Aminudin Aziz : Bangsa Yang Maju ditandai Oleh Masyarakat yang Literat

Jakarta, Koranpelita.com

Bangsa yang maju tidak dibangun dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang besar tapi juga ditandai oleh masyarakat yang literat. Namun, faktanya indeks literasi antardaerah masih timpang. Di perlukan kolaborasi sinergi agar literasi menjadi gerakan bersama.

“Gerakan literasi nasional sudah ditetapkan sejak 2014 sebagai program prioritas nasional sehingga ini menjadi program bersama. Sayangnya, ini tidak tampak sebagai gerakan yang dilakukan bersama-sama. Malah terkesan individualistik,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Perpustakaan Nasional Endang Aminudin Aziz ketika menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional organisasi Gerakan Pembudayaan Minat Baca (GPMB) di Jakarta, Senin, (9/12/2024).

Aminudin Aziz menambahkan, antar lembaga yang mempunyai kepentingan literasi berjalan masing-masing. Jadi, aneh rasanya ketika dibilang sebagai program bersama namun tidak dikerjakan bersama-sama.

“Ketika sering terjadi ketidakkonsistenan antara yang diucapkan dengan yang dilakukan, gerakan literasi akan berjalan di tempat. Bukan mustahil jika kemudian prestasi dan kecakapan literasi masyarakat tidak beranjak naik,” lanjutnya.

Terlalu banyaknya konsep dan definisi literasi yang digunakan justru membuat pusing sendiri. Maka, yang mesti dilakukan adalah menyederhanakan pemikiran literasi itu apa. Sederhananya, literasi itu adalah upaya bagaimana seseorang memanfatkan informasi, baik informasi tekstual maupun nontekstual yang digunakan untuk kecakapan hidup dalam bentuk apapun. “Gerakan literasi yang dikerjakan Perpustakaan Nasional atau daerah tidak akan pernah berhasil jika dikerjakan sendiri-sendiri,” ucap Aziz.

Di tahun ini, melalui upaya sinergi dan kolaborasi program antarlembaga yang berkepentingan, Perpusnas menyalurkan bantuan bahan bacaan bermutu sebanyak 1.000 eksemplar di tiap perpustaakaan desa/kelurahan dan taman baca. Perpusnas berinsiatif dengan menciptakan ruang-ruang baca melalui program tersebut. Tempatnya terserah, bisa memakai fasilitas balai desa, pos ronda, maupun tempat ibadah. Tidak mesti diletakkan pada gedung perpustakaan.

“Jangan buku bacaan disimpan di ruang terkunci dengan alasan takut rusak. Justru buku kalau dibaca banyak orang berpotensi rusak. Kita juga harus mengedukasi masyarakat agar tidak berpikiran primitif. Harus dirubah,” jelas Aziz.

Ya, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tantangan besar memastikan setiap warganya menjadi insan yang literat dan memiliki akses pengetahuan. Literasi jangan hanya diartikan pada kemampuan membaca dan menulis tapi juga kemampuan mengakses, mengolah dan mengelola informasi serta menggunakan untuk kualitas hidupnya.“Literasi adalah pondasi bagi pembangunan yang berkualitas meski di sisi lain tingkat literasi antardaerah di Indonesia belum merata,” ucap Ketua

Umum Gerakan Pembudayaan Minat Baca (GPMB) Herlina Mustikasari.
Disparitas Indeks Budaya Literasi secara regional itu dapat terlihat dari rilis yang disampaikan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas). Misalnya, provinsi di Pulau Jawa yang memiliki kemudahan akses pendidikan dan teknologi terus terang memberi dampak positif pada nilai budaya literasi yang signifikan. Beda jauh dengan masyarakat yang tinggal di wilayah Papua.

“Akses memperoleh pendidikan masih belum sepenuhnya dinikmati bagi masyarakat pelosok maupun yang berpenghasilan rendah,” ungkap Herlina.

Kurang optimalnya Gerakan Literasi Nasional (GLN) mengungkap yang pernah disampaikan E. Aminudin Aziz selaku Kepala Badan Bahasa dikarenakan tiga faktor. Pertama, kolaborasi antarlembaga kementerian yang berkepentingan yang berjalan masing-masing. Kedua, pelaksanaan program yang cenderung menyentuh bagian tengah dan hilir (sebatas realisasi rencana program kerja) dan tidak menyentuh bagian hulu. Ketiga, lemahnya monitoring pelaksanaan program dan evaluasi program untuk perbaikan selanjutnya.

“Sehingga GMPB melihat ini memerlukan kolaborasi antarpenggerak literasi, komunitas literasi, organisasi literasi, dan melibatkan perkumpulan lain seperti PKK Dharma Wanita, Himpaudi agar gerakan literasi lebih terarah dan efektif,” jelasnya.

Di sisi lain, GPMB menyatakan bantuan bahan bacaan bermutu sebanyak 1.000 eksemplar kepada 10 ribu perpustakaan desa/kelurahan maupun taman baca sangat membantu.

Di usianya yang ke-23 tahun, Herlina mengakui citra dan popularitas GPMB harus ditingkatkan. Maka, selama lebih dari dua dasawarsa, GPMB terus berkomitmen berkolaborasi sinergi dengan GPMB daerah, perusahaan dan organisasi lainnya.

Sejak dua bulan terakhir GPMB pusat bersama pengurus daerah dan juga masyarakat setempat menginisiasi gerakan literasi di dusun dengan mendirikan Rumah Literasi GPMB dengan tujuan mengajak anggota keluarga beraktivitas literasi secara terpadu dan berdaya.“Daerah Sidoarjo, Bandung Barat, Sleman, Tangerang Selatan, dan Kepulauan Natuna menjadi pilot project daerah dari Rumah Literasi GPMB,” pungkas Herlina. (Vin)

About ervin nur astuti

Check Also

Perpusnas Serahkan 64 Motor Perpustakaan Keliling Hasil Optimalisasi Anggaran Tahun 2024

Jakarta, Koranpelita com Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menyerahkan 64 unit motor perpustakaan keliling dalam …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca