Dr.H.Suratno, M.Pd
Perubahan paradigma pembelajaran saat ini menuntut kreatifitas guru di dalam pembelajaran. Guru dituntut mengembangkan kreatifitas agar pembelajaran berjalan sesuai tujuan yang dicapai. Kreatifitas yang baik akan menunjang proses belajar yang aktif. Kemampuan berpikir kreatif tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19 ayat 1 bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Rendahnya kemampuan berpikir kreatif mengakibatkan siswa kesulitan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran (Mulyasa, 2009). Kemampuan berpikir kreatif dapat berupa imajinasi individu dalam memecahkan masalah. Kemampuan berpikir kreatif yang dikembangkan dalam pembelajaran menurut (Munandar, 2004) meliputi aspek fluency (kemampuan berpikir lancar), flexibility (kemampuan berpikir luwes), originality (kemampuan berpikir orisinil), dan elaboration (kemampuan berpikir memerinci). Indikator dalam berpikir kreatif yang menjadi acuan peneliti menurut Munandar yaitu, keterampilan lancar; keterampilan luwes; keterampilan orisinal; keterampilan merinci; serta keterampilan mengevaluasi.
Berpikir kreatif mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kemampuan pemecahan masalah. Peserta didik yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif tidak hanya mampu memecahkan masalahmasalah non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah itu. Kemampuan berpikir kreatif merupakan bagian yang sangat penting untuk kesuksesan dalam pemecahan masalah. Seperti yang dikemukakan oleh Evans, J. R., (1991) Sikap positif terhadap pemecahan masalah dapat meningkatkan keberhasilan seseorang dalam pemecahan masalah.
Berpikir kreatif dapat mempertinggi sikap positif peserta didik dengan tidak mengenal putus asa dalam menyelesaikan masalah. Karena itu, berpikir kreatif sangat penting untuk keberhasilan pemecahan masalah. Menurut Usman (Utami, 2020) berpikir kreatif merupakan suatu kebiasaan dan pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi dan mengungkapkan kemungkinankemungkinan baru, membuat sudut pandang yang menakjubkan dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Krulik dan Rudnick (Siswono, 2017) menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan pemikiran yang bersifat asli, reflektif, dan menghasilkan suatu produk yang kompleks.
Implementasi Pembelajaran IPS di sekolah harus dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Hamid Hasan (1995) (Budiarti, 2015), bahwa tujuan pendidikan IPS meliputi pengembangan kemampuan intelektual yang meliputi pemahaman disiplin ilmu, berfikir disiplin ilmu, dan kemampuan prosesual. Tujuan yang kedua adalah pengembangan kemampuan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat, termasuk di dalamnya kemampuan komunikasi, tanggung jawab sebaga warga negara dan dunia serta dan sikap positif terhadap nilai, sikap, dan norma. Tujuan ke tiga adalah pengembangan diri sebagai pribadi, yaitu kemauan mengembangkan diri atau belajar lebih lanjut, dan kebiasaan positif sebagai pribadi.
Implementasi dilapangan bahwa pembelajaran IPS masih berada pada tataran teori saja. Guru hanya memfokuskan kepada pencapaian pemberian meteri berupa teori posisi pendidikan IPS hanyalah “sebagai pelajaran hapalan” (Suwarma, 2004). Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas, menunjukkan bahwa betapa pembelajaran di sekolah masih belum dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara maksimal, khususnya kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah kehidupan seharihari yang dihadapinya
Konsekuensi dari cara mengajar guru yang cenderung tidak melibatkan siswa dalam pembelajaran tidak dapat membentuk siswa menjadi pribadi yang kreatif dan mandiri. Padahal siswa yang kreatif, akan mencari jalan keluar bagaimana agar dia tetap dapat membantu orang tua tanpa harus berhenti sekolah. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Treffinger (Munandar, 2004) bahwa “dengan belajar secara kreatif siswa dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak diramalkan sebelumnya”.
Tantangan nyata abad 21 adalah sumber daya manusia harus menguasai kompetensi utuh yang dikenal dengan keterampilan abad 21. Greenstein dalam (Dyah Indraswati, 2020) mengemukakan Abad 21 menuntut peserta didik menguasai keilmuan, memiliki keterampilan metakognitif, dapat berpikir kritis dan kreatif, serta dapat berkomunikasi dan berkolaborasi. Oleh karena itu, kurikulum K-13 harus berbasis pada perkembangan peserta didik dalam menerapkan kemampuan 4C (Critical Thinking, Communication, Collaboration, and Creativity).
