Gowa,Koranpelita.com
Hirup pikuk cerita nasionalisme Nusantara di masa lalu tidak lepas dari kegemilangan Kabupaten Gowa. Gowa terbukti telah berhasil melahirkan tiga pahlawan yang mewakili sisi intelektual, emosional, dan spriritual masyarakat Gowa yang juga menjadi paradigma pendidikan di Indonesia saat ini.
Sejarah Gowa mencatat nama Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, seorang intelektual yang tersohor karena ketertarikannya pada ilmu pengetahuan barat. Lalu, ada Sultan Hasanuddin, Sultan Gowa ke-16 yang mampu mengikis sisi emosional dengan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil untuk bersatu padu melawan penjajah. Dan, seorang diaspora pertama dari Indonesia, Tuanta Salamaka Syekh Yusuf.
Syekh Yusuf dikenal sebagai ulama besar penyebar agama islam yang pernah bermukim di India, Yaman, Mekkah, Madinah, Damaskus, Sailon (Srilanka), Turki, dan Afrika Selatan. Konon, di Afrika Selatan, beliau juga dianggap sebagai pahlawan nasional.
“Kalau boleh kami mengusulkan nama perpustakaan umum Gowa menjadi nama perpustakaan umum Karaeng Pattingalloang, mewakili sisi intelektual seorang pahlawan Gowa. Karena perpustakaan merupakan tempat berhimpunnya ilmu pengetahuan dan kaum intelektual,” beber Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan di hadapan Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando ketika meresmikan fasilitas umum perpustakaan umum dan kegiatan peningkatan indeks literasi masyarakat (PILM) Kab. Gowa, Rabu, (16/11/2022).
Di akui Adnan, pemerintah Gowa sudah lama meletakkan pendidikan sebagai investasi utama (prioritas). Dan paham karena hasilnya tidak bisa direngkuh dengan instan. Paling tidak, baru bisa dirasakan hasil dari investasi pendidikan pada 15-20 tahun mendatang.
Beda dengan pembangunan infrastruktur yang terlihat langsung dan bisa dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
Maka itu, kami meyakini bahwa kekayaan suatu daerah bukan terletak pada sumber daya alam, melainkan manusianya. Siapa yang mampu menyiapkan SDM yang baik, bisa dipastikan akan menjadi daerah yang maju dan berkembang.
“Untuk bisa menyiapkan SDM yang baik, kita memerlukan fasilitas yang baik. Salah satunya adalah perpustakaan. Referensi terbaik bagi siapa pun ketika tidak mampu mengenyam pendidikan sekolah. Apa pun yang ingin diketahui dan dimaui ada disini,” tambah Adnan.
Salah satu Founding Fathers Indonesia, Muhammad Hatta, pernah mengatakan ia rela dipenjara asalkan bersama buku. Buku, dianggap Hatta mampu memberikan kebebasan berpikir. Buku melahirkan intelektualitas dan daya literasi.
“Literasi merupakan kedalaman pengetahuan seseorang yang bisa diimplentasikan hingga menghasilkan produk barang/jasa. Bahkan, Presiden Jokowi berharap suatu saat Indonesia mampu menjadi bangsa produsen dengan kualitas literasi yang dimiliki,” ujar Kepala Perpusnas Syarif Bando.
Literasi, lanjut Syarif Bando, akan menghasilkan SDM yang unggul. Modal penting bagi kesinambungan pembangunan. Tanpa penguasaan literasi yang baik, selamanya Indonesia akan menjadi bangsa konsumen.
Gedung fasilitas layanan perpustakaan umum Kab. Gowa berada di lokasi yang strategis. Di bangun empat lantai dengan menggunakan dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp 10 miliar, perpustakaan ini menyimpan tidak kurang dari 4.601 judul buku (11.271 eksemplar).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Perpusnas turut menyerahkan bantuan lainnya berupa satu unit mobil perpustakaan keliling, meubeler, dan kebutuhan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pada moment talk show PILM dihadirkan sejumlah narasumber, yaitu (Plt) Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka Perpusnas Deni Kurniadi, Ketua Komisi I DPRD Kab. Gowa Muh. Ramli Siddik Dg Rewa, Kepala Perpustakaan Universitas Hasanuddin Fierenziana Getruida, dan Bunda Literasi Kab. Gowa Priska Paramita Adnan. (Vin)