Kokap, Koranpelita.com
Paidi 41 tahun, seperti biasanya. Setiap sore memanjat pohon kelapa untuk mengambil nira, bahan baku gula merah. Kebiasaan yang dilakoni sejak lama, juga ketika bersama sang istri sebelum meninggal di dunia 2008 silam.
Dua putrinya tengah belajar, selain sekolah juga mengaji di Pesantren Budi Mulia, Kaliagung, Sentolo, Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Drs R Purwito perwakilan alumni SMEA VII Pengasih Tahun 1982 yang menyambangi kediamannya, Ahad 10 Mei 2021 mendapatkan ceritera, anaknya yang kecil di Madrasah Tsanawiyah Donomulyo. Sedangkan anak pertama di SMK Maarif. Mereka tinggal di Desa Teganing 1 RT 20/10, Hargotirto, Kapanewon Kokap.
Usai nderes, Paridi berkemas hendak menjemput kedua anaknya di pesantren. Buah hatinya itulah yang menguatkan perjuangan hidupnya kini dan esok.
Meninggalkan rumah sambil berharap bertemu buah hatinya. Hingga terlupa telpon seluler yang tengah diisi batrenya tertinggal, panas dan mengeluarkan api terjadilah hubungan arus pendek, konsleting listrik.
Menjelang maghrib saat orang menunggu berbuka puasa, terjadilah musibah yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya di benak Paridi.
Rumah satu-satunya habis terbakar dan rata dengan tanah menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Paridi yang sedang menjemput kedua anaknya di ponpes tak menyangka jika saat pulang rumahnya sudah rata dengan tanah. Kini Paridi dan kedua anaknya tinggal di tenda sederhana, hanya ada satu lembar tikar. Tak ada pakaian dan makanan, semua habis terbakar.
Masyarakat dari berbagai kalangan memberikan atensi, beberapa tetangga berinisiatif membuka posko bantuan. Aksi cepat tanggap juga ke lokasi untuk menyalurkan bantuan.
Masyarakat perantau di Jabodetabek yang tergabung dalam Kulon Progo di Jakarta (KPDJ) sedang mengumpulkan donasi. Sedangkan Saber Budaya Menoreh (SBM) perkumpulan masyarakat berkebudayaan juga mengumumkan donasi untuk diserahkan setelah lebaran Idul Fitri 1442 Hijriyah. (D)