SEMARANG,KORANPELITA.Com– Guna menekan kekerasan perempuan dan anak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melakukan kerjasama dengan para relawan Paralegal Muslimat NU Jateng. Dalam acara itu dilakukan penyematan simbolis kepada para relawan oleh Menteri Arifatul Choiri Fauzi, disaksikan Wagub Jateng, Ketua TP PKK Jateng Nawal Arafah Yasin dan Ketua PW Muslimat NU Jawa Tengah, Ismawati Hafiedz.
Selain itu, ditandatangani pula nota kesepakatan antara Wakil Gubernur dan Menteri PPPA, serta perjanjian kerja sama antara Muslimat NU dengan Kemenag dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah.
Dalam kesempatan itu, Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi mengatakan, begitu pentingnya partisipasi masyarakat dalam menangani persoalan kekerasan yang terus meningkat. Ia menyebutkan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan, dan 51 persen anak usia 13–17 tahun mengaku pernah menjadi korban, terutama di lingkungan keluarga.
Ia pun berharap Jawa Tengah bisa menjadi percontohan nasional dalam penanganan kekerasan secara terpadu hingga ke tingkat desa.
“Saya percaya, kekuatan untuk mencegah kekerasan tidak hanya datang dari pemerintah. Masyarakat, termasuk organisasi seperti Muslimat NU, adalah pilar utama,” ucapnya pada acara peluncuran program Relawan Paralegal Muslimat NU di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Minggu 20 April 2025.
Sebagaimana diketahui Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menggandeng para relawan paralegal Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), guna menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya.
Sudah ada sebanyak 90 orang relawan di bawah naungan Pimpinan Wilayah (PW) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah telah dikukuhkan menjadi paralegal. Para relawan tersebut akan bertugas memberikan pendampingan hukum dan psikososial kepada perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya.
“Kami senang, Pemprov Jateng saat ini sudah melakukan MoU dengan Muslimat NU. Ini bentuk sinergi yang penting,” kata Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin saat memberi sambutan.
Sinergi dengan Program Gubernur Jateng
Ia juga menyambut baik inisiatif program tersebut. Sebab, hal itu sejalan dengan visinya bersama Gubernur Ahmad Luthfi melalui program Kecamatan Berdaya.
“Lima tahun ke depan, kami memiliki program Kecamatan Berdaya yang menyasar perlindungan dan pemberdayaan perempuan, anak, dan disabilitas,” kata Taj Yasin.
Menurut dia, program ini dinilai menjadi langkah strategis dalam upaya menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih tinggi.
Sebab, Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), korban kekerasan terhadap perempuan di Jateng meningkat dari 939 kasus pada 2022 menjadi 1.019 pada 2024. Sementara korban anak naik dari 1.214 menjadi 1.349 kasus di periode yang sama. Bentuk kekerasan paling dominan adalah fisik pada perempuan (41,3%) dan seksual pada anak (46,6%).
Oleh karenanya, menurut Taj Yasin, peran relawan paralegal menjadi sangat penting untuk mendampingi korban, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga sosial, ekonomi, dan pendidikan.
Ia menyoroti masih adanya budaya “pekewuh” atau sungkan di masyarakat, yang membuat korban kekerasan enggan melapor.
“Di kota besar seperti Semarang, paralegal mungkin sudah dikenal. Tapi di banyak tempat, korban masih merasa pekewuh. Padahal mereka butuh perlindungan,” ujarnya.
Padahal, korban kekerasan harus tetap memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan dan membangun kembali kehidupannya, termasuk mereka yang berasal dari pondok pesantren atau penyandang disabilitas.(sup)