Anies Baswedan (Republika, 2016) menjelaskan pengertian dari keterampilan 4C yang dimaksud, sebagai berikut: 1. Creativity (Kreativitas) adalah kemampuan untuk menciptakan suatu penemuan baru. Kreativitas peserta didik perlu dilatih setiap hari agar dapat menghasilkan sesuatu yang baru bagi masyarakat. 2. Critical Thinking (Berpikir kritis) adalah kemampuan peserta didik untuk menalar, mengungkapkan menganalisis dan memecahkan masalah. Pada era globalisasi, cretaive thinking digunakan untuk memfilter beragam informasi, karena banyaknya hoax yang tersebar dikalangan masyarakat. 3. Communication (Komunikasi) adalah kemampuan peserta didik untuk menyampaikan, menanggapi, dan menggunakan informasi agar dapat terhubung dengan orang lain sehingga tercapai suatu perubahan kearah kemajuan. 4. Collaboration (Kolaborasi) adalah kemampuan peserta didik untuk bekerja sama dan bertanggung jawab dengan orang lain sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu komponen berpikir tingkat tinggi yang menjadi focus pembelajaran abad-21. Creative thinking atau berpikir kreatif merupakan suatu kesanggupan, kecakapan atau kekuatan untuk menghasilkan ide, gagasan, opini atau suatu cara untuk menyelesaikan masalah yang orisinil yang relatif dengan apa yang dipikirkan oleh orang lain sehingga menghasilkan sesuru yang baru yang belum pernah ada sebelumnya, dengan proses yang mencerminkan kelancaran, kelenturan berpikir dan keaslian ide berpikir yang diciptakan seseorang.Wheeler (Dyah Indraswati, 2020) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan salah satu yang paling penting bagi anak-anak sedini mungkin untuk memperoleh dan mengembangkan keterampilan pada usia awal mereka.
Berpikir kreatif dapat digunakan dalam sejumlah konteks pembelajaran untuk memperkaya perolehan pengetahuan dan keterampilan. Tanpa kemampuan berpikir kreatif, anak-anak tidak menjadi imajinatif dan seolah keterampilan yang didapat hanya keterampilan yang dipindah tangkankan dalam kehidupan pribadi dan professional. Lebih lanjut menurut (Ritin Uloli, 2016) Berpikir kreatif adalah upaya untuk menghubungkan benda-benda atau gagasan-gagasan yang sebelumnya tidak berhubungan. Berpikir kreatif menggunakan benda-benda atau gagasangagasan yang sudah nyata ada dan di dalam pikiran kitalah sesungguhnya proses nyata itu berlangsung. Proses ini tidak harus selalu menciptakan suatu konsepkonsep baru, walaupun hasil akhirnya mungkin akan tampak sebagai sesuatu yang baru hasil dari penggabungan dua atau lebih dari konsep-konsep yang sudah ada.
Menurut Hulbeck (1945) (Budiarti, 2015) mengatakan ”Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an uniqe and characteristic way”. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungan. Kreativitas merupakan kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan aktivitas individu atau kelompok dalam suatu masyarakat, jadi dengan mengembangkan.
Kreativitas diharapkan siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapinya secara mandiri atau kelompok. Kreativitas ini tercipta di segala bidang dan kreativitas dapat diajarkan di sekolah-sekolah, karena setiap orang pada dasarnya memiliki kreativitas pada dirinya meskipun dengan kadar yang berbeda-beda. Bahwa pada intinya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Proses berpikir kreatif merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Dan Manusia selalu diperhadapkan pada permasalahan sehingga diperlukan suatu proses berpikir kreatif untuk memecahkan masalah tersebut. suatu proses yang mengkombinasikan berpikir logis dan berpikir divergen. Berpikir divergen digunakan untuk mencari ide-ide untuk menyelesaikan masalah sedangkan berpikir logis digunakan untuk memferivikasi ide-ide tersebut menjadi sebuah penyelesaian yang kreatif. Lee, Kyung Hwa, (2005) (Ritin Uloli, 2016) menyatakan bahwa yang diperlukan dalam proses berpikir kreatif termasuk kepekaan, kefasihan, fleksibilitas, orisinalitas. Menurut Ramly (2011) Tes dalam kreativitas menggunakan Torrance Tes Creative Thinking (TTCT) dan tiga kemampuan yang diukur adalah Fluency (kelancaran), Fleksibilitas (Fleksibel) dan Originalitas (kebaruan).
