termasuk memberikan pencerahan secara moral.
“Kalian satu kelas, kalian adalah keluarga kecil kelas ini. Saling menolong saling bekerja sama saling membantu,” jelas pemenang penghargaan guru terapi di MTsN 2 ini.
Sebagai seorang pengajar yang merasa tak sekedar memberi ilmu, Taufiq selalu ingin menangani permasalahan dengan meredamnya sekecil mungkin.
“Insyaallah akan selesai, kalaupun berkelanjutan nanti kepala sekolah juga akan tau agar ditangani lebih dalam,” kata dia.
Apabila yang di lakukan masih belum berhasil, penanganan biasanya melibatkan orangtua murid dengan musyawarah sebagai sekolah yang berlandaskan keagaaman.
“Kita mengutamakan diskusi dan pendekatan persuasif, kondusif, pembinaan dan biasa akan ada titik temu,” bebernya.
Kendati menjadi pekerjaan tambahan, hal itu sudah ia lakukan sejak awal mengajar tahun 2005.
Taufiq selalu berpesan kepada murid agar selalu terbuka, minimal bercerita kepada orang terdekat ataupun orangtua di sekolah yakni guru.
Menurutnya, diam bisa menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun, tidak semua diam bisa menyelesaikan masalah.
“Kadang kala banyak masalah harus diselesaikan, artinya dengan cara berbicara harus bisa diselesaikan dengan baik,” tambah pria 43 tahun ini.
Ibnu Salim, salahsatu mantan siswa tahun 2015, masih duduk dibangku kelas VII, menceritakan, dirinya mengingat figur gurunya Taufiq merupakan sosok yang peka terhadap suatu kejadian atau mencari tahu aksi kenakalan siswa.
“Beliau negur anak-anak yang terlihat nakal, kalau dibawa ke BK itu pasti kesalahan murid berlebihan,” tulisnya melalui WhatsApp.(zul/pk)