Ciri ciri Kemampuan Berpikir Kreatif
Berkaitan dengan prose berpikir kreatif, Menurut Munandar (1999) (Utami, 2020) adapun ciri-ciri kemampuan creative thinking (berpikir kreatif) sebagai berikut: pertama, Fluency (keterampilan berpikir lancar) yaitu memiliki ciri-ciri seperti mencetuskan banyak pendapat, jawaban dan penyelesaian masalah, memberikan banyak cara atau saran dalam melakukan berbagai hal dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban, kedua Flexibility (keterampilan berpikir luwes) yaitu keterampilan memberikan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif, pemecahan yang berbeda-beda dan mampu mengubah cara pendekatan. Ketiga, Originality (keterampilan berpikir orisinil) yaitu kemampuan melahirkan gagasan baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri dan mampu membuat kombinasi yang tidak lazim. Keempat Elaboration (keterampilan memperinci) yaitu kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan menambahkan atau memperinci secara detail dari suatu situasi sehingga lebih menarik.
Siswa kreatif memiliki Ciri-ciri perilaku (Nurizzati, 2012) sebagai beriku Menanggapi atau memberikan komentar terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan, Bersedia memperbaiki kesalahan atau kekeliruan, dapat menelaah dan menganalisa sesuatu yang datang kepadanya secara sistematis, Berani menyampaikan kebenaran meskipun berat dirasakan, bersikap cermat, jujur dan ikhas karena Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan agama Allah maupun dengan urusan duniawi, Kebencian terhadap suatu kaum, tidak mendorongnya untuk tidak berbuat jujur atau tidak berlaku adil dan Adil dalam memberikan kesaksikan tanpa melihat siapa orangnya walaupun akan merugikan diri sendiri, sahabat dan kerabat.
Dalam kurikulum 2013 mata pelajaran yang ada disekolah dasar salah satunya adalah pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS memiliki tujuan agar siswa dapat bersosialiasai dengan lingkungan sekitarnya, hal ini nada dengan (Saputra, 2019) yang menyatakan tujuan dari proses pendidikan di sekolah dasar adalah agar siswa mampu memahami potensi diri, memiliki peluang, dan memahami tuntutan lingkungan serta dapat merencanakan masa depan mengenai serangkaian keputusan yang paling mungkin bagi dirinya. Tujuan akhir pendidikan dasar adalah diperolehnya pengembangan pribadi anak yang dapat membangun dirinya sendiri dan ikut serta bertanggung‐ jawab terhadap pembangunan bangsa, mampu melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan mampu hidupdi masyarakat dan mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungan.
Berkaitan dengan tujuan di atas Hasan, (1996: 41) (Saputra, 2019) mengemukakan bahwa fungsi dari kurikulum IPS Sekolah Dasar adalah membentuk sikap rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah‐ masalah yang timbul akibat interaksi antara manusia dan lingkungannya. Sementara itu tentang materi pembelajaran dikemukakan Djahiri, (1995: 6) bahwa pengajaran IPS di Sekolah Dasar tidak bersifat pengetahuan. Ini bermakna bahwa yang diajarkan bukanlah teori‐teori ilmu sosial, melainkan hal‐hal yang praktis yang berguna bagi dirinya dan kehidupannya kini maupun kelak dikemudian hari dalam berbagai lingkungan serta berbagai aspek kehidupannya. Untuk kepentingan itu, pembelajaran IPS di SD harus dimulai dari lingkungan keluarga siswa itu sendiri, lingkungan sekolah dan para tetangga dengan cara membandingkan diantara sesamanya. Hal ini perlu ditekankan untuk memperjelas kebutuhan‐kebutuhan dasar bersama, serta respek‐respek yang mengiringinya, yaitu fakta‐fakta adanya keaneka ragaman (Mutakin, 2004: 17).
Pembelajaran atau pengajaran IPS merupakan kegiatan guru menciptakan situasi agar siswa belajar. Pendidikan IPS mempnyai arti bahwa merupakan seleksi dan rekonstruksi dari disiplin ilmu pendidikan dan disiplin ilmu sosial, humaniora, yang diorganisir dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001:191). Melalui proses belajar tersebut terjadi perubahan, perkembangan, kemajuan, baik dalam aspek fisik-motorik, intelek, sosial-emosi maupun sikap dan nilai. Makin besar atau tinggi perubahan perkembangan yang dicapai siswa, makin baik pula proses belajar.
Aktualisasi Pendidikan IPS ini akan lebih menekankan langkah stategis jangka panjang dalam “laboratorium demokrasi” sebagai investasi sumber daya manusia (human investment) agar mutu generasi muda bangsa semakin meningkat dalam upaya demokratisasi untuk menghadapi masa mendatang yang ajkan penuh dengan masalah dan tantangan.
Aktualisasi Pendidikan IPS tidak dimaksudkan untuk memecahkan masalah upaya demokratisasi dalam arti politik praktis difokuskan pada perkembangan akademiknya. Hal ini dimaksudkan agar Pendidikan IPS mampu melahirkan pikiran dan teori terbaiknya dalam upaya demokratisasi sebagai bagian untuk menjadikan education of power. (Dosen PGSD Universitas Negeri Semarang)